blog mengenai paradoks, matematika, fisika, astronomi, logika, fenomena alam dan kehidupan.
Selasa, 15 November 2016
Revisi Pengantar Kosmologi
Minggu, 25 Januari 2015
Pengantar Kosmologi
Pengantar Kosmologi revisi 1.1 (2015). Isi buku ini meliputi:
- Teori relativitas umum
- Ruang dan waktu (hukum Hubble, formulasi ruang-hiper, jarak dan horizon)
- Dinamika alam semesta (kosmologi Big Bang, pengembangan yang dipercepat, persamaan Friedmann dan persamaan fluida)
- Model-model alam semesta (model Einstein, model de Sitter, model-model Friedmann, model ΛCDM)
- Infkasi kosmik
- Kronologi alam semesta dan formasi struktur (kronologi alam semesta, CMB-R, materi gelap, struktur besar alam semesta)
Selengkapnya...
Minggu, 21 Oktober 2012
Kerucut Cahaya dan Sekilas Mengenai Ruang Minkowski
Mobil Sukri melintasi perempatan Jalan Apel Malang dan Deny berada perempatan yang sama tepat di jalur mobil Sukri (koordinat x, y, dan z-nya persis sama). Mengapa mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya ialah karena Deny berdiri di perempatan kemarin pagi dan mobil Sukri melintas tadi sore.
Mobil Sukri melintasi perempatan jalan dan di saat yang tepat sama Deny jongkok di perempatan jalan. Mengapa Mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya karena mobil Sukri melintas di perempatan Jalan Apel Malang dan Deny nongkrongnya di perempatan Jalan Apel Washington (keduanya bukan perempatan yang sama).
Berdasarkan data GPS, Sukri berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S, dan Deny juga berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S pada waktu yang tepat sama. Mengapa Deny dan Sukri tidak berpapasan? Jawabannya karena Deny berada di halaman dan Sukri 10.000 m di atas permukaan tanah duduk nyaman di kursi pesawat.
Oke, dengan penjabaran di atas kita telah menemukan suatu hal yakni: kecuali kita hanya bisa bergerak searah dan (nyaris) seragam dalam waktu, tidak ada perbedaan hakiki antara ruang (x,y,z) dan waktu (t). Lalu kenapa kita membedakannya? Jadi mari kita gabungkan saja dimensi waktu ke saudara-saudaranya yang lain, lalu kita buat “ruang”, bukan satu, dua, atau tiga melainkan empat dimensi.
Jadi, kita sudah bosan menggambarkan posisi benda dalam ruang tiga dimensi, dan saat ini kita ingin menggambarkan posisi suatu benda dalam ruang empat dimensi (yakni 3 dimensi spasial dan satu dimensi waktu). Perhatikanlah saat Anda melempar sebuah kerikil ke atas permukaan air. Saat kerikil menyentuh permukaan air, timbullah suatu muka gelombang, lalu beberapa saat kemudian muncul lagi gelombang baru dan demikian seterusnya sehingga seolah-olah titik jatuhnya batu itu menjadi pabrik yang memproduksi gelombang-gelombang dengan periode tetap (catatan: kalimat ini sepertinya panjang sekali). Kurang lebih gambarnya seperti di bawah ini.
Jika titik jatuhnya batu di x = a dan seekor ikan megap-megap mencari udara di titik x = b (kita kesampingkan sumbu y dan z dengan asumsi kedua titik berada di nilai y dan z yang tepat sama). Jika saat kerikil menyentuh permukaan air kita beri nilai t = 0, maka gelombangnya baru akan diterima oleh ikan saat t = 3 detik. Jadi informasi mengenai jatuhnya batu datangnya terlambat dari peristiwa sebenarnya. Seandainyasi ikan buta (ia hanya dapat menerima rangsang melalui indera peraba), maka saat ikan menyadari “Wah, ada batu yang jatuh nih” sebenarnya ia menerima isyarat dari peristiwa masa lalu (tiga detik yang lalu).
Nah, sebenarnya demikian pula dengan isyarat cahaya. Cahaya dari Matahari memerlukan waktu sekitar delapan menit untuk sampai ke Bumi. Artinya foton yang kita terima ialah foton yang dipancarkan Matahari delapan menit yang lalu, sehingga Matahari yang kita lihat ini ialah Matahari delapan menit yang lalu. Kalau seandainya Matahari tiba tiba meledak, maka kita baru akan menyadarinya delapan menit kemudian. Bahkan andaikan bila Matahari tiba-tiba raib (jangan tanya saya apa kira-kira penyebabnya), maka orbit Bumi baru akan terganggu delapan menit kemudian. Ini terjadi karena menurut TRK, tidak ada isyarat yang bisa melaju lebih cepat daripada kelajuan cahaya (c), termasuk gravitasi. Jadi, kalau Anda melihat suatu bintang bersinar terang di langit, mungkin saja di saat ini bintang itu sudah lenyap, karena cahaya yang Anda lihat itu adalah cahaya dari puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Sederhananya, kita bukan hanya tak bisa melihat masa depan, melihat masa kini pun kita tak mampu. Kita hanya dapat melihat masa lalu!
Gambaran mengenai posisi suatu objek dalam ruang waktu sering dipresentasikan dalam diagram kerucut cahaya(*). Mudahnya, kita mereduksi sumbu x, y, dan z menjadi r untuk alasan penyederhanaan dan menggambarkan diagram r versus t dalam koordinat kartesian.
Perhatikan pada gambar (a), andaikan seorang astronot dalam pesawat luar angkasa yang beada di dekat Matahari (jangan ditanya nyaman atau tidak)melihat ke arah Bumi. Dengan teleskop supercanggih ia melihat Pak Bakir mau memesan kopi di warung kopi. Si astronot belum tahu kopi apa yang dipesan oleh pak Bakir, tetapi Pak Boker yang duduk di dekat Pak Bakir telah menyaksikan pak Bakir menyesap kopi dengan nikmatnya. Ini terjadi karena isyarat cahaya yang membawa informasi kopi-apa-yang-diminum-Pak-Bakir membutuhkan waktu delapan menit untuk sampai ke astronot yang tengah kepanasan. Jadi informasi yang keluar dari suatu sumber pasti mengarah ke masa depan.
Pada gambar (b), seperti yang kita jelaskan sebelumnya, informasi tentang meledaknya pesawat luar angkasa yang digunakan astronot di dekat Matahari sebenarnya sudah terjadi delapan menit yang lalu. Jadi informasi yang diterima oleh suatu pengamat pastilah berasal dari masa lalu. Garis cahaya pada gambar (b) menunjukkan alam semesta yang kita lihat (alam semesta teramati) karena semua objek yang terlihat pasti berada pada garis cahaya masa lalu.
Jika kita menggabungkan Bumi sebagai sumber informasi (gambar (a)) dan Bumi sebagai pengamat (gambar (b)), diperolehlah gambaran lengkap mengenai lalu-lintas informasi di suatu objek, yang kita sebut kerucut cahaya.
Dari pemaparan di atas, nampak jelas garis yang membentuk segitga atau kerucut itu ialah lintasan cahaya. Ingatlah bahwa gradien garis dalam plot ruang-waktu merepresentasikan kecepatan (dx/dt). Makin tinggi kecepatan suatu isyarat, maka garisnya akan semakin landai pada diagram ruang-waktu (lihat gambar). Semenjak tidak ada isyarat yang bisa bergerak lebih cepat dari kelajuan cahaya, maka lintasan isyarat yang diperkenankan harus berada di dalam kerucut (daerah time-like ), kecuali cahaya yang bisa berada tepat pada batas kerucut (light-like atau null-like).
Ruang Minkowski
Nah, saya sudah cukup banyak menjelaskan mengenai ruang datar empat dimensi ini dan juga mengenai kerucut cahaya. Sekarang saya perkenalkan secara resmi ruang empat dimensi yang dipakai ini bernama ruang Minkowski (diambil dari nama matematikawan Hermann Minkowski). Jadi ruang Minkowski ialah ruang datar empat dimensi dengan sumbu-sumbu x, y, z, t yang saling ortogonal.
Untuk mengetahui sifat matematis dari ruang Minkowski, perlu diketahui elemen garisnya. Terdapat beberapa syarat untuk menentukan elemen garis dari ruang Minkowski yakni sebagai berikut.
- Semua objek dan peristiwa yang terjadi pada garis cahaya terjadi secara simultan. Karena matahari 8 menit yang lalu dan proxima centaury 4,2 tahun yang lalu terjadi bersamaan (isyaratnya sampai secara bersamaan), maka jaraknya 0. Dengan begitu “jarak” pada garis cahaya = 0.
- Jarak antara dua objek yang selang komponen waktunya nol, Δt = dt = 0, maka elemen garisnya haruslah tereduksi menjadi elemen garis dalam ruang euklides, yang bila dinyatakan dalam koordinat kartesian ialah
Penting untuk diketahui yang dimaksud jarak di sini tidak persis sama dengan definisi jarak yang secara umum dipahami. Berdasarkan kedua syarat di atas, dapat diperoleh dua kemungkinan elemen garis dari ruang Minkowski yakni
atau
Di mana dr ialah elemen garis dalam ruang Euclid, dr2 = dx2 + dy2 + dz2 dan suku kelajuan cahaya (c) dibubuhkan untuk kesetaraan dimensi dalam sistem SI. Meskipun demikian sering dinyatakan c = 1, sehingga c2dt2 = dt2 dan memang sepatutnya tidak ada perbedaan (dalam penulisan berikutnya saya menganggap c = 1). Kedua hasil di atas pada intinya sama saja, dan keduanya sama-sama sering dipakai ([+ - - -] dan [– + + +]). Jika menggunakan ketentuan ke-1, elemen garis dalam ruang Minkowski dapat ditulis lengkap menjadi:
Definisi koefisien tiap-tiap komponen sumbu dalam elemen garis ialah
,
Dan gμν dengan μ ≠ ν sama dengan nol, serta x0 = t, x1 = x, x2 = y, dan x3 = z (**).
Koefisien-koefisien ini dapat ditulis dalam bentuk matriks, yakni
Yang disebut sebagai tensor metrik. Tensor metrik tidak lain ialah representasi matematis (dalam bentuk tensor – matriks) dari suatu sistem ruang.
Keterangan:
(*) jika diproyeksikan dalam dua dimensi akan nampak berupa segitiga.
(**) angka-angka itu ialah indeks yang dituliskan di atas, bukan pangkat.
Selengkapnya...
Sabtu, 21 April 2012
Ekspansi Alam Semesta Dipercepat!
Para astronom mengggunakan supernova tipe Ia sebagai lilin standar untuk menghitung jarak galaksi-galaksi. Supernova tipe Ia berasal dari katai putih yang mendapatkan tambahan massa dari bintang pasangannya. Saat massa katai putih itu melampaui batas massa Chandrasekhar, katai putih tadi akan meledak menjadi supernova tipe Ia. Karena massa semua katai putih yang mengalami supernova ialah sama (yakni limit Chandrasekhar), maka pastilah luminositas (magnitudo mutlak) semua supernova tipe Ia sama. Ingat persamaan Pogson untuk jarak:
m – M = -5 + 5 log d
dan kaitan jarak-kecepatan
H0 d ≈ z c
di mana H0 tetapan Hubble, z koefisien redshift (Δλ/λ0), dan c kecepatan cahaya.
Dengan mengukur jarak supernova berdasarkan redshift-nya, maka dapat diperoleh magnitudo tampak (m) supernova secara teoritis. Ternyata, data pengamatan memberikan hasil bahwa supernova yang berjarak jauh sekitar 25% lebih redup daripada perkiraan, yang berarti jaraknya lebih jauh dari yang diperkirakan berdasarkan perhitungan redshift. Ini memberikan kesimpulan bahwa ekspansi alam semesta ini dipercepat!
Tentunya hal ini tidak sesuai dengan perkiraan sebelumnya bahwa ekspansi alam semesta diperlambat akibat pengaruh gravitasi dari materi di alam semesta. Berdasarkan hasil pengamatan ini, dibuatlah model baru yang membagi evolusi alam semesta dalam dua tahap, yaitu era dominasi gravitasi materi dan era dominasi dark energy. Kedua tahapan ini hanyalah pembagian berdasarkan geometri alam semesta, sehingga saat masa-masa awal ketika materi lebih dominan daripada energi gelap, gravitasi memperlambat ekspansi alam semesta. Sebaliknya ketika energi gelap mendominasi, ekspansi alam semesta menjadi dipercepat, seperti diilustrasikan pada gambar 2.
Sumber gambar: Foundation of Astronomy, Michael A. Seeds dan Dana E. Backman (p. 386)
Apa yang menyebabkan energi gelap tiba-tiba menjadi dominan dibanding gravitasi dari materi? Teori menyatakan bahwa jumlah materi dan energi gelap tetap, tetapi karena radius alam semesta mengembang, maka gravitasi juga akan melemah karena jarak yang membesar. Hingga suatu radius tertentu (diperkirakan pada usia alam semesta sekitar setengah usianya sekarang), gravitasi yang awalnya mendominasi hingga terjadi perlambatan ekspansi dikalahkan oleh energi gelap, yang mana menyebabkan ekspansi justru dipercepat. Beragam teori dibuat untuk menjelaskan hal ini, salah satunya ialah teori inflasi, yang berupaya menjelaskan kurvatur alam semesta dan pemisahan empat gaya fundamental. Tentunya teori inflasi tidak akan saya bahas di sini, karena sangat rumit. Bagaimana pun, masih belum bisa dipastikan bagaimana kurvatur alam semesta itu.
Sumber gambar: Foundation of Astronomy, Michael A. Seeds dan Dana E. Backman (p. 388)
Saya sendiri tengah sibuk memodelkan kurvatur alam semesta dengan pendekatan geometri lima dimensi yang saya coba. Dan model sementara yang saya temukan memberikan kurvatur seperti pada gambar 3(a). Dalam model ini belum diperhitungkan perlambatan ekspansi pada tahap awal, karena saya masih meragukan teori inflasi itu. Jika teori perlambatan ekspansi pada masa awal itu benar, dan pemodelan saya juga benar, maka kurvatur alam semesta akan berbentuk seperti penggabungan antara gambar 2 dan gambar 3(a), yakni gambar 3(b). Terdapat perlambatan dan percepatan ekspansi pada bagian awal, namun diujungnya merupakan kurvatur model tertutup, yakni radius alam semesta setelah mencapai radius maksimum akan kembali menciut. Well, kita tunggu saja kelanjutannya.
Baca juga:
Model Alam Semesta
Persamaan Friedmann, Rapat Kritis dan Radius Alam Semesta
Selengkapnya...
Sabtu, 13 Agustus 2011
Persamaan Friedmann, Rapat Kritis dan Radius Alam Semesta
Dalam model gravitasi Newton, semua materi saling tarik menarik dengan gaya antara objek M dan m
Perhatikan gambar berikut ini:
M merupakan massa objek benda pertama yang terdistribusi dalam jarak r yang merupakan jarak kedua objek. Tentu saja hanya distribusi massa dalam bola berjejari r yang mempengaruhi benda 2. Potensial yang terkait dengan gaya gravitasi tadi ialah
Jika kita tinjau distribusi massa dengan rapat massa per satuan volum, ρ, didapatkan massa yang berkontribusi dalam medan tersebut ialah M = 4πr3ρ/3 sehingga potensial gravitasinya
dan energi total partikel ialah energi kinetik ditambah energi potensialnya
Dalam ekspansi alam semesta, semua titik bergerak dengan faktor yang sama, seragam ke semua arah. Oleh karena itu, akan lebih mudah bila jarak antara dua objek kita nyatakan menggunakan suatu faktor skala yang bergantung waktu, R(t). Agar lebih jelas, perhatikan gambar berikut.
Misalkan pada alam semesta 1-D terletak titik A dan B dengan jarak pada mulanya ialah r. Akibat pengembangan alam semesta, jarak keduanya menjadi r'. Didapatkan r' = (R'/R0)r0. Jika dipilih suatu koordinat bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan ekspansi, sehingga didapatkan hubungan jarak riil r dan jarak terhadap koordinat bergerak rc diberikan dalam bentuk
koordinat bergerak ini membuat posisi benda konstan terhadap sistem koordinat. Dengan substitusi r ke dalam energi total dan mengingat (rc konstan), maka
Mengalikan kedua ruas dengan 2/mR2rc2 diperoleh
atau
di mana k = -2E/mrc2. Persamaan ini disebut persamaan Friedmann.
Nilai k ini penting untuk mengetahui masa depan alam semesta. jika k < 0, alam semesta akan terus menerus mengembang tanpa batas. Jika k = 0 alam semesta akan terus mengembang dengan kelajuan yang makin melambat, dan jika k > 0, alam semesta akan mengembang hingga radius maksimal, kemudian menciut kembali. Dua yang disebutkan pertama merupakan model terbuka, sedangkan yang terakhir disebut model tertutup.
Jika kita menghitung untuk model k = 0, persamaan Friedmann tadi tereduksi menjadi
Rapat energi ini disebut rapat energi kritis, ρc. Dalam postingan yang lalu telah saya bahas bahwa tetapan Hubble adalah besaran kecepatan per jarak, atau dalam bentuk diferensial dapat ditulis
Dengan demikian, kerapatan massa-energi kritis dapat dituliskan dalam nilai saat ini dari parameter Hubble H0
Substitusi nilai H0 = 75 (km/s)/Mpc = 2,43 . 10-18 s diperoleh
Jadi seandainya nilai k alam semesta ini sama dengan nol, maka rapat energinya sama dengan ρc atau dalam orde 10-26 kg/m3. Dengan kata lain, jika rapat massa alam semesta kurang dari ρc, konsekuensinya alam semesta ini akan terus mengembang tanpa batas. Berdasarkan perhitungan, rapat massa-energi alam semesta dari kontribusi CMBR, neutrino dan graviton hanya sekitar 10% dari rapat kritis. Inilah salah satu faktor yang mendorong ilmuwan untuk mencari keberadaan dark matter dan dark energy yang mungkin menyumbang massa yang besar untuk mencapai nilai rapat kritis.
Adapun faktor skala alam semesta, R untuk k = 0 dapat dihitung dengan:
akhirnya diperoleh
Model seperti ini disebut model jagat raya Einstein-de Sitter yang terus menerus mengembang dengan laju yang menurun. Menggunakan persamaan di atas, dapat dihitung usia alam semesta
dengan demikian, usia alam semesta saat ini dapat diperoleh dengan memasukkan nilai tetapan Hubble saat ini, H0
atau sekitar 8,7 milyar tahun.
Pustaka: Purwanto, Agus, Pengantar Kosmologi, ITS Press, Surabaya, 2009
Baca juga:
Model Alam Semesta
Paradoks Schrödinger
Grandfather Paradox
Selengkapnya...
Minggu, 24 April 2011
Hukum II Termodinamika dan Semesta Paralel
Menurut teori Big-Bang alam semesta yang tadinya penuh dengan chaos, entropi tinggi. Begitu jagat raya mengembang, suhu dan tekanan menurun dan tercipta partikel-partikel dasar yang mulai menyusun galaksi-galaksi. Hal ini berarti entropi berkurang (keteraturan bertambah). Jika jagat raya kita merupakan satu-satunya jagat raya, berarti sistem makro terbesar yang ada adalah jagat raya kita dan ini tentunya tidak sesuai dengan Hukum II Termodinamika, salah satu hukum tertinggi di alam.
Ini bisa saja dibenarkan jika jagat raya kita merupakan sistem lokal (kecil), namun ini juga berarti ada banyak jagat raya yang menyusun “yang ada”. Untuk mendukung model ini maka kosmos “yang ada” tentulah memiliki dimensi geometri yang lebih besar dari 4.
Kembali ke Hukum II Termodinamika, jika semesta kita mengalami penurunan entropi,pada suatu saat, maka pada saat yang sama lebih banyak semesta lain yang mengalami kenaikan entropi yang lebih besar daripada penurunan entropi di kita. Karena yang ada tentunya sangat banyak jumlahnya, maka kosmos terbesar mungkin berdimensi 5, 6, 7 atau lebih. Tapi apakah kosmos sebenarnya berbentuk 6,7, atau 11 dimensi pun tidaklah begitu penting jika pemahaman fisika kita belum sampai ke sana. Buat apa membuat model 100 dimensi jika kita belum mampu memahami fenomena dalam dimensi 100? Jadi kita cukup membuat model tersederhana yang paling mungkin untuk mendapatkan hasil yang sesuai antara model dan pengamatan dan meramalkan gejala semesta. Saat ini, ditengah berkembangnya kosmologi modern, model 5 dimensi mungkin perlu ditinjau lebih jauh.
baca juga :
Model alam semesta
Grandfather paradox
Minggu, 09 Januari 2011
Grandfather Paradox
Selengkapnya...
Selasa, 28 Desember 2010
Model Alam Semesta
Baca juga:
Ekspansi Alam Semesta Dopercepat!
Persamaan Friedmann, Rapat Kritis dan Radius Alam Semesta
Selengkapnya...