Tampilkan postingan dengan label kosmologi. Tampilkan semua postingan
Tampilkan postingan dengan label kosmologi. Tampilkan semua postingan

Selasa, 15 November 2016

Revisi Pengantar Kosmologi

Pengantar Teori Relativitas Umum dan Kosmologi revisi 2.0. Disertai penambahan materi pengantar relativitas umum secara signifikan. Total 273 halaman (5,64 MB). Atas saran beberapa pembaca, berkas saya unggah melalui Google Drive. Silakan dicek di sini.
Selengkapnya...

Minggu, 25 Januari 2015

Pengantar Kosmologi

Pengantar Kosmologi revisi 1.1 (2015). Isi buku ini meliputi:

  • Teori relativitas umum
  • Ruang dan waktu (hukum Hubble, formulasi ruang-hiper, jarak dan horizon)
  • Dinamika alam semesta (kosmologi Big Bang, pengembangan yang dipercepat, persamaan Friedmann dan persamaan fluida)
  • Model-model alam semesta (model Einstein, model de Sitter, model-model Friedmann, model ΛCDM)
  • Infkasi kosmik
  • Kronologi alam semesta dan formasi struktur (kronologi alam semesta, CMB-R, materi gelap, struktur besar alam semesta)
Silakan dicek di halaman Download Buku. Gratis!
Selengkapnya...

Minggu, 21 Oktober 2012

Kerucut Cahaya dan Sekilas Mengenai Ruang Minkowski

Mari kita awali dengan konsep.

Mobil Sukri melintasi perempatan Jalan Apel Malang dan Deny berada perempatan yang sama tepat di jalur mobil Sukri (koordinat x, y, dan z-nya persis sama). Mengapa mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya ialah karena Deny berdiri di perempatan kemarin pagi dan mobil Sukri melintas tadi sore.

Mobil Sukri melintasi perempatan jalan dan di saat yang tepat sama Deny jongkok di perempatan jalan. Mengapa Mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya karena mobil Sukri melintas di perempatan Jalan Apel Malang dan Deny nongkrongnya di perempatan Jalan Apel Washington (keduanya bukan perempatan yang sama).

Berdasarkan data GPS, Sukri berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S, dan Deny juga berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S pada waktu yang tepat sama. Mengapa Deny dan Sukri tidak berpapasan? Jawabannya karena Deny berada di halaman dan Sukri 10.000 m di atas permukaan tanah duduk nyaman di kursi pesawat.

Oke, dengan penjabaran di atas kita telah menemukan suatu hal yakni: kecuali kita hanya bisa bergerak searah dan (nyaris) seragam dalam waktu, tidak ada perbedaan hakiki antara ruang (x,y,z) dan waktu (t). Lalu kenapa kita membedakannya? Jadi mari kita gabungkan saja dimensi waktu ke saudara-saudaranya yang lain, lalu kita buat “ruang”, bukan satu, dua, atau tiga melainkan empat dimensi.

Jadi, kita sudah bosan menggambarkan posisi benda dalam ruang tiga dimensi, dan saat ini kita ingin menggambarkan posisi suatu benda dalam ruang empat dimensi (yakni 3 dimensi spasial dan satu dimensi waktu). Perhatikanlah saat Anda melempar sebuah kerikil ke atas permukaan air. Saat kerikil menyentuh permukaan air, timbullah suatu muka gelombang, lalu beberapa saat kemudian muncul lagi gelombang baru dan demikian seterusnya sehingga seolah-olah titik jatuhnya batu itu menjadi pabrik yang memproduksi gelombang-gelombang dengan periode tetap (catatan: kalimat ini sepertinya panjang sekali). Kurang lebih gambarnya seperti di bawah ini.



Jika titik jatuhnya batu di x = a dan seekor ikan megap-megap mencari udara di titik x = b (kita kesampingkan sumbu y dan z dengan asumsi kedua titik berada di nilai y dan z yang tepat sama). Jika saat kerikil menyentuh permukaan air kita beri nilai t = 0, maka gelombangnya baru akan diterima oleh ikan saat t = 3 detik. Jadi informasi mengenai jatuhnya batu datangnya terlambat dari peristiwa sebenarnya. Seandainyasi ikan buta (ia hanya dapat menerima rangsang melalui indera peraba), maka saat ikan menyadari “Wah, ada batu yang jatuh nih” sebenarnya ia menerima isyarat dari peristiwa masa lalu (tiga detik yang lalu).

Nah, sebenarnya demikian pula dengan isyarat cahaya. Cahaya dari Matahari memerlukan waktu sekitar delapan menit untuk sampai ke Bumi. Artinya foton yang kita terima ialah foton yang dipancarkan Matahari delapan menit yang lalu, sehingga Matahari yang kita lihat ini ialah Matahari delapan menit yang lalu. Kalau seandainya Matahari tiba tiba meledak, maka kita baru akan menyadarinya delapan menit kemudian. Bahkan andaikan bila Matahari tiba-tiba raib (jangan tanya saya apa kira-kira penyebabnya), maka orbit Bumi baru akan terganggu delapan menit kemudian. Ini terjadi karena menurut TRK, tidak ada isyarat yang bisa melaju lebih cepat daripada kelajuan cahaya (c), termasuk gravitasi. Jadi, kalau Anda melihat suatu bintang bersinar terang di langit, mungkin saja di saat ini bintang itu sudah lenyap, karena cahaya yang Anda lihat itu adalah cahaya dari puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Sederhananya, kita bukan hanya tak bisa melihat masa depan, melihat masa kini pun kita tak mampu. Kita hanya dapat melihat masa lalu!

Gambaran mengenai posisi suatu objek dalam ruang waktu sering dipresentasikan dalam diagram kerucut cahaya(*). Mudahnya, kita mereduksi sumbu x, y, dan z menjadi r untuk alasan penyederhanaan dan menggambarkan diagram r versus t dalam koordinat kartesian.



Perhatikan pada gambar (a), andaikan seorang astronot dalam pesawat luar angkasa yang beada di dekat Matahari (jangan ditanya nyaman atau tidak)melihat ke arah Bumi. Dengan teleskop supercanggih ia melihat Pak Bakir mau memesan kopi di warung kopi. Si astronot belum tahu kopi apa yang dipesan oleh pak Bakir, tetapi Pak Boker yang duduk di dekat Pak Bakir telah menyaksikan pak Bakir menyesap kopi dengan nikmatnya. Ini terjadi karena isyarat cahaya yang membawa informasi kopi-apa-yang-diminum-Pak-Bakir membutuhkan waktu delapan menit untuk sampai ke astronot yang tengah kepanasan. Jadi informasi yang keluar dari suatu sumber pasti mengarah ke masa depan.

Pada gambar (b), seperti yang kita jelaskan sebelumnya, informasi tentang meledaknya pesawat luar angkasa yang digunakan astronot di dekat Matahari sebenarnya sudah terjadi delapan menit yang lalu. Jadi informasi yang diterima oleh suatu pengamat pastilah berasal dari masa lalu. Garis cahaya pada gambar (b) menunjukkan alam semesta yang kita lihat (alam semesta teramati) karena semua objek yang terlihat pasti berada pada garis cahaya masa lalu.

Jika kita menggabungkan Bumi sebagai sumber informasi (gambar (a)) dan Bumi sebagai pengamat (gambar (b)), diperolehlah gambaran lengkap mengenai lalu-lintas informasi di suatu objek, yang kita sebut kerucut cahaya.

Dari pemaparan di atas, nampak jelas garis yang membentuk segitga atau kerucut itu ialah lintasan cahaya. Ingatlah bahwa gradien garis dalam plot ruang-waktu merepresentasikan kecepatan (dx/dt). Makin tinggi kecepatan suatu isyarat, maka garisnya akan semakin landai pada diagram ruang-waktu (lihat gambar). Semenjak tidak ada isyarat yang bisa bergerak lebih cepat dari kelajuan cahaya, maka lintasan isyarat yang diperkenankan harus berada di dalam kerucut (daerah time-like ), kecuali cahaya yang bisa berada tepat pada batas kerucut (light-like atau null-like).



Ruang Minkowski

Nah, saya sudah cukup banyak menjelaskan mengenai ruang datar empat dimensi ini dan juga mengenai kerucut cahaya. Sekarang saya perkenalkan secara resmi ruang empat dimensi yang dipakai ini bernama ruang Minkowski (diambil dari nama matematikawan Hermann Minkowski). Jadi ruang Minkowski ialah ruang datar empat dimensi dengan sumbu-sumbu x, y, z, t yang saling ortogonal.

Untuk mengetahui sifat matematis dari ruang Minkowski, perlu diketahui elemen garisnya. Terdapat beberapa syarat untuk menentukan elemen garis dari ruang Minkowski yakni sebagai berikut.

  1. Semua objek dan peristiwa yang terjadi pada garis cahaya terjadi secara simultan. Karena matahari 8 menit yang lalu dan proxima centaury 4,2 tahun yang lalu terjadi bersamaan (isyaratnya sampai secara bersamaan), maka jaraknya 0. Dengan begitu “jarak” pada garis cahaya = 0.
  2. Jarak antara dua objek yang selang komponen waktunya nol, Δt = dt = 0, maka elemen garisnya haruslah tereduksi menjadi elemen garis dalam ruang euklides, yang bila dinyatakan dalam koordinat kartesian ialah

Penting untuk diketahui yang dimaksud jarak di sini tidak persis sama dengan definisi jarak yang secara umum dipahami. Berdasarkan kedua syarat di atas, dapat diperoleh dua kemungkinan elemen garis dari ruang Minkowski yakni



atau


Di mana dr ialah elemen garis dalam ruang Euclid, dr2 = dx2 + dy2 + dz2 dan suku kelajuan cahaya (c) dibubuhkan untuk kesetaraan dimensi dalam sistem SI. Meskipun demikian sering dinyatakan c = 1, sehingga c2dt2 = dt2 dan memang sepatutnya tidak ada perbedaan (dalam penulisan berikutnya saya menganggap c = 1). Kedua hasil di atas pada intinya sama saja, dan keduanya sama-sama sering dipakai ([+ - - -] dan [– + + +]). Jika menggunakan ketentuan ke-1, elemen garis dalam ruang Minkowski dapat ditulis lengkap menjadi:




Definisi koefisien tiap-tiap komponen sumbu dalam elemen garis ialah



,

Dan gμν dengan μν sama dengan nol, serta x0 = t, x1 = x, x2 = y, dan x3 = z (**).

Koefisien-koefisien ini dapat ditulis dalam bentuk matriks, yakni



Yang disebut sebagai tensor metrik. Tensor metrik tidak lain ialah representasi matematis (dalam bentuk tensor – matriks) dari suatu sistem ruang.

Keterangan:
(*)   jika diproyeksikan dalam dua dimensi akan nampak berupa segitiga.
(**) angka-angka itu ialah indeks yang dituliskan di atas, bukan pangkat.

Selengkapnya...

Sabtu, 21 April 2012

Ekspansi Alam Semesta Dipercepat!

Para astronom mengggunakan supernova tipe Ia sebagai lilin standar untuk menghitung jarak galaksi-galaksi. Supernova tipe Ia berasal dari katai putih yang mendapatkan tambahan massa dari bintang pasangannya. Saat massa katai putih itu melampaui batas massa Chandrasekhar, katai putih tadi akan meledak menjadi supernova tipe Ia. Karena massa semua katai putih yang mengalami supernova ialah sama (yakni limit Chandrasekhar), maka pastilah luminositas (magnitudo mutlak) semua supernova tipe Ia sama. Ingat persamaan Pogson untuk jarak:


mM = -5 + 5 log d

dan kaitan jarak-kecepatan

H0 dz c

di mana H0 tetapan Hubble, z koefisien redshiftλ/λ0), dan c kecepatan cahaya.

Dengan mengukur jarak supernova berdasarkan redshift-nya, maka dapat diperoleh magnitudo tampak (m) supernova secara teoritis. Ternyata, data pengamatan memberikan hasil bahwa supernova yang berjarak jauh sekitar 25% lebih redup daripada perkiraan, yang berarti jaraknya lebih jauh dari yang diperkirakan berdasarkan perhitungan redshift. Ini memberikan kesimpulan bahwa ekspansi alam semesta ini dipercepat!

Tentunya hal ini tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya bahwa ekspansi alam semesta diperlambat akibat pengaruh gravitasi dari materi di alam semesta. Berdasarkan hasil pengamatan ini, dibuatlah model baru yang membagi evolusi alam semesta dalam dua tahap, yaitu era dominasi gravitasi materi dan era dominasi dark energy. Kedua tahapan ini hanyalah pembagian berdasarkan geometri alam semesta, sehingga saat masa-masa awal ketika materi lebih dominan daripada energi gelap, gravitasi memperlambat ekspansi alam semesta. Sebaliknya ketika energi gelap mendominasi, ekspansi alam semesta menjadi dipercepat, seperti diilustrasikan pada gambar 2.




Gambar 1. Grafik antara magnitudo semu dan redshift supernova tipe Ia memberikan hasil percepatan (garis merah) ekspansi alam semesta.
Sumber gambar: Foundation of Astronomy, Michael A. Seeds dan Dana E. Backman (p. 386)


Apa yang menyebabkan energi gelap tiba-tiba menjadi dominan dibanding gravitasi dari materi? Teori menyatakan bahwa jumlah materi dan energi gelap tetap, tetapi karena radius alam semesta mengembang, maka gravitasi juga akan melemah karena jarak yang membesar. Hingga suatu radius tertentu (diperkirakan pada usia alam semesta sekitar setengah usianya sekarang), gravitasi yang awalnya mendominasi hingga terjadi perlambatan ekspansi dikalahkan oleh energi gelap, yang mana menyebabkan ekspansi justru dipercepat. Beragam teori dibuat untuk menjelaskan hal ini, salah satunya ialah teori inflasi, yang berupaya menjelaskan kurvatur alam semesta dan pemisahan empat gaya fundamental. Tentunya teori inflasi tidak akan saya bahas di sini, karena sangat rumit. Bagaimana pun, masih belum bisa dipastikan bagaimana kurvatur alam semesta itu.




Gambar 2. Grafik antara radius alam semesta (3D) terhadap waktu (kurvatur alam semesta). Terlihat adanya perlambatan ekspansi pada era materi dominan dan percepatan pada era dark energy dominan (hingga saat ini).
Sumber gambar: Foundation of Astronomy, Michael A. Seeds dan Dana E. Backman (p. 388)


Saya sendiri tengah sibuk memodelkan kurvatur alam semesta dengan pendekatan geometri lima dimensi yang saya coba. Dan model sementara yang saya temukan memberikan kurvatur seperti pada gambar 3(a). Dalam model ini belum diperhitungkan perlambatan ekspansi pada tahap awal, karena saya masih meragukan teori inflasi itu. Jika teori perlambatan ekspansi pada masa awal itu benar, dan pemodelan saya juga benar, maka kurvatur alam semesta akan berbentuk seperti penggabungan antara gambar 2 dan gambar 3(a), yakni gambar 3(b). Terdapat perlambatan dan percepatan ekspansi pada bagian awal, namun diujungnya merupakan kurvatur model tertutup, yakni radius alam semesta setelah mencapai radius maksimum akan kembali menciut. Well, kita tunggu saja kelanjutannya.




Gambar 3. Dua macam dari beberapa kurvatur alam semesta 3D yang mungkin.



Baca juga:
Model Alam Semesta
Persamaan Friedmann, Rapat Kritis dan Radius Alam Semesta

Selengkapnya...

Sabtu, 13 Agustus 2011

Persamaan Friedmann, Rapat Kritis dan Radius Alam Semesta

Dalam model gravitasi Newton, semua materi saling tarik menarik dengan gaya antara objek M dan m

Perhatikan gambar berikut ini:


M merupakan massa objek benda pertama yang terdistribusi dalam jarak r yang merupakan jarak kedua objek. Tentu saja hanya distribusi massa dalam bola berjejari r yang mempengaruhi benda 2. Potensial yang terkait dengan gaya gravitasi tadi ialah

Jika kita tinjau distribusi massa dengan rapat massa per satuan volum, ρ, didapatkan massa yang berkontribusi dalam medan tersebut ialah M = 4πr3ρ/3 sehingga potensial gravitasinya

dan energi total partikel ialah energi kinetik ditambah energi potensialnya

Dalam ekspansi alam semesta, semua titik bergerak dengan faktor yang sama, seragam ke semua arah. Oleh karena itu, akan lebih mudah bila jarak antara dua objek kita nyatakan menggunakan suatu faktor skala yang bergantung waktu, R(t). Agar lebih jelas, perhatikan gambar berikut.

Misalkan pada alam semesta 1-D terletak titik A dan B dengan jarak pada mulanya ialah r. Akibat pengembangan alam semesta, jarak keduanya menjadi r'. Didapatkan r' = (R'/R0)r0. Jika dipilih suatu koordinat bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan ekspansi, sehingga didapatkan hubungan jarak riil r dan jarak terhadap koordinat bergerak rc diberikan dalam bentuk

koordinat bergerak ini membuat posisi benda konstan terhadap sistem koordinat. Dengan substitusi r ke dalam energi total dan mengingat (rc konstan), maka



Mengalikan kedua ruas dengan 2/mR2rc2 diperoleh



atau



di mana k = -2E/mrc2. Persamaan ini disebut persamaan Friedmann.

Nilai k ini penting untuk mengetahui masa depan alam semesta. jika k < 0, alam semesta akan terus menerus mengembang tanpa batas. Jika k = 0 alam semesta akan terus mengembang dengan kelajuan yang makin melambat, dan jika k > 0, alam semesta akan mengembang hingga radius maksimal, kemudian menciut kembali. Dua yang disebutkan pertama merupakan model terbuka, sedangkan yang terakhir disebut model tertutup.

Jika kita menghitung untuk model k = 0, persamaan Friedmann tadi tereduksi menjadi

Rapat energi ini disebut rapat energi kritis, ρc. Dalam postingan yang lalu telah saya bahas bahwa tetapan Hubble adalah besaran kecepatan per jarak, atau dalam bentuk diferensial dapat ditulis

Dengan demikian, kerapatan massa-energi kritis dapat dituliskan dalam nilai saat ini dari parameter Hubble H0



Substitusi nilai H0 = 75 (km/s)/Mpc = 2,43 . 10-18 s diperoleh



Jadi seandainya nilai k alam semesta ini sama dengan nol, maka rapat energinya sama dengan ρc atau dalam orde 10-26 kg/m3. Dengan kata lain, jika rapat massa alam semesta kurang dari ρc, konsekuensinya alam semesta ini akan terus mengembang tanpa batas. Berdasarkan perhitungan, rapat massa-energi alam semesta dari kontribusi CMBR, neutrino dan graviton hanya sekitar 10% dari rapat kritis. Inilah salah satu faktor yang mendorong ilmuwan untuk mencari keberadaan dark matter dan dark energy yang mungkin menyumbang massa yang besar untuk mencapai nilai rapat kritis.

Adapun faktor skala alam semesta, R untuk k = 0 dapat dihitung dengan:









akhirnya diperoleh



Model seperti ini disebut model jagat raya Einstein-de Sitter yang terus menerus mengembang dengan laju yang menurun. Menggunakan persamaan di atas, dapat dihitung usia alam semesta

dengan demikian, usia alam semesta saat ini dapat diperoleh dengan memasukkan nilai tetapan Hubble saat ini, H0



atau sekitar 8,7 milyar tahun.





Keterangan: dalam mekanika, tanda dot di atas simbol besaran berarti turunan besaran tersebut terhadap waktu.

Pustaka: Purwanto, Agus, Pengantar Kosmologi, ITS Press, Surabaya, 2009

Baca juga:
Model Alam Semesta
Paradoks Schrödinger
Grandfather Paradox

WW8F3NXKDQ2X

Selengkapnya...

Minggu, 24 April 2011

Hukum II Termodinamika dan Semesta Paralel

          Menurut Hukum II Termodinamika, reaksi fisis secara spontan hanya dapat berlangsung dari keadaan entropi rendah ke keadaan entropi tinggi, tidak mungkin sebaliknya. Jadi dalam sistem berskala besar (makro) jumlah entropi (kekacauan) akan bertambah seiring dengan pertambahan waktu. Mobil berkarat, rumah yang tidak terawat bobrok, gudang semakin berdebu, baju memudar dan lusuh, moral manusia makin melorot, dan lain-lain seiring dengan pertambahan waktu. Dalam skala ruang yang kecil mungkin saja terlihat kadar entropi yang justru berkurang, seperti pada kursi. Kayu yang "entropinya" tinggi (manfaat kurang) dibuat menjadi kursi yang entropinya lebih rendah. Ya, kelihatannya entropi berkurang, tapi itu dalam skala kecil. Dalam skala besar pohon-pohon ditebangi, hutan semakin sempit, fauna penghuni hutan tergusur, kadar CO2 bertambah sehingga terjadi pemanasan global. Jadi pada sistem makro entropi selalu bertambah, karena pertambahan entalpi selalu diiringi pertambahan entropi yang lebih besar.

          Menurut teori Big-Bang alam semesta yang tadinya penuh dengan chaos, entropi tinggi. Begitu jagat raya mengembang, suhu dan tekanan menurun dan tercipta partikel-partikel dasar yang mulai menyusun galaksi-galaksi. Hal ini berarti entropi berkurang (keteraturan bertambah). Jika jagat raya kita merupakan satu-satunya jagat raya, berarti sistem makro terbesar yang ada adalah jagat raya kita dan ini tentunya tidak sesuai dengan Hukum II Termodinamika, salah satu hukum tertinggi di alam.

          Ini bisa saja dibenarkan jika jagat raya  kita merupakan sistem lokal (kecil), namun ini juga berarti ada banyak jagat raya  yang menyusun “yang ada”. Untuk mendukung model ini maka kosmos “yang ada” tentulah memiliki dimensi geometri yang lebih besar dari 4.

          Kembali ke Hukum II Termodinamika, jika semesta  kita mengalami penurunan entropi,pada suatu saat, maka pada saat yang sama lebih banyak semesta  lain yang mengalami kenaikan entropi yang lebih besar daripada penurunan entropi di  kita. Karena  yang ada tentunya sangat banyak jumlahnya, maka kosmos terbesar mungkin berdimensi  5, 6, 7 atau lebih. Tapi apakah kosmos sebenarnya berbentuk 6,7, atau 11 dimensi pun tidaklah begitu penting jika pemahaman fisika kita belum sampai ke sana. Buat apa membuat model 100 dimensi jika kita belum mampu memahami fenomena dalam dimensi 100? Jadi kita cukup membuat model tersederhana yang paling mungkin untuk  mendapatkan hasil yang sesuai antara model dan pengamatan dan meramalkan gejala semesta. Saat ini, ditengah berkembangnya kosmologi modern, model 5 dimensi mungkin perlu ditinjau lebih jauh.


baca juga :  
Model alam semesta
Grandfather paradox
 
Selengkapnya...

Minggu, 09 Januari 2011

Grandfather Paradox

Grandfather paradox atau paradoks kakek merupakan suatu teori yang menarik dalam kosmologi utamanya mengenai time traveling. Dalam relativitas khusus kemungkinan pergi ke masa depan tidaklah mustahil, namun pergi ke masa lalu tidaklah semudah pergi ke masa depan, ada banyak problema yang muncul jika wisata waktu ke masa lalu benar-benar dapat dilakukan. Salah satu masalah terbesar dalam wisata ke masa lampau diungkapkan dalam paradoks kakek ini: Si A pergi ke masa lalu dan tanpa sengaja membunuh kakeknya (waktu masih kecil) di sana. Karena kakeknya telah meninggal, berarti ayahnya tidak akan eksis, berarti si A juga tidak akan eksis di dunia, tetapi kita tahu di masa depan si A eksis (yang melakukan time traveling).

Pada postingan lalu mengenai paradoks Schrodinger saya telah menyinggung sedikit mengenai semesta kuantum. Semesta-semesta kuantum berdiri sendiri setelah percabangan, dapat memiliki kejadian awal yang persis sama namun kelanjutannya dapat saja berbeda dan tidak saling mempengaruhi. Semesta kuantum ini tidak dapat digambarkan dalam model kosmos dimensi 4 (3 dimensi ruang dan 1 dimensi waktu: x, y, z, w = t), tetapi dapat diinterpretasikan dalam model kosmos dimensi 5 (3 dimensi ruang dan 2 dimensi ruang/waktu: x, y, x, w = t1, v = t2). Patut kita ingat bahwa sumbu keempat (sumbu w) yang merupakan sumbu waktu menurut pengamat 3 dimensi dapat saja menjadi sumbu ruang bagi pengamat 4 dimensi. Jadi rangkaian semesta dengan aliran waktu yang saling terikat disebut rangkaian semesta seri, sedangkan rangkaian semesta yang memiliki sejarah waktu yang berlainan (meskipun bersesuaian) disebut semesta kuantum. Jadi kejadian antara semesta-semesta kuantum dapat saja memiliki sejarah yang sama sampai waktu tertentu, kemudian mulai terpisah dan memiliki kejadian yang sendiri-sendiri yang berbeda.

Jika menggunakan model bola dimensi lima dengan dua ekspansi (ekspansi dimensi empat dan lima) kita akan memperoleh gambaran rangkaian semesta kuantum tersebut. Jika ternyata teori relativitas hanya bekerja pada ruang-waktu dimensi empat (dilasi waktu hanya berkaitan dengan sumbu waktu w = t) maka didapatkan wisata waktu tidak memungkinkan kita untuk maju dan mundur dalam waktu semesta asal kita (secara seri), tetapi kita hanya dapat pergi ke masa depan atau ke masa lalu dari semesta-semesta kuantum yang lain, semesta yang berbeda dengan asal kita.

Secara sederhana, larangan ini dapat digambarkan dalam grafik berikut:


Seseorang yang berasal dari semesta B dalam semesta dimensi empat S pada tahun 2010 berusaha untuk melakukan wisata waktu ke tahun 2000 dan 2020. Patut diingat bahwa kita mustahil memintasi sumbu v, sehingga jelas dalam grafik kita tidak akan pernah pergi ke masa depan dan masa lalu semesta kita sendiri, melainkan ke masa depan dan masa lalu semesta kuantum lain yang bersesuaian.

Kesimpulannya, meskipun si A membunuh kakeknya, itu tidak akan mempengaruhi eksistensinya, si A dan ayahnya dari semesta asalnya akan tetap eksis, sedangkan “si A” dan “ayahnya” di semesta yang dia kunjungi tidak akan eksis. Ini tidak akan berpengaruh pada semesta asalnya karena kedua semesta itu memiliki masa depannya sendiri-sendiri.

Penting: Penjelasan ini didasarkan model kosmos lima dimensi dan multiverse yang merupakan salah satu teori yang diajukan oleh para ilmuwan, namun sama sekali bukan teori yang telah mapan atau diterima secara luas.

Selengkapnya...

Selasa, 28 Desember 2010

Model Alam Semesta



1.      Tinjauan Hubble

Berdasarkan pengamatan Edwin Hubble, alam semesta ini mengembang ke segala arah secara homogen, tak berpusat dan besarnya kelajuan objek sebanding dengan jarak antara benda dengan pengamat. Konsekuensi dari ekspansi alam semesta ini adalah, jika ditilik ke belakang, alam semesta ini akan lebih kecil hingga pada suatu waktu yang lampau, alam semesta ini hanya berupa titik. Hal ini berarti alam semesta lahir dari pengembangan titik awal tersebut, namun ini bertentangan dengan pengamatan, yaitu tidak ada titik istimewa di alam semesta yang teramati sebagai pusat. Semua objek angkasa bergerak menjauh satu sama lain secara seragam, persis seperti noktah pada permukaan balon karet yang saling menjauh jika balon ditiup. Kesimpulan dari fakta ini, alam semesta analog dengan balon.

Pada balon, pergerakan yang kita tinjau adalah pergerakan menjauh dari noktah-noktah pada permukaan balon. Ini berarti segala kejadian yang teramati adalah yang terdapat pada ‘permukaan’ balon (kita sebut semesta kejadian), di mana pusat pengembangan balon berada di tengah-tengah ruang balon. Jadi pusat ekspansi balon tidak terdapat pada semesta kejadian balon, melainkan pada ruang balon, yang mana merupakan dimensi yang lebih besar tempat semesta kejadian itu berada. Jika laju ekspansi sama ke segala arah, maka bentuk semesta kejadian, yang notabene permukaan balon, merupakan dimensi malaran terhadap dimensi ruang balon, di mana terdapat pusat ekspansi.
Dengan berpandangan bahwa alam semesta kita analog dengan semesta balon tadi, maka pusat ekspansi alam semesta, yang merupakan cikal bakal alam semesta, yang kita sebut dengan Big Bang, tidaklah terdapat pada semesta kejadian kita, melainkan pada dimensi yang lebih besar tempat semesta kejadian kita melengkung. Bagaimanakah ‘dimensi yang lebih besar’ itu? Mari kita beranalogi dengan semesta kejadian berdimensi satu yang berbentuk keliling lingkaran. Pusat dari lingkaran itu tidak berada pada keliling lingkaran itu sendiri, melainkan pada luas lingkaran berdimensi dua (berdimensi lebih besar). Jika model ini kita integralkan lagi terhadap dimensi panjang, kita dapatkan semesta kejadian berupa luas permukaan bola yang berdimensi dua, yang melengkung terhadap volum bola yang berdimensi tiga. Pusat dari semesta kejadian model ini berada pada dimensi tiganya, bukan berada pada dimensi dua—dimensi semesta itu sendiri.
Sampailah kita pada tahap akhir jika model kedua tadi diintegralkan sekali lagi terhadap dimensi panjang. Akan kita dapatkan semesta kejadian berdimensi tiga (ruang), yang identik dengan semesta kejadian kita. Di manakah pusatnya? Tentu di dimensi empat tempat melengkungnya semesta kejadian berdimensi tiga ini. Jari-jari jagat raya ini, yang diukur dari semesta kita ke pusatnya disebut radius/ruji (S). Membayangkan benda berdimensi empat tentu mustahil, karena kita hanya dapat mengindera paling tinggi dimensi tiga – karena kita adalah makhluk berdimensi tiga.
Kita tinjau ulang model semesta kita yang kedua, luas permukaan bola. Jika bola yang kita jadikan model adalah bola pejal dengan lapisan-lapisan yang jelas, maka kita dapatkan bahwa bola berdimensi tiga itu tersusun dari lapisan-lapisan luas permukaan bola yang berdimensi dua. Tiap lapisan memiliki jarak tertentu terhadap pusat bola. Jadi tiap kejadian yang berlangsung pada permukaan yang kita pilih, dimana pun itu (silahkan menggunakan tata koordinat bola), berjarak sama terhadap pusat bola, yakni R. Kejadian serupa terjadi pada balon, dimanapun noktah-noktah itu diletakkan pada permukaan balon, jarak kesemua noktah itu sama terhadap pusatnya[1], maka jika terjadi ekspansi semua kejadian pada permukaan balon akan mengalami perubahan yang sama dan seragam.
Kembali ke model alam semesta kita: segala perubahan yang timbul akibat ekspansi jagat raya akan sama dan seragam terhadap semua kejadian (objek) di semesta yang sama, karena semua kejadian, di mana pun letaknya (asalkan masih berada dalam semesta yang ditinjau), memiliki jarak yang sama terhadap pusat ekspansi. Konsekuensi dari hal ini adalah, kelajuan ekspansi tampak (kelajuan menjauh objek dari pengamat pada semesta yang sama), rapat massa alam semesta, suhu rerata alam semesta, radiasi latar sisa Big Bang, dan faktor lainnya yang timbul sebagai manifestasi dari ekspansi ini, haruslah sama dan seragam (dalam skala makro). Eksistensi alam semesta  ternyata mengikuti model ini, sehingga dapat kita pandang:
“Alam semesta kita, tempat segala kejadian teramati hanyalah salah satu lapisan dari banyak alam semesta yang melengkung menyususun jagat raya, dan mengembang berdasarkan radiusnya(jejari) terhadap pusat jagat raya.”
Meskipun demikian masih ada model kosmos lima dimensi, namun untuk sementara penjelasan ini saya rasa sudah cukup.


 
2.      Laju Ekspansi Alam Semesta

Pernah dengar Hukum Hubble? Yup, sebagian mungkin pernah dan mengingatnya sebagai "galaksi - galaksi non-lokal bergerak saling menjauh dengan kelajuan yang sebanding dengan jaraknya". Kok bisa makin jauh jaraknya makin cepat pula kelajuan menjauhnya? Berbekal pendahuluan di atas  saya akan menjelaskan mengapa hal ini bisa terjadi dengan bahasa yang sesederhana mungkin. Pengembangan alam semesta dapat dimodelkan dengan pengembangan keliling lingkaran akibat ekspansi dari radius lingkaran. Kecepatan semua titik pada keliling lingkaran menjauh dari pusat lingkaran kita sebut kecepatan ekspansi nyata, sedangkan kelajuan menjauh antara tiap titik pada keliling lingkaran kita sebut kecepatan ekspansi teramati. Mari kita perhatikan model proyeksi ekspansi lingkaran berikut ini.


Dari gambar di atas diperlihatkan suatu lingkaran dengan pusatnya P, mengalami ekspansi dari pusatnya dengan pertambahan jari-jari dari r menjadi r’ sehingga kelilingnya berubah dari S menjadi S’. Jika kita mengamati kejadian dari titik A, maka kita beranggapan bahwa titik A diam, dan memandang titik B bergerak sejauh 

 






Kecepatan ekspansi B teramati oleh A

 




 




Dengan beranggapan bahwa kecepatan ekspansi nyata v konstan (meskipun sebenarnya melambat, namun begitu kecil dalam jangka waktu yang sangat  panjang jadi dalam hal ini dapat abaikan), maka didapatkan Δrt = konstan, sehingga didapatkan hubungan




Perhatikan bahwa besarnya θ bergantung pada jarak awal B terhadap A, yakni x. Jadi makin jauh jarak B terhadap A, makin besar θ, makin besar pula v, sehingga dapat ditarik kesimpulan:

“Kelajuan ekspansi teramati suatu objek berbanding lurus terhadap jaraknya. Makin jauh suatu objek yang diamati, makin besar kelajuannya menjauh.”

Kelajuan ekspansi teramati suatu objek kembali diberikan dalam hubungan





Mengingat θ = (x/2πr)×360º, maka didapatkan

 



Perhatikan bahwa Δr/(Δt r) merupakan besaran kecepatan per jarak, dan x adalah jarak objek. Dengan mengganti simbol x menjadi d, Hubble mendapatkan persamaan berdasarkan pengamatan yakni




Dengan H merupakan konstanta Hubble (kecepatan per jarak) yang saat ini bernilai rata-rata sekitar 75 km s-1 Mpc-1 dan d merupakan jarak objek dalam megaparsec.

Perkiraan usia maksimum alam semesta saat ini dapat kita hitung dari pertambahan radius total sampai saat ini, yakni Δr = r dan Δt = t sehingga

 


 
 







atau sekitar 13 milyar tahun.

Misalkan suatu objek teramati berjarak d mengalami ekspansi dengan kecepatav = H d. Saat selang waktu Δt sehingga waktu t', jaraknya menjadi d', yang tentunya lebih jauh daripada d. Apakah setelah menjauh, maka kelajuan ekspansi teramatinya menjadi lebih besar lagi? Jawabannya tidak, karena laju ekspansi teramati sebenarnya tidak bergantung terhadap jarak, melainkan hanya bergantung pada kecepatan ekspansi nyata v dan sudut pengembangan θ, yang telah dinyatakan dengan persamaan:





 Karena sudut θ selalu konstan, dan v nyaris tidak berubah dalam rentang waktu yang sangat panjang, maka v juga konstan. Hal ini tidak akan bertentangan dengan Hukum Hubble, karena saat waktu t', konstanta Hubble juga akan berubah. Telah dibahas sebelumnya bahwa konstanta Hubble didapatkan dari persamaan H = Δr/(Δt r), atau dengan mengganti r menjadi S,





Karena ΔS/ Δt = v, maka:
 





Saat waktu mencapai t', maka radius S akan bertambah besar menjadi





Dan didapatkan

 




Dimana         v       =   0,85 c = 2,55.105 km s-1
                            S0      =   3 374 Mpc
                     v Δt   dalam satuan Mpc

Jadi dalam kurun waktu yang panjang, nilai H akan semakin mengecil sebanding dengan d yang semakin membesar.




[1] Anggap balon berbentuk bola sempurna.


Baca juga:
Ekspansi Alam Semesta Dopercepat!
Persamaan Friedmann, Rapat Kritis dan Radius Alam Semesta
Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.