kuanggap kau tak ada
Seperti sudah semestinya kau di sini, sebagai kewajaran
Saat kau menjauh
berada di dekat dirinya
Barulah kusadari,
betapa berartinya kau
bagi diriku…
Lho, sejak kapan blog ini berisikan puisi romantis? Ya sejak kini. Jangan khawatir saudara-saudara, blog ini akan tetap berisi tulisan-tulisan tentang fisika, matematika, paradoks, dan problema kehidupan sosial yang mengandung nilai paradoksal dan kontradiksi atau sekedar keanehan realita.
Sudah cukup lama terjadi perubahan yang cukup kentara pada teman-teman kuliah saya. Sebagian dari mereka mulai pakai batik! Oke, sayangnya saya belum termasuk dalam golongan mas-mas atau mbak-mbak batik itu, berhubung satu-satunya kain batik yang pernah saya punya dan saya sukai cuma sepotong sarung kucel. Itu pun sudah jadi kain lap dan kini telah raib ditelan masa. Ada sih, baju kontingen waktu ikut OSN masa SMA dulu, tapi selain kekecilan warnanya pun norak habis. Ogah saya pakai. Nantilah kalau ada uang lebih, tak belikan kemeja batik yang keren (meski biasanya habis duluan dipakai beli buku).
Lalu apa? Ya itu tadi, dengan menyimpulkan puisi dan narasi yang saya tuliskan, terlepas dari sisi negatif klaim batik oleh negeri tetangga, tanpa grusa-grusu koar-koar sana sini, dengan tulus saya mengucapkan terima kasih untuk Malaysia. Sekarang orang Indonesia kembali mulai melirik budaya nasionalnya.
Ngomong-ngomong tentang budaya nasional, saya harap ada negara tetangga yang mau mengklaim perahu pinisi dan pisang epe, dengan maksud yang saya kira sudah bisa Anda baca. Supaya Indonesia tak terlihat sekedar Jawa, Sumatera, dan Bali saja.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar