Tampilkan postingan dengan label matematika. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label matematika. Tampilkan semua postingan

Selasa, 20 Oktober 2020

Rotasi Koordinat

Misalkan vektor \(\mathbf{A}\) dinyatakan dalam koordinat \(O(X,Y)\) sebagai \(\mathbf{A} = \hat{\mathrm{e}}_i A^i = x\hat{\imath}+y\hat{\jmath}\). Jika dilakukan transformasi koordinat berupa rotasi, \(O \xrightarrow[]{\mathrm{rot}(\theta)} O'\), maka komponen vektor A akan bertransformasi menjadi \( (A^i)'=A'^j=\binom{x'}{y'}\). Untuk lebih jelasnya, perhatikan gambar berikut.

Gambar 1  Rotasi bidang terhadap sumbu tegak lurus.

Meskipun jalinan komponen vektor dalam kedua koordinat tersebut berbeda, namun vektor \(\mathbf{A}\) sendiri tidak berubah (inverian). dapat kita tuliskan

\begin{align} \mathbf{A} = \hat{\mathrm{e}}_i A^i = \hat{\mathrm{e}}_{j}' A'^{j} \label{invA} \end{align}

Berdasarkan Gambar 1, diperoleh jalinan

\begin{align} x'&= \overline{OB} + \overline{BC} = \overline{OB} + \overline{DE} \nonumber \\
&= x \cos \theta + y \sin \theta \label{x'} \\
y'&= \overline{AD} - \overline{AB} \nonumber \\
&= y \cos \theta - x \sin \theta \label{y'} \end{align}

Kedua persamaan di atas dapat diringkas ke dalam persamaan matriks,

\begin{align} \begin{pmatrix} x'\\y' \end{pmatrix} &= \begin{pmatrix} \cos \theta & \sin \theta\\ -\sin \theta & \cos \theta \end{pmatrix} \begin{pmatrix} x\\y \end{pmatrix} \nonumber \\
A'^j &= R A^i \label{P1} \end{align}

Lantas bagaimana dengan basisnya? Bayangkan vektor satuan pada sumbu \(X\) dan \(Y\) diputar sebesar \(\theta\). Tentunya vektor satuan baru, \((\hat{\imath}',\hat{\jmath}') \) juga memenuhi transformasi

\begin{align} \left.\begin{matrix} i' & = & \hat{\imath} \cos \theta + \hat{\jmath} \sin⁡ \theta \\ j' & = & -\hat{\imath} \sin \theta + \hat{\jmath} \cos \theta \end{matrix} \, \right\} \label{P2} \end{align}

Apakah ini berarti transformasi berupa rotasi koordinat tidak memenuhi persamaan (\ref{invA})? Mari kita coba nyatakan transformasi basis di atas dalam notasi matriks.

\begin{align} \begin{pmatrix} \hat{\imath}' & \hat{\jmath}' \end{pmatrix} &= \begin{pmatrix} \hat{\imath} & \hat{\jmath} \end{pmatrix} \begin{pmatrix} \cos \theta & -\sin \theta\\ \sin \theta & \cos \theta \end{pmatrix} \nonumber \\
\mathbf{\hat{e}}_j &= R_e \, \mathbf{\hat{e}}_i \label{P3} \end{align}

Perhatikan bahwa

\begin{align} \begin{pmatrix} \cos \theta & \sin \theta\\ -\sin \theta & \cos \theta \end{pmatrix} \begin{pmatrix} \cos \theta & -\sin \theta\\ \sin \theta & \cos \theta \end{pmatrix} = 1 \nonumber \end{align}

Ternyata operator transformasi basis adalah invers dari operator transformasi komponen vektor. Dengan demikian, diperoleh hasil yang konsisten,

\begin{align} \mathbf{A} = \hat{\mathbf{e}}_j' A'^j = (\hat{\mathbf{e}}_i R_e) (R A^i) = \hat{\mathbf{e}}_i A^i \label{P4} \end{align}

Jelas bahwa \(R_e R\) harus bernilai sama dengan 1.



Lalu bagaimana dengan rotasi dalam ruang tiga dimensi? Misalkan kita telah memiliki sembarang vektor \(\mathbf{P}=x \mathbf{\hat{\imath}}+y\mathbf{\hat{\jmath}}+z\hat{k}\) yang disajikan dalam koordinat kartesian \(K\). Kemudian, kita perlu menyatakan jalinan \(\mathbf{P}\) dalam koordinat baru \(K'\) yang memiliki orientasi yang berbeda dari \(K\). Misalkan kita nyatakan perbedaan orientasi kedua kerangka tersebut dalam selisih sudut azimut \(\phi\) dan sudut polar \(\theta\). Untuk menyelesaikan problem ini, perlu dilakukan dua kali rotasi. Pertama ialah rotasi sumbu \(X\) ke arah sumbu \(Y\) sebesar \(\phi\) untuk mendapatkan sumbu \(X^*\) dari koordinat perantara \(K^*\), kemudian kita rotasikan lagi sumbu \(X^*\) ke arah sumbu \(Z\) sebesar \(90^\circ-\theta\) untuk mendapatkan sumbu \(X'\) dari koordinat \(K'\).

Gambar 2  Rotasi kerangka dalam ruang 3 dimensi.

Pada rotasi pertama \(K \rightarrow K^*\) dengan transformasi \(K^* = R^{(1)} K\), sumbu \(X\) dan \(Y\) bertransformasi seperti pada kasus 2-dimensi sebelumnya sedangkan sumbu \(Z=Z^*\). Dengan demikian, matriks transformasinya ialah

\begin{align} R^{(1)}=\begin{pmatrix} \cos \phi & \sin \phi & 0\\ -\sin \phi & \cos \phi & 0\\ 0 & 0 & 1 \end{pmatrix} \label{P5} \end{align}

Pada rotasi ke-2, \(K^*→K'\) dengan transformasi \(K'=U^{(2)} K^*\), sumbu \(X^*\) dan \(Z^*\) bertransformasi seperti kasus 2-dimensi sebelumnya, serta sumbu \(Y^*=Y'\). Mengingat \(\sin⁡(90-\theta)=\cos ⁡\theta\) dan \(\cos⁡(90-\theta)=\sin \theta\) maka matriks transformasinya ialah

\begin{align} R^{(2)}=\begin{pmatrix} \sin \theta & 0 & \cos \theta\\ 0 & 1 & 0\\ -\cos \theta & 0 & \sin \theta \end{pmatrix} \label{P6} \end{align}

Dengan demikian, transformasinya totalnya, \(K \rightarrow K'\), memenuhi

\begin{align} K' = R^{(2)} K^* = [R^{(2)} R^{(1)}] K = R K \label{P7} \end{align}

Menyulihkan persamaan (\ref{P5}) dan (\ref{P6}) ke dalam persamaan (\ref{P7}), didapatkan sajian eksplisit matriks transformasi \(K \rightarrow K'\).

\begin{align} R &= R^{(2)} R^{(1)} \nonumber \\
&=\begin{pmatrix} \sin \theta & 0 & \cos \theta\\ 0 & 1 & 0\\ -\cos \theta & 0 & \sin \theta \end{pmatrix} \begin{pmatrix} \cos \phi & \sin \phi & 0\\ -\sin \phi & \cos \phi & 0\\ 0 & 0 & 1 \end{pmatrix} \nonumber \\
&=\begin{pmatrix} \sin \theta \cos \phi & \sin \theta \sin \phi & \cos \theta\\ -\sin \phi & \cos \phi & 0\\ -\cos \theta \cos \phi & -\cos \theta \sin \phi & \sin \theta \end{pmatrix} \label{P8} \end{align}

Selengkapnya...

Senin, 08 Oktober 2018

Prinsip Fermat dan Hukum Snell

Pada suatu hari Muin berjalan-jalan ke pantai bersama kekasihnya. Saat tengah berenang, ia melihat sebuah batu berbentuk seperti tinja di dasar laut. Muin pun berbalik ke arah pantai, hendak menunjukkan batu berbentuk unik itu kepada kekasihnya yang sedang berjemur di pantai. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang pria mencurigakan yang cukup keren duduk di samping kekasihnya. Pria bernama Syahrul itu kemudian terlihat menggenggam pergelangan tangan kekasih Muin, seperti hendak membawanya ke suatu tempat. Berang, Muin berniat segera menghampiri Syahrul sesegera mungkin. Ia menyadari kelajuan maksimalnya di air lebih lambat daripada kelajuan maksimalnya di darat. Jika posisi Muin mula-mula di \(A\) dan posisi kekasihnya dan Syahrul di \(B\) (lihat Gambar 1), seperti apakah lintasan yang harus ditempuh Muin agar bisa mendamprat Syahrul sesegera mungkin?

Gambar 1: Masalah Muin.

Tentunya, bila kelajuan Muin selalu tetap sepanjang perjalanan (medium tempat ia berjalan seragam), lintasan berbentuk garis lurus memberikan waktu tempuh tersingkat. Hal ini dikarenakan garis lurus memberikan jarak terpendek (geodesik) antara dua titik; bila kelajuan selalu seragam otomatis jarak terpendek memberikan waktu tempuh tersingkat. Nah, untuk gerak dalam dua medium berbeda ini, apakah garis lurus juga memberikan waktu tempuh tersingkat?

Untuk memecahkan masalah pertama yang dihadapi Muin, mari kita gambarkan ulang posisi keduanya dan batas kedua medium dalam suatu sistem koordinat. Di sini, kita asumsikan garis batas medium berbentuk garis lurus yang berimpit dengan sumbu-X. Koordinat titik \(A\) diberikan sebagai \((0,y_A)\) dan koordinat titik \(B\) ialah \((x_B,y_B)\) sebagaimana diberikan pada gambar berikut.

Gambar 2: Skema perjalanan dari A ke B dengan waktu tempuh tersingkat.

Semenjak Muin bergerak dari medium 1 menuju medium 2, maka lintasannya pastilah berpotongan dengan garis batas di suatu titik, namakan titik itu sebagai \(M\). Kita belum tahu posisi titik M pada sumbu X, jadi kita gambarkan saja secara sembarangan. Perhatikan bahwa bagian pertama lintasan (dari \(A\) ke \(M\)) seluruhnya berada pada satu medium (medium 1). Oleh karena itu, kelajuan pada potongan lintasan itu seragam. Berdasarkan teorema sebelumnya, lintasan dengan waktu tempuh terpendek dari \(A\) ke \(M\) mestilah garis lurus. Hal serupa berlaku untuk bagian kedua lintasan (dari \(M\) ke \(B\)) yang juga berbentuk garis lurus. Dengan demikian, pertanyaannya sekarang adalah di manakah posisi titik \(M\)?

Waktu tempuh dari \(A\) ke \(B\) dapat dituliskan sebagai jumlahan dari waktu tempuh dari \(A\) ke \(M\) (medium 1) dengan waktu tempuh dari \(M\) ke \(B\) (medium 2).

\begin{align} T=t_1+t_2 \label{T} \end{align}

dengan waktu tempuh pada tiap medium adalah panjang lintasan dibagi dengan kelajuannya,

\begin{align} t = \frac{s}{v} \label{t} \end{align}

Semenjak nilai dari \(y_A\), \(x_B\), dan \(y_B\) telah diketahui, waktu tempuh dari \(A\) ke \(B\) melalui \(M\) memenuhi,

\begin{align} T(x_M) = \frac{1}{v_1} \sqrt{x_M^2+y_A^2} + \frac{1}{v_1} \sqrt{(x_B-x_M )^2+y_B^2} \label{TM} \end{align}

dengan \(v_1\) dan \(v_2\) masing-masing adalah kelajuan di medium 1 dan 2. Sekarang, kita perlu mencari nilai minimal dari fungsi \(T(x_M)\). Jika Anda telah mempelajari kalkulus dasar, tentunya Anda telah mengetahui prosedur yang harus dilakukan. Dalam tulisan ini, saya akan kembali membahasnya sedikit.

Misalkan terdapat suatu fungsi \(f(x)\). Bila \(A\) adalah titik ektremum (titik balik atau titik belok) dari fungsi \(f(x)\) di \(x=a\) maka gradien garis singgung dengan \(f(x)\) di titik \(A\) pastilah nol, \(f'(a)=0\).

Gambar 3: Kurfa f(x) dengan titik minimal (lokal) di A (a, f(a)).

Secara intuitif, bila \(f(x)\) bernilai maksimum/minimum lokal di \(x=a\) maka nilai fungsi di sebelah kiri-kanan \(a\) pastilah lebih kecil/besar dari pada \(f(a)\) sehingga titik \(A\) berlaku seperti titik balik. Dengan demikian, garis singgung kurva di titik \(A\) pastilah horizontal. Karena gradien atau kemiringan garis singgung suatu kurva tidak lain adalah turunan pertama dari fungsi kurva itu maka jelaslah \(f(a)=0\).

Dengan menerapkan teorema di atas ke dalam persoalan Muin, didapatkan nilai \(x_M\) yang memberikan nilai \(T(x_M)\) minimal (atau maksimal) memenuhi,

\begin{align} \frac{dT}{dx_M} = 0\label{KT} \end{align}

Mendiferensialkan persamaan (\ref{TM}) terhadap \(x_M\), didapatkan

\begin{align} \frac{1}{v_1} \frac{1}{2} (x_M^2+y_A^2)^{-1/2} \cdot (2x_M) + \frac{1}{v_2} \frac{1}{2} \left [ (x_B-x_M)^2+y_B^2 \right ]^{-1/2} \cdot 2(x_B-x_M ) \cdot (-1) = 0 \nonumber \\
\frac{1}{v_1} \frac{x_M}{\sqrt{x_M^2+y_A^2}} - \frac{1}{v_2} \frac{x_B-x_M}{\sqrt{(x_B-x_M )^2+y_B^2}} = 0 \label{p1} \end{align}

Menguadratkan kedua ruas dan mengatur susunannya,

\begin{align} x_M^2 \left [(x_B-x_M )^2+y_B^2 \right ] = \left (\frac{v_1}{v_2}\right )^2 (x_M^2+y_A^2) (x_B-x_M )^2 \nonumber \end{align} \begin{align} x_B^2 x_M^2 + x_M^4 - 2x_B x_M^3 + y_B^2 x_M^2 = \left (\frac{v_1}{v_2}\right )^2 \left [x_B^2 x_M^2 + x_M^4 - 2x_B x_M^3 + x_B^2 y_A^2 + y_A^2 x_M^2 - 2x_B y_A^2 x_M \right ] \nonumber \end{align} \begin{align} \left (1-\frac{v_1^2}{v_2^2}\right ) x_M^4 - 2x_B \left (1-\frac{v_1^2}{v_2^2}\right ) x_M^3 + \left (x_B^2+y_B^2-\frac{v_1^2}{v_2^2} x_B^2 - \frac{v_1^2}{v_2^2} y_A^2 \right ) x_M^2 + 2 \frac{v_1^2}{v_2^2} x_B y_A^2 x_M - \frac{v_1^2}{v_2^2} x_B^2 y_A^2 = 0 \label{p2} \end{align}

Akar riil positif dari persamaan (\ref{p2}) memberikan nilai \(x_M\) untuk lintasan dengan waktu tempuh terpendek. Hmm… karena tidak ada metode universal untuk mencari akar-akar dari polinomial orde-4 secara analitik, kita serahkan saja perhitungannya kepada Muin. Barangkali ia bisa mengeceknya sendiri di WolframAlpha.

Bagaimanapun, kita dapat menyederhanakan penulisan sajian di atas dengan mengganti variabel \(x_M\) menjadi sudut normal \(\theta_1\) dan \(\theta_2\) (keduanya berkorespondensi satu-satu) untuk mendapatkan suatu jalinan menarik. Memperhatikan Gambar 2, jelas bahwa:

\begin{align} \left. \begin{matrix} \frac{x_M}{\sqrt{x_M^2+y_A^2}} & = \sin \theta_1\\ \frac{x_B-x_M}{\sqrt{(x_B-x_M)^2+y_B^2}} & = \sin \theta_2 \end{matrix} \right \} \label{theta} \end{align}

Penyulihan nilai-nilai pada persamaan (\ref{theta}) ke dalam persamamaan (\ref{p1}) memberikan jalinan,

\begin{align} \frac{\sin \theta_1}{v_1} = \frac{\sin \theta_2}{v_2} \label{thetav} \end{align}

Semenjak \(0 \leq \theta_1 \leq 90^\circ\), berdasarkan persamaan (\ref{thetav}), jika \(v_1 < v_2\) maka \(\theta_1 < \theta_2\).


Hukum Snell

Hal serupa dengan permasalahan Muin di atas juga berlaku pada perjalanan cahaya dalam medium. Berdasarkan prinsip Fermat(*), lintasan yang ditempuh antara dua titik oleh berkas cahaya adalah lintasan dengan waktu tempuh tersingkat. Dengan demikian, lintasan yang ditempuh cahaya dalam perambatan melalui dua medium juga memenuhi persamaan (\ref{thetav}). Dengan mendefinisikan indeks bias medium,

\begin{align} n \equiv \frac{c}{v} \label{n} \end{align}

maka persamaan (\ref{thetav}) dapat ditulis ulang sebagai,

\begin{align} n_1 \sin \theta_1 = n_2 \sin \theta_1 \label{Snell} \end{align}

Fenomena pembelokan cahaya ini dikenal sebagai pembiasan (refraksi). Adapun persamaan (\ref{Snell}) tidak lain ialah hukum Snell yang telah Anda kenal sejak di bangku SMP.

Seringkali terdapat fraksi berkas cahaya yang memantul dari permukaan batas. Dalam hal ini, berkas cahaya itu hanya merambat dalam satu macam medium saja sehingga kelajuaannya tetap konstan. Dengan demikian, untuk kasus pemantulan sinar (refleksi), persamaan (\ref{Snell}) tereduksi menjadi

\begin{align} \theta_1 = \theta_2\label{refl} \end{align}

dengan \(\theta_1\) adalah sudut datang cahaya mula-mula dan \(\theta_2\) tidak lain adalah sudut pantul.


*Prinsip Fermat tidak lain adalah prinsip aksi terkecil dengan pemilihan aksi \(S \propto T\).


Selengkapnya...

Selasa, 26 Juni 2018

Tutorial MathJax Untuk Blogger

Untuk menuliskan persamaan Matematika dalam website atau blog Anda, Anda dapat menggunakan bantuan MathJax. Mathjax bekerja dengan menerjemahkan input berbasis \(\TeX{}\) menjadi Javascript yang kemudian ditampilkan oleh peramban Anda sebagai persamaan matematika yang apik. Pada postingan kali ini, saya akan sedikit membahas cara mengintegrasikan MathJax dengan blog berplatform Blogger.



Mula-mula, Anda perlu memasang konfigurasi MathJax ke dalam template blog Anda. Untuk mengedit template, klik menu "Tema" pada dashboard akun blogger Anda, kemudian plih "Edit HTML" pada menu drop down. Selanjutnya, salin dan tempel kode berikut ini setelah tag <head> dan sebelum segmen "skin" (sederhananya, tempel saja tepat di bawah tag <head>).

Setelah itu, klik "Simpan Tema". Sekarang, Anda telah dapat menampilkan persamaan matematika di blog Anda. Untuk menuliskan kode persamaan matematika, selalu lakukan dalam mode edit "HTML". Anjuran dari saya, kalau Anda selalu menulis dalam mode "Compose", mulailah membiasakan diri untuk menulis dalam mode "HTML" untuk ragam tulisan apapun. Tulisan Anda akan tampak lebih rapi dan konsisten.

Untuk menulis persamaan matematika dalam baris kalimat, Anda harus menuliskan kode \(\TeX{}\) persamaan diantara tanda dan . Semisal akan ditampilkan sebagai \(\nabla^2 \Phi = 4 \pi G \rho\). Adapun untuk menuliskan persamaan dalam baris khusus, tuliskan kode persamaan Anda di antara tag dan . Berikut ini contohnya.


yang akan ditampilkan menjadi:

$$\sin^2(x) + \cos^2(x) = 1$$

Untuk menuliskan persamaan dengan fitur yang lebih lengkap, gunakan kode seperti berikut.

akan ditampilkan sebagai,

\begin{align} F_{12} = -F_{21} = \frac{G m_1 m_2}{r^2} \label{F1} \end{align}

Ingat bahwa untuk menulis subskrip atau superskrip dengan lebih dari satu karakter, Anda harus menuliskannya dalam kurung kurawal seperti "U_{rad}" atau "T^{16}". Dengan menggunakan label, Anda dapat memberikan nomor referensi yang dapat ditautkan pada persamaan Anda semisal (\ref{F1}). Untuk melakukannya, tuliskan dan ganti "..." menjadi label dari persamaan yang dimaksud. Perhatikan agar tidak memberikan label yang identik untuk dua atau lebih persamaan. Bila Anda tidak ingin memberikan nomor referensi pada persamaan, ganti elemen dengan tepat setelah persamaan. Bila ingin menuliskan set persamaan yang terdiri atas dua baris atau lebih, gunakan untuk membuat baris baru. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.


Hasilnya,
\begin{align} \int_{0}^{V_s} P \: dV &= \int_{0}^{\mathcal{N}} \frac{\rho kT}{nm} \: dN = \mathcal{N} kT \nonumber \\
&= \frac{2}{3} U_{\mathrm{in}} \label{p5} \end{align}

Pada contoh di atas, gunakan "&=" alih-alih "=" untuk membuat tanda "=" pada setiap baris sejajar. Kode "\mathcal{}" digunakan untuk menuliskan huruf bergaya/kaligrafi (script) sedangkan kode "\mathrm{}" digunakan untuk menuliskan huruf tegak. Beberapa variasi stye lainnya diberikan dalam tabel berikut.

Fungsi Sintaks Tampilan
math bold \(\mathbf{A}\)
math blackboard \(\mathbb{Z}\)
math fraktur \(\mathfrak{R}\)
vector \(\vec{F}\)
hat \(\hat{r}\)
overline \(\overline{PQ}\)
tilde \(\tilde{x}\)
dot \(\dot{x}\)
double dot \(\ddot{x}\)

Jika Anda masih belum akrab dengan menuliskan persamaan matematika dalam format \(\TeX{}\), Anda dapat mempelajarinya dengan berlatih di https://www.codecogs.com/latex/eqneditor.php. Di sana, Anda dapat menulis persamaan matematika dengan alat UI dan melihat sintaks Latex untuk persamaan yang Anda tulis. Sebenarnya, equation pada MS Word juga mendukung format penulisan serupa dan langsung diterjemahkan setelah Anda memencet spasi. Untuk kemudahan, beberapa sintaks yang sering digunakan saya cantumkan dalam spoiler di bawah ini.

Contoh Sintaks:

Tanda Kurung dan Matriks

Sintaks Tampilan
\(\left ( \frac{A}{B} \right )\)
\(\left [ \frac{A}{B} \right ]\)
\(\left \{ \frac{A}{B} \right \}\)
\(\left | \frac{A}{B} \right |\)
\(\left \| \frac{A}{B} \right \|\)
\(\left [ 0, \infty \right )\)
\(\left. \frac{A}{B} \right |\)
\(\left \langle \Psi | \Psi \right \rangle\)
$$ A=\begin{pmatrix} a & b & c\\ d & e & f\\ g & h & i \end{pmatrix} $$
$$ x=\left\{\begin{matrix} 1 & ;\: i=j\\ 0 & ;\: i \neq j \end{matrix}\right. $$

Untuk matriks dalam kurung siku, ganti tag "{pmatrix}" menjadi "{bmatrix}"; untuk matriks dalam kurung kurawal ganti menjadi "{Bmatrix}"; untuk matriks dalam kurung mutlak ganti menjadi "{vmatrix}"; dan untuk matriks dalam kurung mutlak ganda menjadi "{Vmatrix}".


Karakter Khusus

Sintaks Tampilan Sintaks Tampilan Sintaks Tampilan
\(\: \) \(\rightarrow\) \(\Rightarrow\)
\(\longrightarrow\) \(^\circ\) \(\times\)
\(\bullet\) \(\bigtriangleup\) \(\cdot\)
\(\cdots\) \(\pm\) \(\mp\)
\(\angle\) \(\perp\) \(\parallel\)
\(\approx\) \(\equiv\) \(\neq\)
\(\leq\) \(\geq\) \(\exists\)
\(\forall\) \(\cap\) \(\cup\)
\(\in\) \(\varnothing\) \(\partial\)
\(\nabla\) \(\infty\) \(\sum_{}^{}\)
\(\prod_{}^{}\) \(\int_{}^{}\) \(\lim_{x \to a}\)

Selanjutnya, jika Anda telah selesai menulis dan mengirim postingan, ceklah tampilan blog Anda melalui peramban pada perangkat desktop dan seluler. Bila persamaan matematikanya tidak muncul pada perangkat seluler, masuk ke pengaturan tema Blogger. Pilih tema seluler "Khusus" dan simpan pengaturan. Anda bisa juga menonaktifkan tema seluler sehingga tampilan blog Anda di perangkat seluler tetap sama seperti pada perangkat desktop.


Referensi:
https://www.mathjax.org/
http://holdenweb.blogspot.com/2011/11/blogging-mathematics.html
http://irrep.blogspot.com/2011/07/mathjax-in-blogger-ii.html

Selengkapnya...

Jumat, 04 Mei 2018

Paradoks Simpson

Paradoks Simpson adalah sebuah fenomena dalam statistika, dimana tren dari beberapa kelompok data terbalik dari tren gabungan kelompok data tadi. Paradoks ini dideskripsikan oleh Edward H. Simpson pada tahun 1951. Pemahaman dan kemampuan mengidentifikasi paradoks ini penting dalam melakukan interpretasi dan penarikan kesimpulan dari suatu data.

Sebagai contoh, tinjau performa akademik dua mahasiswa, Panijan dan Tukiyem, selama dua semester. Nilai indeks prestasi semester dan indeks prestasi kumulatif keduanya selama dua semester diberikan dalam tabel berikut.

NamaIP Semester I
(sks)
IP Semester II
(sks)
IPK
(sks)
Panijan
3,00
(22)
3,50
(11)
3,17
(33)
Tukiyem
2,88
(17)
3,42
(24)
3,20
(41)

Berdasarkan data di atas, nampak indeks prestasi semester Panijan lebih tinggi daripada Tukiyem baik pada semester I maupun II. Meskipun demikian, ternyata indeks prestasi kumulatif Tukiyem lebih tinggi daripada Panijan! Artinya, performa akademik Tukiyemlah yang lebih baik. Problem ini disebut paradoks karena secara intuitif sebagian besar orang cenderung mengira pihak yang unggul di setiap kelompok akan unggul pula secara keseluruhan. Well, hal ini hanya berlaku jika ukuran tiap kelompok seragam. Secara umum, subjek dengan nilai terbaik di setiap kelompok belum tentu memiliki nilai terbaik secara keseluruhan.

Paradoks Simpson dapat terjadi apabila sampel tidak terdistribusi secara seragam pada tiap-tiap kelompok data. Paradoks Simpson juga dapat pula terjadi bila pengelompokan data didasarkan pada hal yang tidak sepadan. Dengan demikian, data dari masing-masing kelompok tidak benar-benar merupakan sampel acak dari populasi total sehingga tidak merepresentasikan keseluruhan data. Dengan menggunakan grafik, hal ini dapat diperlihatkan pada gambar berikut.

Data dari kelompok I dan II sama-sama menunjukkan tren positif. Namun, ketika kedua kelompok digabungkan, diperoleh tren negatif.

Sekarang kita coba membahas suatu contoh kasus dengan analisa. Terdapat dua macam masalah batu ginjal, yaitu batu ginjal berukuran kecil dan batu ginjal berukuran besar. Untuk mengatasi masalah batu ginjal terdapat dua metode pula, yaitu metode sederhana (laser) dan metode kompleks (pembedahan, pengangkatan manual, dan diselesaikan dengan penembakan laser). Tingkat kesuksesan tiap metode untuk tiap masalah diberikan dalam tabel berikut.

Metode pengobatanBatu kecilBatu besarGabungan
Laser
81/87
(93%)
192/263
(73%)
273/350
(78%)
Kompleks
234/270
(87%)
55/80
(69%)
289/350
(83%)

Nampak bahwa metode kompleks memiliki tingkat kesuksesan lebih baik daripada metode sederhana untuk kasus batu ginjal kecil maupun besar, namun secara keseluruhan metode sederhana memberikan tingkat kesuksesan yang lebih baik. Jadi, bagaimana kita menafsirkan data ini? Apakah metodek kompleks memang lebih baik daripada metode sederhana, ataukan sebaliknya, ataukah keduanya sama saja? Jika metode kompleks tidak lebih baik daripada metode sederhana, tentunya melakukan metode kompleks hanyalah pemborosan uang.

Pertama-tama, kita perlu jeli memperhatikan bahwa kedua metode dibandingkan dalam dua kasus yang berbeda, bukan sekedar perbedaan waktu dan lokasi pengambilan sampel. Bila diteliti, ternyata metode sederhana lebih banyak digunakan pada masalah terkait batu ginjal berukuran kecil. Di sisi lain, metode kompleks sebagian besar diterapkan pada masalah batu ginjal berukuran besar, yang mana memiliki resiko tinggi. Hal inilah yang membuat tingkat kesuksesan metode kompleks secara keseluruhan (gabungan kedua kasus) menjadi lebih rendah, karena sebagian besar sampelnya ialah dari kasus yang beresiko tinggi. Dalam contoh kasus ini, kesimpulan yang tepat mengenai metode yang lebih ampuh haruslah melihat tingkat kesuksesan tiap metode untuk tiap kasus secara individual.

Referensi:
https://en.wikipedia.org/wiki/United_States_presidential_election,_2016
https://brilliant.org/wiki/simpsons-paradox/

Selengkapnya...

Minggu, 08 April 2018

Kisah Seorang Pemuda yang Hendak Melamar Wanita Pujaannya

Di suatu kota kecil, hiduplah seorang pemuda yang ulet. Ketika ia baru berusia sepuluh tahun, ayahnya pergi dari rumah bersama wanita lain, meninggalkan ia dan ibunya. Ibunya yang sudah lama sakit-sakitan pun baru saja meninggal dua pekan lalu. Sebelum kepergiannya, sang ibu kerap menanyakan kapan anaknya itu akan menikah. Ia ingin melihat anaknya menikah dan hidup bahagia sebelum dirinya tutup usia. Ibunya pernah beberapa kali mengajukan anak kenalannya kepada puteranya, berharap puteranya itu tertarik. Namun, si pemuda dengan berat hati selalu menolak tawaran sang ibu. Ia sudah memiliki seorang wanita idaman. Wanita itu ia kenal ketika ia berkuliah di kota. Mereka satu angkatan, satu fakultas, namun berbeda jurusan. Meskipun sudah lama jatuh hati, pemuda ini tidak pernah berani menyatakan perasaannya. Pujaan hatinya itu berasal dari keluarga berada dan terpandang.

Keinginan ibunya itu semakin terngiang-ngiang di benak pemuda itu setelah beliau meninggal. Merasa menyesal tidak bisa memenuhi keinginan terakhir ibunya, paling tidak ia harus memenuhi harapan ibunya agar bisa membangung keluarga yang bahagia. Ia pun memantapkan hati menemui pujaan hatinya dan manyatakan perasaannya. Dina, wanita pujaan hati pemuda itu, adalah gadis baik-baik yang cerdas. Ia mengenal pemuda itu sebaagai anak yang ramah dan tekun. Namun, ia tidak memiliki perasaan lebih pada pemuda itu. Karena enggan menolak permintaan pemuda itu mentah-mentah, iapun berkilah dengan dalih latar belakang keluarga mereka. Tak mungkin keluarganya menyetujui hubungan mereka sehingga lebih baik mereka berteman saja.

Sumber: https://pixabay.com/id/permainan-kartu-bermain-kartu-joker-941430/

Beberapa hari kemudian, si pemuda — menyangka bahwa restu keluarga adalah satu-satunya faktor ditolaknya cintanya — pergi menemui orang tua Dina. Pemuda itu pun bertemu dengan seorang pria tua, ayah Dina, dan menyatakan niatnya untuk mempersunting putri Pak tua itu. Setelah memperhatikan penampilan dan menanyakan latar belakang si pemuda, ayah Dina nampaknya kurang berkenan menerimanya sebagai menantu. Karena merasa tidak enak untuk langsung menolak pemuda itu, ayah Dina memberikan suatu tantangan, jika pemuda mampu memenuhinya, ia akan mengizinkan pemuda itu menikahi putrinya. Ayah Dina meminta pemuda itu menuliskan semua rangkaian permutasi satu dek kartu remi (daftar semua urutan kartu yang mungkin). Ketika pemuda itu menyelesaikannya, ia harus menyerahkan hasilnya dan barulah ia boleh menikahi putrinya. Merasa hal itu bukan pekerjaan yang terlalu sulit, si pemuda pun menyanggupi kesepakatan itu.

Hari, pekan, dan bulan berganti. Si pemuda itu tak pernah kembali menghadap orangtua Dina. Dina, yang telah mendengar perkara ini dari ayahnya, bagaimanapun menjadi penasaran. Ia memang seorang anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Dengan mengingat materi matematika yang ia pelajari saat SMA, ia pun mulai menghitung.

Dina mula-mula mengambil contoh sederhana menggunakan tiga buah kartu, kartu merah (M), kuning (K), dan hijau (H). Ada enam kemungkinan mengurutkan ketiga kartu itu (permutasinya adalah 6). Ia menuliskan daftar permutasinya di buku catatan,

HP: {(M,K,H), (K,H,M), (H,M,K), (H,K,M), (M,H,K), (K,M,H)}

Nampaknya, permutasi tiga kartu adalah pekerjaan yang sangat mudah. Selanjutnya, Dina melakukan generalisasi untuk satu dek kartu remi. Karena terdapat 52 kartu yang unik dalam satu dek kartu remi (tidak termasuk joker), terdapat 52 pilihan mengambil kartu urutan pertama. Setelah kartu urutan pertama diambil, tersisa 51 kartu sehingga kemungkinan pilihan kartu urutan kedua tinggal 51. Demikian seterusnya hingga mengambil kartu urutan ke-52. Dengan begitu, banyaknya kemungkinan urutan 52 kartu yang dipilih dari 52 kartu ialah,

P(52,52) = 52 × 51 × 50 × … × 2 × 1 = 52!

Jadi, terdapat 52! ≈ 8,07⋅1067 kemungkinan urutan kartu. Dina berasumsi jika menuliskan satu rangkaian urutan memakan waktu 1 menit maka untuk menuliskan seluruh rangkaian urutan yang mungkin akan memakan waktu sekitar 1069 detik. Berdasarkan artikel sains yang dibacanya di internet, umur alam semesta ialah 13,8 milyar tahun atau sekitar 4,35⋅1017 detik. Jadi, pemuda itu membutuhkan waktu 1052 kali usia alam semesta untuk menyelesaikan tugasnya.

Lebih jauh, Dina menghitung jumlah kertas yang diperlukan untuk menuliskan seluruh rangkaian urutan yang mungkin. Untuk menuliskan satu rangkaian urutan, ia membutuhkan sekitar 5 cm2 kertas. Kertas yang sangat tipis sekalipun memiliki ketebalan sekitar 0,02 mm. Artinya, diperlukan 1059 m3 material untuk menuliskan semua rangkaian urutan yang mungkin. Volume Bumi adalah 1,08⋅1021 m3. Jadi, pemuda itu setidaknya membutuhkan bahan sebesar 1038 kali planet Bumi untuk dijadikan bahan untuk menuliskan jawabannya.

Jelaslah tantangan dari ayah Dina mustahil diselesaikan. Si pemuda menyadari hal ini dua pekan yang lalu. Ia pun putus asa. Tak mampu menahan frustasi, ia memutuskan untuk menggantung dirinya di rumahnya.


Makassar, April 2018


Sunkar E. Gautama


Selengkapnya...

Minggu, 11 Februari 2018

Pola Moire

Pola Moire (Moire pattern) adalah suatu pola yang dihasilkan dari interferensi dua pola dengan celah transparan yang saling menimpa. Pola Moire dapat diperoleh dengan melakukan translasi (pergeseran), rotasi/revolusi (perputaran), atau perubahan ukuran pola kedua terhadap pola pertama.

Gambar 1. Pola Moire dari rotasi dua pola titik.
Gambar 2. Pola Moire dari dua pola paralel dengan sedikit selisih periode.


Translasi dari Pola Paralel

Gambar 3. Interferensi pada dua pola garis paralel dengan
selisih periode δp.

Pola Moire sederhana dapat dibuat menggunakan pola garis-garis paralel seragam dengan menggeser salah satu pola seperti pada Gambar 2. Agar interferensi kedua pola dapat terjadi, celah (gap) antargaris pada kedua pola tidak boleh persis sama atau kelipatan integer. Misalkankan pola pertama memiliki celah berjarak \(p\) dan pola kedua memiliki celah berjarak \(p+\delta p\) dengan \(0 \lt \delta p \lt p\). Ketika pola kedua ditimpa pada pola pertama (dengan menjaga keduanya tetap paralel), periode garis yang tidak persis sama menghasilkan interferensi berupa pola gelap-terang. Pusat gelap terbentuk ketika pola 1 dan pola 2 berbeda setengah fase. Pada saat itu, garis ke-\(n\) pola 2 bergeser sejauh \(n\cdot\delta p\) dari garis ke-\(n\) pola 1.



\begin{align} n \cdot \delta p = \frac{p}{2} \label{TP1} \end{align}

Atau

\begin{align} n = \frac{p}{2 \: \delta p} \label{TP2} \end{align}

Jarak antara pusat daerah terang ke pusat daerah gelap terdekat memenuhi:

\begin{align} d = n p = \frac{p^2}{2 \: \delta p} \label{TP3} \end{align}

Dengan kata lain, jarak antara pusat dua daerah terang (atau daerah gelap) yang berdekatan ialah

\begin{align} 2d = \frac{p^2}{\delta p} \label{TP4} \end{align}

Rotasi dari Pola Linear

Selanjutnya, kita akan membahas pola Moire dengan cara menimpa dua pola garis-garis paralel seragam dengan perbedaan sudut. Untuk kasus ini, interferensi tetap bisa diperoleh meskipun kedua pola memiliki periode yang sama.

Gambar 4. Pola moire dari rotasi pola bergaris.
Gambar 5. Skema pembentukan interferensi pada rotasi pola
bergaris.

Ketika pola bergaris dengan jarak celah \(p\) ditimpa dengan pola yang sama namun dengan selisih sudut \(\theta\), garis-garis pada kedua pola akan berinterferensi menghasilkan bentuk belah ketupat. Panjang rusuk belah ketupat ini memenuhi,

\begin{align} d = \frac{p}{\sin \theta} \label{RL1} \end{align}

Dari jarak jauh, barisan jajar genjang ini akan menghasilkan pola gelap terang dengan jarak pusat antara dua pita gelap (atau dua pita terang) yang berdekatan sama dengan panjang diagonal besar dari belah ketupat (perhatikan Gambar).

Dengan memperhatikan Gambar 6, kita dapat memperoleh segitiga siku-siku dengan rusuk-rusuk tegak \(p\) dan \(d+d \cos ⁡\theta \) dan rusuk miringnya ialah diagonal besar belah ketupat, \(D\). Dengan demikian, nilai \(D\) dapat dihitung dengan teorema Pythagoras.

\begin{align} D^2=p^2+d^2 (1+\cos⁡ \theta)^2 \label{RL2} \end{align}

Menyulihkan persamaan (\ref{RL1}), didapatkan

\begin{align} D^2 = p^2 + p^2 \frac{(1+\cos⁡ \theta)^2}{\sin^2⁡ \theta} = p^2 \left [\frac{(1+\cos^2 ⁡\theta + 2 \cos⁡\theta)}{\sin^2 \theta} +1 \right ] \nonumber \end{align}

Mengingat \(\cos^2 ⁡\theta + \sin^2 ⁡\theta = 1\), maka

\begin{align} D^2 = 2p^2 \left [\frac{1+\cos⁡ \theta}{\sin^2 ⁡\theta} \right ] \label{RL3} \end{align}

Menyulihkan identitas trigonometri \(\cos⁡(\theta/2) = \pm \sqrt{\frac{1+\cos⁡\theta}{2}}\) dan \(\sin \theta = 2 \sin⁡(\theta/2) \cos⁡(\theta/2)\) ke dalam persamaan (\ref{RL3}), didapatkan

\begin{align} D^2 = 2p^2 \left [\frac{2 \cos^2⁡(\theta/2)}{4 \sin^2⁡(\theta/2) \cos^2⁡(\theta/2)}\right ] = \frac{p^2}{\sin^2⁡ (\theta/2)} \nonumber \end{align}

Akhirnya didapatkan,

\begin{align} D = \frac{p}{\sin⁡(\theta/2)} \label{RL4} \end{align}

Pola Lainnya

Pola Moire dapat pula diperoleh dari interferensi pola kurva atau bahkan pola acak. Berikut ini diberikan contoh interferensi dari pola garis radial dan lingkaran.

Gambar 6. Pola moire dari pola lingkaran (kiri) dan garis radial.
Gambar 7. Contoh lain pola moire dari rotasi pola.

Selain pola Moire, kita juga dapat membuat efek animasi dari prinsip interferensi serupa. Pergeseran pola interferensi membuat pola nampak bergerak. Contohnya seperti di bawah ini.

Gambar 8. Efek animasi berdasarkan pola moire translasi.
Sumber: http://www.instructables.com/id/2D-Moire-Slit-Animation/

Jika tetangga Anda mau, Anda dapat mengunduh berkas *.docx berikut untuk bereksperimen lebih jauh mengenai pola moire.



Referensi

https://en.wikipedia.org/wiki/Moir%C3%A9_pattern

Selengkapnya...

Kamis, 09 Februari 2017

Kekeliruan (Fallacies)

Dalam pengertian luas, kekeliruan (fallacy) adalah kesalahan dalam penalaran atau retorika karena argumen yang tidak valid atau tidak masuk akal. Dalam filsafat dan logika matematika, argumen adalah sekumpulan pernyataan (statements) atau fakta koheren yang ditujukan untuk mendukung suatu pandangan. Argumen terdiri atas tiga bagian: premis, inferensi (proses penarikan kesimpulan), dan kesimpulan (conclusion). Suatu argumen dikatakan masuk akal (sound) jika dan hanya jika inferensinya valid dan semua premisnya bernilai benar. Valid-tidaknya suatu argumen bergantung pada valid-tidaknya proses inferensi, tidak terkait dengan benar-tidaknya premis-premis dan kesimpulannya. Perhatikan contoh berikut ini.

(P1) Semua manusia tidak abadi.
(P2) Socrates adalah manusia.
(K)   Socrates tidak abadi.

Argumen di atas valid (memenuhi aturan silogisme AAA-1: MaP;SaM⊢SaP) dan kedua premisnya benar, sehingga argumen di atas masuk akal (sound). Selanjutnya, perhatikan contoh argumen berikut:

(P1) Semua yang punya sayap bisa terbang.
(P2) Penguin memiliki sayap.
(K)   Penguin bisa terbang.

Argumen di atas juga valid (memenuhi aturan inferensi yang sama dengan contoh sebelumnya), namun tidak masuk akal. Tentu penguin tidak dapat terbang. Kesalahan ini terjadi karena premis mayornya (P1) tidak benar.

Baik premis, inferensi, maupun kesimpulan dari suatu argumen dapat menderita kekeliruan (fallacy). Jika premis yang dijadikan landasan tidak sesuai dengan fakta, maka kekeliruan itu disebut kesalahan faktual (factual error). Jika premisnya sudah benar, penalaran premis hingga menarik kesimpulan pun dapat mengandung kekeliruan pula (kesalahan inferensi). Kekeliruan dalam proses penalaran ini disebut kekeliruan logika (logical falacy). Secara garis besar, kekeliruan logika dapat dibagi dua macam berdasarkan argumennya, yaitu kekeliruan formal (pada argumen deduktif) dan kekeliruan informal (pada argumen induktif).

A. Kekeliruan Formal

Kekeliruan formal (formal fallacy) adalah kekeliruan dalam argumen deduktif/formal. Kekeliruan formal adalah penalaran yang tidak valid karena adanya cacat pada strukur logis sehingga dapat dengan mudah dlihat dalam format argumennya (dengan mudah dinyatakan dalam sistem logika formal seperti logika Aristotelian atau kalkulus proposional).

Oleh karena penalaran deduktif memiliki aturan yang sangat ketat, suatu argumen deduktif yang valid tidak mungkin menghasilkan kesimpulan yang salah bila premis-premisnya benar. Sebaliknya, kesimpulan dari argumen deduktif yang tidak valid bisa bernilai benar bisa juga bernilai salah. Dengan demikian, argumen deduktif yang tidak valid tidak dapat dijadikan pegangan.

1. Anecdotal fallacy/misleading vividness

Kekeliruan menggunakan bagian kecil distribusi sebagai standar umum sehingga premis dan kesimpulannya tidak koheren. Dalam argumen induktif, anecdotal fallacy berkaitan dengan hasty generalization. Anecdotal fallacy memiliki struktur formal sebagai berikut.

$$ (\exists x)P(x)\vdash(\forall x)P(x) $$ Ada \(x\) yang merupakan \(P\) sehingga semua \(x\) merupakan \(P\)
Contoh:

Kakekku seorang perokok dan pecandu alkohol berat dan hingga hari ini sehat-sehat saja di usianya yang ke-90. Jadi rokok dan alkohol itu tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak perlu takut.


2. Conjunction fallacy

Conjunction fallacy adalah kekeliruan formal yang terjadi ketika mengasumsikan bahwa kondisi yang spesifik lebih memiliki kemungkinan lebih besar daripada suatu kondisi yang lebih umum.

Contoh:
Lambertus adalah pria yang cerdas dan kritis. Ketika masih menjadi mahasiswa, ia adalah seorang aktivis yang kerap menyuarakan kesetaraan manusia dan mengkritisi penindasan yang dilakukan rezim penguasa dan golongan borjuis terhadap kaum proletar. Sekarang Lambertus telah lulus dan bekerja. Manakah yang lebih mungkin?
(a) Lambertus sekarang bekerja sebagai penjual es lilin.
(b) Lambertus sekarang bekerja sebagai penjual es lilin dan aktivis di LBH.

Sebagian besar orang akan menjawab (b), padahal jawaban yang benar adalah (a). Hal ini karena opsi (a) ialah himpunan yang lebih besar dan memuat himpunan (b), sehingga kemungkinan benarnya lebih besar. Misal himpunan penjual es lilin = A, himpunan penjual es lilin yang juga aktivis = B dan himpunan penjual es lilin yang bukan aktivis = C, maka A = B ∪ C. Dengan demikian:

  • Jika (b) benar maka (a) otomatis benar;
  • jika (a) benar maka (b) belum tentu benar (bila Lambertus termuat dalam himpunan C).

Jadi, jelas memilih opsi (a) memiliki peluang benar lebih besar.


3. Base-rate fallacy

Base rate fallacy adalah kekeliruan dalam menafsirkan suatu informasi dengan mengabaikan fakta umum akibat bias dari informasi yang lebih spesifik yang sebenarnya tidak relevan.

Misalkan penyakit anusia mewabah di suatu wilayah dan menjangkiti satu dari tiap seribu orang. Penyakit itu sangat berbahaya serta dapat menular melalui flatulensi penderita. Ilmuwan menemukan metode tes untuk mendeteksi seseorang yang terjangkit anusia. Metode itu 100% mampu mengenali penderita (0% false negatif), namun ada 5% kemungkinan mendeteksi posiitif non-penderita (5% false positif). Jika seseorang (bernama Tara) dipilih secara acak di wilayah itu untuk dites dan ternyata tes memberikan hasil positif, berapa persen kemungkinan Tara menderita anusia?

Kebanyakan orang akan menjawab 95%, padahal jawabannya tidak sampai 2%. Misalkan dari 1000 orang, kemungkinannya 1 di antaranya terjangkit anusia, 999 lainnya bebas anusia.

Jumlah orang yang terdeteksi positif, \(D = false\: positif + true\: positif = 5\% \cdot 999 + 1\).
Peluang Tara terjangkit ialah [jumlah Tara]/[kemungkinan jumlah yang terdeteksi positif].
$$p=\frac{1}{D} = \frac{1}{0,05⋅999+1}=0,0196$$

4. Masked-man fallacy

Masked-man fallacy atau intensional fallacy terjadi bila hukum Leibniz digunakan secara sumbang dalam argumen. Hukum Leibniz menyatakan bahwa, jika suatu objek memiliki properti tertentu, sementara objek lain tidak memiliki properti yang sama, tidak mungkin keduanya identik. Kekeliruan ini terjadi ketika seseorang menggunakan mengabaikan pengetahuannya yang terbatas dan mengandalkan intensi atau keyakinan dalam menyusun premis.

Contoh 1:

(P1) Saya tahu Jason; (P2) Saya tidak tahu ranger merah; (K) jadi Jason bukan ranger merah.

Contoh 2:
(P1) Saya kenal Samber, dia orangnya alim, pintar dan ramah.
(P2) Aksi teror kemarin sangat biadab, pelakunya pastilah sangat kejam.
(K)   Pelaku teror itu pastilah bukan Samber.


5. Quantification Fallacies

Kesalahan dalam logika di mana quantifier pada premis tidak sesuai dengan quantifier pada kesimpulan yang diambil.

  1. Quantifier-Shift fallacy
    Menggeser kuantifikasi pada premis ke kesimpulan. Contoh pergeseran kuantitas universal:

    (P) Semua orang menyukai sebagian jenis buah
    (K) Sebagian jenis buah tidak disukai oleh semua orang

    Contoh pergeseran eksistensial

    (P) Sebagian orang tidak menabung di semua bank.
    (K) Semua bank tidak ditabungi oleh sebagian orang.

  2. Kekeliruan Eksistensial
    Dalam kekeliruan eksistensial, kita mengandaikan bahwa suatu kelas memiliki anggota padahal kelas itu adalah himpunan kosong. Padahal, dalam kondisi demikian, semestinya kita tidak boleh berasumsi impor eksistensial.
    Contoh:

    (P) Semua unicorn memiliki tanduk di kepalanya.
    (K) Sebagian yang memiliki tanduk adalah unicorn.

    Jika (P) bernilai benar, tidak berarti unicorn benar-benar ada (eksis). Jika dibalik, kekeliruan ini muncul dari ambiguitas suatu implikasi — apakah bernilai benar atau salah — jika antecedent-nya berupa himpunan kosong.


6. Kekeliruan Proposional (Propositional falacies)

Kekeliruan proposional adalah kekeliruan formal akibat salah menafsirkan konjungsi, disjungsi, atau implikasi pada premis-premis yang digunakan.

  1. Affirming a disjunct (Menerima disjungsi) $$ A \vee B;\; B\; \vdash \neg A$$ Contoh:
    (P1) Budi sedang sekolah atau Budi sedang bermain.
    (P2) Budi sedang bermain.
    (K)   Budi tidak sedang sekolah.

    Kesimpulan (K) keliru karena langsung melompat menegasikan B: “Budi sedang bermain”. Disjungsi bernilai benar jika salah satu atau kedua terma bernilai benar. Jadi, bisa saja Budi sedang bermain di sekolahnya.

  2. Denying a conjunct (Menolak konjungsi) $$\neg(A \wedge B);\; \neg B\; \vdash A$$ Contoh:
    (P1) Saya tidak mungkin menghadap kiri dan menghadap kanan bersamaan.
    (P2) Saat ini saya tidak menghadap kiri.
    (K)   Saat ini saya menghadap kanan.

    Kesimpulan (K) keliru karena melompat dengan langsung menerima A. Negasi dari konjungsi bernilai benar jika salah satu atau kedua terma bernilai salah. Jadi, bisa saja saat ini saya tidak sedang menghadap ke kiri maupun ke kanan (sedang menghadap ke bawah misalnya).

  3. Affirming the consequent (Menerima akibat) $$P\implies Q;\; Q\; \vdash P$$ Salah bila A⊆B. Contoh:
    (P1) Jika hujan maka jalanan akan basah.
    (P2) Jalanan basah.
    (K)   Hujan turun.

    Implikasi bernilai benar bila: (1) sebab dan akibat benar, (2) sebab dan akibat salah, (3) sebab salah dan akibat benar. Jadi, meskipun hujan tidak turun, bisa saja jalanan basah karena disiram atau warga baru saja pipis massal di jalan.

  4. Denying the antecedent (Menolak sebab) $$P\implies Q;\; \neg P\; \vdash \neg Q$$ Salah bila A⊆B. Contoh:
    (P1) Kucing adalah mamalia.
    (P2) Anggota dewan bukan kucing.
    (K)   Anggota dewan bukan mamalia.

    Sama halnya dengan affirming the consequent. Meskipun sebab (P) bernilai salah, akibat (Q) tidak perlu bernilai salah agar P⟹Q bernilai benar.


7. Kekeliruan Silogisme (formal syllogistic fallacies)

Silogisme adalah argumen yang berbentuk

(P1) q1 ±M adalah ±P.
(P2) q2 ±S adalah ±M.
(K)   q3 ±S adalah ±P.

Dengan premis mayor P1, premis minor P2, kesimpulan (conclusion) K, predikat P, subjek S, medium (middle) M, dan quantifier q1, q2, dan q3. Beberapa bentuk kekeliruan formal terkait silogisme antara lain sebagai berikut.

  1. Illicit major
    $$ A \subset C;\; B \cap A = \emptyset\; \vdash B \cap C = \emptyset $$ (P1) Semua A adalah C; (P2) Tidak ada B yang A; (K) Tidak ada B yang C
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \(C=A \cup B\).
    Contoh:

    (P1) Semua kucing adalah mamalia.
    (P2) Tidak ada anjing yang termasuk kucing
    (K)   Tidak ada anjing yang termasuk mamalia.

  2. Illicit minor
    $$ A \subset C;\; A \subset B\; \vdash B \subset C $$ (P1) Semua A adalah C; (P2) Semua A adalah B; (K) semua B adalah C.
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \(A \subset (B \cap C)\).
    Contoh:

    (P1) Semua kucing adalah karnivora.
    (P2) Semua kucing hidup di darat.
    (K)   Semua yang hidup di darat adalah karnivora.

  3. Fallacy of undistributed middle
    $$ A \subset C;\; B \subset C\; \vdash A \subset B $$ (P1) Semua A adalah C; (P2) Semua B adalah C; (K) Semua A adalah B.
    C berperan sebagai “middle” atau “medium” antara (P1) dan (P2).
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \((A \cup B)\subset C\).
    Contoh:

    (P1) Semua sepeda adalah kendaraan.
    (P2) Semua mobil adalah kendaraan.
    (K)   Semua sepeda adalah mobil.

  4. Fallacy of exclusive premises
    $$ A \cap B = \emptyset;\; B \cap C \neq B\; \vdash C \cap A \neq C $$ (P1) Tidak ada A yang B; (P2) Beberapa B bukan C; (K) beberapa C bukan A.
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \(A \cap C = \emptyset\).
    Contoh:

    (P1) Tidak ada kura-kura yang merupakan gunung.
    (P2) Beberapa gunung adalah gunungapi.
    (K)   Beberapa gunungapi bukan kura-kura.


8. Fallacy fallacy

Fallacy fallacy atau argument from fallacy ialah kekeliruan logika dengan beranggapan jika suatu argumen keliru maka kesimpulannya juga pasti keliru. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kesimpulan dari argumen deduktif yang tidak valid belum bisa dipastikan bernilai salah. Kekeliruan ini menyerupai denying the antecedent,

$$ P\implies Q;\; \neg P\; \vdash \neg Q$$

Dengan P; alih-alih suau pernyataan atau premis; adalah argumen yang dimaksud secara keseluruhan.



B. Kekelirual Informal

Argumen induktif tidak setegas dan seketat argumen deduktif. Meskipun demikian, argumen induktif dengan premis yang tepat pun bisa diikuti dengan kesimpulan yang keliru. Kekeliruan semacam ini digolongkan sebagai kekeliruan informal (informal fallacy). Kekeliruan ini terjadi bila premis yang dinyatakan tidak cukup untuk mendukung kesimpulan yang diajukan. Argumen dengan kekeliruan informal sarat akan bias dan biasanya mengeksploitasi emosi, kadar intelektual, atau kelemahan psikologis pendengar.

Secara garis besar, kekeliruan informal dapat berupa kekeliruan dalam hal relevansi, ambiguitas, dan pra-asumsi.

1. Perfect solution fallacy (berkaitan dengan false dilemma)

Menolak suatu solusi karena tidak menyelesaikan persoalan secara sempurna.

Contoh:

Parto menunjukkan bahwa kondom tidak 100% mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual. Oleh karena itu, sosialisasi penggunaan kondom adalah langkah yang keliru.

Parto tidak mengindahkan tujuan dari penggunaan kondom ialah menekan penyebaran pms dan kehamilan yang tidak diharapkan (dan berujung aborsi), dan memang tidak mungkin melenyapkannya sama sekali. Jika hanya solusi sempurna yang boleh dilakukan, bisa jadi tidak ada apa-apa yang bisa dilakukan.


2. Argument from ignorance

Argumen from ignorance adalah argumen yang memuat asumsi:

  • jika suatu pernyataan belum terbukti salah maka tidak dapat dikatakan salah, dengan demikian bisa dianggap benar.
    Contoh:
    "multiverse belum terbukti tidak ada, dengan demikian teori multiverse adalah benar."
  • jika suatu pernyataan belum terbukti maka tidak dapat dikatakan benar, dengan demikian bisa dianggap salah.
    Contoh:
    multiverse belum terbukti, dengan demikian teori multiverse tidak benar.

3. Hasty generalization

Melakukan generalisasi dari jumlah sampel yang kecil.

Contoh:

Ketika A liburan ke X, ia berkeliling ke berbagai tempat dengan taksi. Tiga dari tiga taksi yang dinaikinya, sopirnya tidak ramah. Karenanya A berkesimpulan bahwa orang-orang negara X tidak ramah.


4. Slothful induction/appeal to coincidence

Kebalikan dari hasty generalisation, yakni mengambil kesimpulan dengan mengingkari bukti-bukti signifikan.

Contoh:

Penganut paham Bumi Datar menolak klaim bahwa Bumi bulat (pepat) dan meyakini bahwa Bumi datar karena dari pengamatan sehari-hari Bumi terlihat datar. Mereka mengingkari bukti-bukti berdasarkan pengamatan yang lebih teliti yang mendukung bahwa Bumi bulat serta metode yang bisa digunakan untuk mengetahui bahwa permukaan Bumi melengkung seperti permukaan bola. Mereka juga mengingkari piranti elektronik yang didasarkan pada teori ilmiah dengan berkilah hal itu adalah konspirasi komunitas ilmiah.


5. Cherry picked

Mengambil sampel kecil data dalam ruang/waktu terbatas secara secara cermat yang sesuai dengan asumsinya serta mengabaikan sampel lainnya agar sesuai. Patut diingat bahwa cherry picked mengambil data faktual namun dipilah-pilih secara tidak valid. Jika data yang digunakan adalah data fiktif maka kesalahan itu termasuk kesalahan faktual.

Contoh:

Seseorang mengklaim “Rumah ibadah kami tidak rusak karena bencana alam itu, ini adalah campur tangan Tuhan" untuk menunjukkan bahwa agamanyalah yang benar. Pengklaim mengabaikan struktur lain yang bertahan dalam bencana itu atau rumah ibadah mereka yang lain yang rusak karena bencana di lain tempat/waktu.

Mengambil sampel data pada rentang waktu tertentu saja (gambar kiri) dan menunjukkan telah terjadi penurunan nilai serta mengabaikan/menyembunyikan data pada rentang waktu lainnya.

Data bergantung waktu pada rentang yang dipilih (kiri) dan rentang yang lebih besar (kanan).

6. Composition fallacy

Kesalahan dalam melakukan generalisasi karena mengabaikan esensi yang berubah menjadi aksiden atau sebaliknya.

Contoh:

“Tidak ada atom yang hidup sehingga tidak ada yang terbuat dari atom bisa hidup.”

Pembicara mengabaikan bahwa properti atom dapat berubah ketika bersenyawa dengan atom lainnya, serta ciri-ciri makhluk hidup baru dapat muncul pada level molekuler.

“Jika penghasilan seseorang meningkat, hidupnya akan jadi lebih makmur. Oleh karena itu, jika penghasilan semua orang meningkat, semuanya akan jadi lebih makmur.”

Pembicara luput memperhitungkan bahwa tingkat kemakmuran adalah kekayaan relatif seseorang dalam komunitas. Ketika penghasilan semua orang serentak naik bersamaan, harga barang/jasa yang ditawarkan pun naik dengan rasio serupa sehingga daya beli tiap orang tidak mengalami perubahan.


7. Appeal to popularity

Menganggap sesuatu yang diterima secara umum sebagai kebenaran. Kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan fakta, belum tentu sama dengan sesuatu yang diterima atau dipercayai banyak orang.

Contoh:

“Banyak orang mengatakan komunisme itu keji, berbahaya, ateistik. Jadi jelaslah ideologi komunisme itu tidak baik.”

Pembicara menolak membahas mengenai substansi komunisme dan berkilah menggunakan pandangan orang lain pada umumnya, padahal masyarakat luas belum tentu mengetahui pandangan komunisme yang sebenarnya dan menganggap komunis itu keji juga berdasarkan anggapan umum.


8. Appeal to authority (bandwagon)

Menganggap sesuatu benar karena dikatakan oleh pihak otoritas. Patut dicatat bahwa pernyataan berdasarkan konsensus para pakar di bidangnya (dalam hal teknis) tidak termasuk kekeliruan logika.

Contoh:

“Walikota mengatakan menutup lokalisasi dapat menekan praktik seks bebas, maka jika lokalisasi ditutup jumlah seks bebas pasti menurun.”

Pembicara tidak melontarkan argumen yang membahas dinamika dan dampak penutupan lokalisasi: ke mana perginya para penjaja syahwat dan pelanggannya, pengontrolan, serta efek lainnya. Pembicara hanya mengutip perkataan otoritas dan menganggapnya sudah pasti benar tanpa menganalisanya.


9. Appeal to purity (no true Scotchhman)

Argumen appeal to purity digunakan untuk menghindari kritik dengan menginterpretasi ulang suatu terma sehingga argumen versinyalah kebenaran yang sesungguhnya dan yang diluar itu adalah keliru. Argumen semacam ini disebut juga sebagaii “no true Scotchman”, berdasarakan contoh yang populer berikut.

Contoh:

“Angus menyatakan bahwa orang Skotlandia tidak menaruh gula di bubur mereka. Lachlan menyatakan bahwa ia adalah orang Skotlandia dan ia menambahkan gula di buburnya. Angus geram dan berteriak ‘Scotsman sejati tidak menambahkan gula dalam buburnya’.”

Angus melemparkan argumen bahwa orang Skotlandia tidak menaruh gula dalam buburnya. Ketika Lachlan melemparkan contoh kontradiksi, Angus merekonstruksi terma “orang Skotlandia sejati” dan menuduh Lachlan bukan seorang Skotlandia sejati sehingga bantahannya tidak manjatuhkan argumen Angus sebelumnya.

Kekeliruan ini juga sering digunakan dengan mengadopsi stereotipe yang telah cukup dikenal sebagai syarat wajib tanpa didukung argumen yang rasional.

“Pria berpendidikan pastilah berpenampilan rapi. Jadi, mahasiswa yang gondrong dan berpenampilan urakan pastilah mahasiswa abal-abal.”


10. Appeal to emotion

Menjadikan perasaan/emosi sebagai alasan pembenaran ataupun kompromi.

Contoh:

Ari tidak menghabiskan makanan di piringnya karena kekenyangan. Temannya, Budi, mengingatkan: “Habiskan makananmu, jangan buang-buang makanan. Ingat di luar sana masih banyak orang yang kurang beruntung dan kelaparan”.

Budi tidak memperhitungkan bahwa entah sisa makanan di piring Ari dihabiskan atau tidak tak akan mempengaruhi isi perut orang-orang yang kurang beruntung.


11. Personal incredulity

Mengklaim suatu teori atau argumen keliru hanya karena tidak bisa dipahami olehnya.

Contoh:

“Tidak masuk akal kalau ayam bisa hidup tanpa kepala.”


12. Argumentum ad hominem

Menyerang pribadi, kondisi atau posisi lawan alih-alih pernyataan yang disampaikannya.

  1. Abusive ad hominem
    Menyerang pribadi lawan bicara.
    “Si A pernah dipenjara karena membunuh, jadi pendapatnya pastilah keliru.”
    “Jangan percaya kata-katanya, matanya saja buta sebelah seperti Dajjal.”
  2. Circumstantial ad hominem
    Menyerang kondisi lawan bicara.
    “Saya ini anggota dewan dan kamu cuma rakyat biasa, kamu tak tahu apa-apa tentang pemerintahan. Jadi tidak usah berkomentar mengenai kebijakan kami.”
  3. Tu quoque ad hominem
    Menunjuk bahwa lawan juga pernah melakukan hal yang sama, dengan demikian tidak salah bila ia juga melakukan hal serupa.
    “Kamu/adikmu sendiri juga pernah pernah memerima suap jadi tidak masalah kalau kami juga menerima suap.”

Perlu dicatat bahwa tidak semua argumentum ad hominem adalah kekeliruan logika. Menyerang pribadi lawan untuk membuktikan bahwa ia mengatakan kebohongan dapat dibenarkan. Argumen tu quoque mungkin bisa dijadikan semacam pembelaan diri terhadap pihak penyerang, tetapi tetap saja tidak valid bila dijadikan pembenaran.


13. False dilemma/false dichotomy

Menganggap kebenaran dalam suatu hal hanya mungkin satu di antara dua pilihan, padahal terdapat kemungkinan lain (berpikiran hitam-putih).

Contoh:

“Jika ada yang tidak sepakat praktik LGBT dikenai sanksi pidana maka ia pasti seorang LGBT.”

Pembicara tidak mengindahkan aspek lain seseorang yang tidak sepakat dengan hukuman pidana bagi pelaku LGBT dan mengacuhkan variasi penyebab seorang LGBT. Pembicara hanya membedakan orang dalam dua kelas, LGBT dan hetereseksual-normal. Bisa jadi lawan bicaranya bukan LGBT, tidak menyukai LGBT, namun menganggap pemidanaan adalah hal yang tidak sepantasnya mereka dapatkan.


14. Argument to moderation (Middle ground)

Kebalikan dari False Dilemma: berkompromi dengan mengambil jalan tengah antara dua argumen, padahal salah satu argumen adalah yang benar.

Contoh:

Menurut A vaksin dapat menyebabkan cacat mental, menurut B vaksin tidak menyebabkan cacat mental. Dapat kita ambil kesimpulan sebagian vaksin dapat menyebabkan beberapa cacat mental.

Mengambil jalan tengah dari dua klaim semata-mata untuk berdamai tanpa didukung argumen kuat yang membenarkan keduanya.


15. Circular reasoning dan begging the question

Menjadikan asumsi sebagai pembuktian kesimpulan.

Contoh:

“Emas tidak bisa berkarat karena emas adalah logam mulia.”

Penjelasan berputar pada definisi terma pada pertanyaan. Dalam contoh di atas, karena emas tidak bisa berkarat makanya disebut logam mulia.

“Pembakaran hutan tidak merusak hutan karena hutannya masih bisa ditanami.”

Penjelasan yang tidak menjawab mengenai pembakaran hutan, namun memutar persoalan menggunakan apologi mengenai bisa-tidaknya hutan terbentuk kembali.

“Tidak mungkin X adalah perbuatan yang salah. Itu merupakan sabda nabi kami dan nabi kami tidak mungkin salah karena beliau adalah orang suci.”

Contoh begging the question, memberikan klaim yang meminta/memaksakan pihak lawan untuk menerima argumennya tanpa perlu dipertanyakan.


16. Strawman

Memanipulasi (mendistorsi, mereduksi, atau melebih-lebihkan) argumen lawan bicara untuk memberikan tafsiran menyesatkan agar lebih mudah diserang.

Contoh:

“Menurut teori evolusi manusia itu berevolusi dari monyet. Kalau begitu mengapa monyet masih ada hingga sekarang?”

Pembicara berupaya mendistorsi teori evolusi yang menyatakan spesies berevolusi dari nenek moyang yang sama. Jadi baik manusia dan monyet modern; jika ditelusuri terus ke belakang; memiliki nenek moyang yang sama (primata purba).


17. False cause

Salah menafsirkan kebetulan atau korelasi dengan implikasi tanpa didukung penalaran yang kuat.

Contoh:

“Dari tahun ke tahun, jumlah bajak laut menurun. Dari tahun ke tahun, suhu rerata Bumi meningkat. Jadi, penurunan jumlah bajak laut menyebabkan pemanasan global.”

Pembicara menginterpretasikan relasi antara jumlah bajak laut dan suhu global menggunakan sampel data yang sangat kecil (hanya pada satu planet, Bumi) dan mengabaikan parameter-parameter lainnya.


18. Slippery slope

Menjatuhkan argumen lawan dengan melebih-lebihkan argumen lawan secara ekstrim sehingga menjadi keliru. Kekeliruan ini berkaitan dengan strawman.

Contoh:

“Menurut si B, ojek dan taksi berbasis online sebaiknya dilegalkan karena sangat membantu masyarakat. Coba bayangkan bagaimana kalau kita bisa bikin sesuatu seenaknya hanya karena disukai masyarakat meskipun di luar koridor hukum. Kalau begitu untuk apa ada aturan?”

“Aktivitas homoseksual itu tidak akan membuahkan keturunan, oleh karenanya LGBT itu berbahaya. Coba bayangkan kalau kalau semua orang menjadi LGBT, manusia akan punah dalam satu generasi.”


19. Ambiguity

Memanfaatkan terma yang ambigu dalam argumen sebagai pemakluman/apologi untuk mengelak.

Contoh:

Mentri X mengatakan akan mundur jika pekerjaannya tidak berjalan dengan baik. Ketika pekerjaannya tidak terlaksana dengan baik dan ditagih untuk mundur, mentri X melangkah mundur dan mengklaim telah memenuhi janjinya.

Mentri X berkilah dari kata-katanya sendiri dengan mengubah tafsiran “mundur” – yang lazimnya dipahami sebagai mengundurkan diri – menjadi “melangkah mundur”.

“Pakaian ketat dan celana pendek itu tidak sopan, tidak sesuai dengan budaya ketimuran.”

Di sini, pembicara menggunakan istilah “budaya ketimuran” yang ambigu dan secara halus menyesuaikannya dengan preferensinya. Budaya ketimuran mana yang dimaksud? Timur tengah? Asia timur? Indonesia timur?


20. Onus probandi (burden of proof)

Memberikan klaim namun menggeser beban pembuktian kepada pendengar.

Contoh:

“Ada secangkir teh yang mengorbit matahari di antara orbit Bumi dan Mars. Kalau kamu tak bisa membuktikannya keliru maka itu pastilah benar.”


21. Special pleading

Mengubah/menggeser klaim (dengan pernyataan yang bersifat lebih khusus) ketika klaim awalnya mulai dipatahkan dan melakukan pembelaan bahwa pembuktian klaim khusus itu otomatis membuktikan klaim awalnya.

Contoh:

Basri mengklaim pemanasan global adalah hoax. Setelah lawannya menunjukkan data temperatur global selama seabad terakhir, Basri menggeser klaimnya tanpa mengakui kesalahannya, “Ya, temperatur global memang sedikit mengalami tren kenaikan, tapi itu adalah efek alami, bukan karena aktivitas manusia”.

Dimas mengklaim bisa menggandakan uang menggunakan kekuatan supranatural. Ketika diminta untuk membuktikan kemampuannya di tempat yang netral, Dimas berkilah ia hanya bisa mengeluarkan kemampuannya atas seizin Yang Maha Kuasa, dan Ia tidak memberikan izin saat itu.

Patut dicatat bahwa bila pihak yang menggeser klaim itu telah mengakui klaim awalnya memang tidak tepat maka penggeseran klaim tidak termasuk kekeliruan logika. Adapun benar/tidaknya klaim koreksinya adalah perkara baru.


22. Complex question/loaded question

Memberikan pertanyaan yang telah memuat pernyataan yang memaksa lawan mengakui salah satu di antara pilihan yang diberikan. Kekeliruan ini adalah bentuk pertanyaan yang memuat false dilemma.

Contoh:

“Apa kamu menyesal telah menghina Pak Mamat?”

Pertanyaan di atas telah memuat pernyataan bahwa yang ditanya memang telah menghina Pak Mamat. Kecuali yang ditanya pernah mengakui bahwa ia memang telah melecehkan Pak Mamat, pertanyaan di atas adalah suatu kekeliruan logika.




Referensi:

https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_fallacies (daftar yang lengkap)
http://www.logicalfallacies.info/
https://yourlogicalfallacyis.com/ (Anda bisa mengunduh poster yang keren di sana)
http://www.fallacyfiles.org/


Baca juga:

Logika Matematika
Modus Ponens dan Paradoks Curry

Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.