Pengetahuan dan pikiran: tahukah Anda perbedaannya? Kita semua tahu memperluas pengetahuan dan mengembangkan pikiran itu tujuan utamanya satu, yakni senjata untuk menghadapi masalah dalam kehidupan. Beberapa orang dengan bangganya memamerkan pengetahuannya, dan mengajarkan pengetahuannnya kepada orang lain dengan anggapan bahwa pengetahuan menjamin bahwa kita akan semakin ahli dalam memecahkan masalah-masalah yang menghampiri atau menciptakan inovasi-inovasi baru. Tahukah Anda bahwa pengetahuan itu “berbahaya”, seperti pedang bermata dua? Ya, pengetahuan hanya akan berguna untuk kebaikan jika digunakan dengan bijak. Di sini saya tidak membahas hal-hal seperti pemanfaatan pengetahuan untuk membuat piranti-piranti jahat atau proyek-proyek bejat lainnya, melainkan tentang hal kecil yang sering teracuhkan yakni dalam memecahkan masalah.
Pengetahuan bisa saja membutakan kita dari jalan yang benar.
Umpamakanlah si A dan si B sama-sama disuruh gurunya memasang sebuah pigura di dinding kelas dan mereka sama-sama punya bahan untuk itu: paku. Masalahnya ialah bagaimana cara memaku dinding agar pigura dapat terpasang? Tentu saja pakunya perlu dipalu, dan mereka tak punya palu. Si A, yang menggunakan pikiran jernih untuk memecahkan masalah itu keluar sejenak, dan mendapatkan batu untuk memukul paku hingga menancap di dinding. Si B, dengan pengetahuannya, memutuskan ia memerlukan palu untuk memalu paku tadi. Pergilah si B mencari palu ke bagian perlengkapan sekolah, kantin, sampai ke rumah warga. Ia tak mengindahkan berbagai hal yang sebenarnya dapat digunakan untuk memecahkan masalah itu. Ia mencoba meminjam palu dari satu tempat ke tempat lain sampai dapat.
Si A adalah orang yang menggunakan pengetahuan dan pikirannya secara bijak. Ia adalah orang yang mendahulukan kemurnian pikiran daripada pengetahuan. Yang diperlukan ialah menancapkan paku ke dinding, maka dengan pikiran yang benar ia mencari cara untuk menancapkan paku. Si B adalah orang yang kurang bijak menggunakan pengetahuan dan pikirannya. Ia membiarkan pengetahuannya menutupi jalan keluar yang sebenarnya ada di dekatnya. Yang ia perlukan adalah palu, maka ia mengabaikan batu-batu dan benda lainnya (yang sebenarnya dapat digunakan) dan mencari jalan panjang dan memakan waktu untuk menyelesaikan masalah itu sesuai dengan pengetahuannya. Si B membiarkan pengetahuannya menutupi jalan keluar. Si A dengan mudah dan cepat menyelesaikan masalah, sedangkan si B mencari jalan yang rumit dan memakan waktu (malah mungkin tidak berhasil) karena beranggapan bahwa solusi hanya mungkin jika sesuai dengan pengetahuan.
Jangan biarkan pengetahuan menutupi jalan kebenaran. Kita harus menggunakan pengetahuan yang kita miliki secara bijak.
Selengkapnya...