Sabtu, 30 April 2011

Potensial dan Medan Elektrostatik pada Dipole

Salah satu metode khusus dalam penghitungan potensial listrik ialah metode ekspansi multipole, yakni suatu muatan non-titik pada jarak yang sangat jauh sehinggap bisa dianggap titik. Pada sebaran muatan itu terdapat kaitan-kaitan monopole (tunggal), dipole (ganda), quadrupole (kuartet), octopole (oktet), dan seterusnya, Jadi sebelum memahami muatan sebaran yang rumit (terdiri dari banyak muatan titik), perlu dipahami terlebih dahulu sistem dipole atau quadrupole. Untuk dipole, berikut gambarannya:


Sebuah dipol terdiri atas dua muatan yang sama besarnya (namun berbeda tanda) yang terpisah oleh jarak yang relatif kecil. Dalam artikel ini, akan dicari jalinan potensial dan medan listrik yang dihasilkan oleh suatu dipol dengan separasi \(d\) serta aproksimasinya untuk jarak \(z\gg d\). Secara umum, potensial listrik di sekitar dipol itu memenuhi,

\begin{align} V=\frac{1}{4\pi \epsilon_0}\left (\frac{Q}{r_+}-\frac{Q}{r_-} \right ) \label{V1} \end{align}

Dengan menggunakan aturan cosinus, diperoleh jalinan \(r_+\):

\begin{align} r_+^2 &= z^2 + d^2-2zd\: \cos \theta \nonumber \\
r_+^2 &= z^2 \left ( 1+\left ( \frac{d}{z} \right )^2 - \frac{2d\cos \theta}{z}\right ) \nonumber \\
\frac{z}{r_+} &= \left ( 1+\left ( \frac{d}{z} \right )^2 - \frac{2d \cos\theta}{z}\right )^{-1/2} \label{rz+} \end{align}

dengan cara yang sama, diperoleh \(r_-\):

\begin{align} r_-^2 = z^2 + d^2-2zd\cos (180^{\circ}-\theta) \nonumber \\
r_-^2 = z^2\left ( 1+\left ( \frac{d}{z} \right )^2 + \frac{2d \cos \theta}{z}\right ) \nonumber \\
\frac{z}{r_-} = \left ( 1+\left ( \frac{d}{z} \right )^2 + \frac{2d\cos\theta}{z}\right )^{-1/2} \label{rz-} \end{align}

Selanjutnya, mengingat ekspansi binomial;

$$ (a+b)^n = a^n+na^{n-1}b+\frac{n(n-1)}{2!}a^{n-2}b^2+\frac{n(n-1)(n-2)}{3!}a^{n-3}b^3+... $$

Menyulihkan ruas kanan persamaan (\ref{rz+}) ke dalam deret binomial dengan \(a=1\),   \(b = \left ( \frac{d}{z} \right )^2 - \frac{2d \cos\theta}{z}\),   dan \(n=-1/2\), diperoleh:

$$ \frac{z}{r_+} = 1-\frac{1}{2}\left (\frac{d^2}{z^2}-\frac{2d\cos\theta}{z} \right )+\frac{3}{8}\left (\frac{d^2}{z^2}-\frac{2d\cos\theta}{z} \right )^2-... $$

Untuk kasus \(d\ll z\), suku ke-3 dan seterusnya nilainya jauh lebih kecil daripada dua suku pertama sehingga dapat kita abaikan.

\begin{align} \frac{z}{r_+} &\approx 1-\frac{d^2}{2z^2}+\frac{d\cos\theta}{z}+\frac{3}{2}\frac{d^2\cos^2\theta}{z^2} \nonumber \\
&\approx 1+\frac{d\cos\theta}{z}+\frac{d^2}{2z^2}(3\cos^2\theta-1) \label{rz+2} \end{align}

Dengan cara serupa, persamaan (\ref{rz-}) dapat dihampiri sebagai,

\begin{align} \frac{z}{r_-} &= 1-\frac{1}{2}\left (\frac{d^2}{z^2}+\frac{2d\cos\theta}{z} \right )+\frac{3}{8}\left (\frac{d^2}{z^2}+\frac{2d\cos\theta}{z} \right )^2-... \nonumber \\
&\approx 1-\frac{d^2}{2z^2}-\frac{d\cos\theta}{z}+\frac{3}{2}\frac{d^2\cos^2\theta}{z^2} \nonumber \\
&\approx 1-\frac{d\cos\theta}{z}+\frac{d^2}{2z^2}(3\cos^2\theta-1) \label{rz-2} \end{align}

Menyulihkan persamaan (\ref{rz+2}) dan (\ref{rz-2}) ke dalam persamaan (\ref{V1}), diperoleh potensial listrik di titik P.

\begin{align} V &= \frac{Q}{4\pi \epsilon_0}\left (\frac{1}{r_+}-\frac{1}{r_-} \right ) \nonumber \\
&\approx \frac{Q}{4\pi \epsilon_0}\frac{1}{z} \left [\left (1+\frac{d\cos\theta}{z}+\frac{d^2}{2z^2}(3\cos^2\theta-1) \right )-\left (1-\frac{d\cos\theta}{z}+\frac{d^2}{2z^2}(3\cos^2\theta-1) \right ) \right ] \nonumber \\
&\approx \frac{2Qd}{4\pi \epsilon_0 z^2}\cos\theta \label{V2} \end{align}

Nampak untuk kasus \(\theta = 90^\circ\), didapatkan \(V = 0\).


Adapun untuk mencari medan listrik \(\mathbf{E}\), mula-mula kita menulis ulang persamaan (\ref{V2}) dengan mengganti notasi \(z\) menjadi \(r\) agar nampak jelas tersaji dalam koordinat bola.

\begin{align} V(r,\theta) \approx \frac{2Qd}{4\pi \epsilon_0 r^2}\cos\theta \label{V3} \end{align}

Jalinan antara medan dan potensial listrik memenuhi,

\begin{align} \mathbf{E} = -\nabla V = -\left (\hat{r} \frac{\partial V}{\partial r} + \hat{\theta} \frac{1}{r}\frac{\partial V}{\partial \theta} + \hat{\phi} \frac{1}{r\sin\theta}\frac{\partial V}{\partial \phi} \right ) \label{E1} \end{align}

Dapat dituliskan komponen-komponen gradiennya:

\begin{align} E_r &= -\frac{\partial V}{\partial r} \approx \frac{Qd}{\pi \epsilon_0 r^3}\cos\theta \nonumber \\
E_\theta &= -\frac{1}{r}\frac{\partial V}{\partial \theta} \approx \frac{2Qd}{4\pi \epsilon_0 r^3}\sin\, \theta \nonumber \\
E_\phi &= -\frac{1}{r\sin\theta}\frac{\partial V}{\partial \phi}=0 \nonumber \end{align}

Dengan demikian, didapatkan

\begin{align} \mathbf{E}(r,\theta) \approx \frac{2Qd}{4\pi \epsilon_0 r^3}(2\cos\theta\: \hat{r}+\sin\theta \: \hat{\theta}) \label{E2} \end{align}

Kalau mau, perhatikan gambar di bawah (kalau nggak mau ya nggak usah). Garis hijau menunjukkan potensial listrik dan garis ungu medan listrik.


Dapat disimpulkan bahwa pada dipole, potensialnya akan berubah berbanding terbalik dengan kuadrat jaraknya sedangkan medan listriknya berubah berbanding terbalik dengan pangkat tiga jaraknya. Bandingkan dengan bentuk umum hukum Coloumb, mengapa bisa berbeda? Well, pertanyaan ini sebenarnya sudah terjawab pada jabaran di atas. Jika Anda belum mendapatkannya, cobalah Anda buktikan bahwa: $$ \frac{1}{z^2}-\frac{1}{(z+d)^2} \approx \frac{2}{z^3} $$

untuk \(z \gg d\).


Selengkapnya...

Senin, 25 April 2011

Teori Evolusi: Cacat karena Tidak Saintis atau Tidak Agamis?

          Beberapa hari yang lalu kebetulan dengar dua teman yang saling mendebat mengenai teori terciptanya makhluk hidup. Tentu saja ego bisa membuat kita tak mau kalau tidak kita yang menutup perdebatan, saking hebatnya kekuatan ego ini jam makan malam pun terlupakan. Berhubung saya janji dengan teman saya Yoko untuk nulis, jadi saya nulis tentang ini. Teori evolusi banyak dikecam, baik oleh agamawan, umat radikal, masyarakat umum sampai yang mengaku-ngaku ilmuwan. Sayangnya penolakan terhadap teori evolusi tidak diiringi dangan pemahaman, atau setidaknya pengetahuan tentang apa yang ditolak. Manusia lahir dari monyet? demikian jargon utama para anti-evolusionis kelas teri. Mungkin neneknya sendiri yang membuat pernyataan manusia lahir dari monyet, Darwin tidak pernah bilang begitu. Tapi anti-evolusionis kelas kakap lebih keren lagi, berusaha menyatakan argumen-argumen yang -- maaf -- sering amat dipaksakan, Mengutip kalimat dari mana saja asal cocok dengan teorinya, teori evolusi Darwin cacat! Bukankah begitu? Ya, teori evolusi memang cacat, entah seperti manusia yang kehilangan kedua kakinya, kehilangan sebelah tangan, atau hanya sekedar rabun, yang jelas itulah teori sains, sedikit banyak pasti ada cacatnya.

          Teori lawan yang lebih lawas pun muncul kembali ke permukaan, kreasionis, penciptaan spontan, Pencipta menciptakan hewan-hewan secara spontan, dari ketiadaan, tidak cuma sekali di awal, tapi di tiap-tiap zaman, alih-alih teori evolusi yang menyatakan keberagaman spesies berasal dari seleksi alam yang menyebabkan divergenisasi spesies yang terjadi secara alamiah. Sebagai intermediet, munculah teori penciptaan-evolusi: ada yang mencipta, tapi tidak secara spontan, melainkan melalui mekanisme tertentu, mungkin evolusi.

           Saya kira hampir kita semua sepakat, pencapaian melalui mekanisme yang panjang dan alami akan nampak lebih indah dari pada "from zero to hero". Tapi entah mana yang benar, saya cuma terpikir, mengapa darah harus dipompa oleh jantung? Mengapa darah tidak mengalir secara spontan? Mengapa bunga harus punya kelamin, tunggu penyerbukan dulu baru jadi buah? Mengapa pohon tidak membuat buah secara spontan, tidak perlu melalui bunga? Mengapa harus pohon dan laut yang mesti mendaur CO2? Mengapa tidak secara spontan CO2 berubah jadi O2 saja (soalnya kemampuan pohon terbatas)? Mengapa semua yang kita dapati penuh mekanisme? mengapa tidak ada yang terjadi secara spontan? Dan mengapa mekanisme alam yang rumit justru membuat kita terpukau, kagum? Itu pemikiran saya dari kacamata sains, secara spiritual mungkin lain lagi, tapi tak perlu saya tulis karena Anda cukup percaya pada versi Anda sendiri.

          Oke, kita kembali ke wacana, para ilmuwan cukup puas jika teori evolusi berada dalam ranah sains saja (ada juga sih yang nakal), tidak ngotot bahwa teori evolusi harus dimasukkan dalam agama, tetapi para kreasionis (macam pendukungnya Harun Yahya) umumnya ngotot penciptaan spontan harus dimasukkan dalam sains mengganti teori evolusi, padahal tidak semua hal, meski bisa benar sekalipun, dapat dikategorikan atau dimasukkan dalam sains. Sains haruslah dapat diindera, logis/dapat dinalar, sistematis, dan realistis (kalau sudah dibuktikan). Jadi sains berhak menolak objek-objek lain yang tidak memenuhi syarat-syarat meskipun hal itu memang benar adanya. Contohnya, sains berhak menolak kehadiran Tuhan dalam ranahnya, bukan berarti menolak eksistensi Tuhan, tetapi menolak intervensi teori-teori ketuhanan yang tidak cocok dengan syarat-syarat ilmiah. Nah, jadi kalau kita ditanya, "Bolehkah mengajarkan teori penciptaan spontan/kreasionis di sekolah-sekolah?" Tentu saja, silakan, asalkan dimasukkan dalam mata pelajaran agama atau sejenisnya, jangan dimasukkan dalam biologi atau cabang sains lainnya. Saya pribadi sama sekali tidak menentang pandangan penciptaan spontan, tapi jelas menolak jika pandangan itu mau dimasuk-masukkan ke ranah sains.

          Kita tidak mengingkari Tuhan, tapi jangan biarkan kita mencampuradukkan segalanya, nanti seperti jantung yang bocor, darah di bilik kiri dan kanan bercampur, biarkan keduanya berjalan pada jalurnya masing-masing. Jadi sains dan agama adalah dua hal yang bertentangan? Dengan keterbatasan pemahaman saya akan menjawab sains dan agama berangkat dari pangkal yang berbeda -- kalau tidak mau dibilang bertentangan, tetapi karena kenyataan haruslah hanya ada satu, maka pada ujungnya sains dan agama haruslah menyatu. Pertanyaan saya, sudahkan Anda melihat sains dan agama menyatu? Belum? Itu berarti pemahaman kita belum sampai ke ujung, belum ada apa-apanya,.Kita masih berlari-lari di awal, masih jauh dari finish. Kita berusaha belajar mencapai yang terbaik, mencapai ujungnya -- meskipun kita tahu, kita tak mungkin bisa sampai ke puncak.

Selengkapnya...

Minggu, 24 April 2011

Hukum II Termodinamika dan Semesta Paralel

          Menurut Hukum II Termodinamika, reaksi fisis secara spontan hanya dapat berlangsung dari keadaan entropi rendah ke keadaan entropi tinggi, tidak mungkin sebaliknya. Jadi dalam sistem berskala besar (makro) jumlah entropi (kekacauan) akan bertambah seiring dengan pertambahan waktu. Mobil berkarat, rumah yang tidak terawat bobrok, gudang semakin berdebu, baju memudar dan lusuh, moral manusia makin melorot, dan lain-lain seiring dengan pertambahan waktu. Dalam skala ruang yang kecil mungkin saja terlihat kadar entropi yang justru berkurang, seperti pada kursi. Kayu yang "entropinya" tinggi (manfaat kurang) dibuat menjadi kursi yang entropinya lebih rendah. Ya, kelihatannya entropi berkurang, tapi itu dalam skala kecil. Dalam skala besar pohon-pohon ditebangi, hutan semakin sempit, fauna penghuni hutan tergusur, kadar CO2 bertambah sehingga terjadi pemanasan global. Jadi pada sistem makro entropi selalu bertambah, karena pertambahan entalpi selalu diiringi pertambahan entropi yang lebih besar.

          Menurut teori Big-Bang alam semesta yang tadinya penuh dengan chaos, entropi tinggi. Begitu jagat raya mengembang, suhu dan tekanan menurun dan tercipta partikel-partikel dasar yang mulai menyusun galaksi-galaksi. Hal ini berarti entropi berkurang (keteraturan bertambah). Jika jagat raya kita merupakan satu-satunya jagat raya, berarti sistem makro terbesar yang ada adalah jagat raya kita dan ini tentunya tidak sesuai dengan Hukum II Termodinamika, salah satu hukum tertinggi di alam.

          Ini bisa saja dibenarkan jika jagat raya  kita merupakan sistem lokal (kecil), namun ini juga berarti ada banyak jagat raya  yang menyusun “yang ada”. Untuk mendukung model ini maka kosmos “yang ada” tentulah memiliki dimensi geometri yang lebih besar dari 4.

          Kembali ke Hukum II Termodinamika, jika semesta  kita mengalami penurunan entropi,pada suatu saat, maka pada saat yang sama lebih banyak semesta  lain yang mengalami kenaikan entropi yang lebih besar daripada penurunan entropi di  kita. Karena  yang ada tentunya sangat banyak jumlahnya, maka kosmos terbesar mungkin berdimensi  5, 6, 7 atau lebih. Tapi apakah kosmos sebenarnya berbentuk 6,7, atau 11 dimensi pun tidaklah begitu penting jika pemahaman fisika kita belum sampai ke sana. Buat apa membuat model 100 dimensi jika kita belum mampu memahami fenomena dalam dimensi 100? Jadi kita cukup membuat model tersederhana yang paling mungkin untuk  mendapatkan hasil yang sesuai antara model dan pengamatan dan meramalkan gejala semesta. Saat ini, ditengah berkembangnya kosmologi modern, model 5 dimensi mungkin perlu ditinjau lebih jauh.


baca juga :  
Model alam semesta
Grandfather paradox
 
Selengkapnya...

Selasa, 19 April 2011

Beri Judul Sendiri

          Sebenarnya saat membuat blog ini saya tidak ingin memuat postingan macam postingan ini, tapi apa lacur, rasanya sudah makin gemes, nggak tau mau marah-marah sama siapa. Toh, ada kaitannya dengan paradoks juga, dalam kisah nyata.

          Seorang bapak punya tiga orang anak, duanya sebodoh bapaknya, tapi si bungsu entah mengapa cerdas luar biasa, mungkin karena kehendak pembuat cerita ini. Sang ayah menyadari betul bakat anaknya ini, ia mempercayakan masa depan dan nama baik keluarganya pada si bungsu. Si bungsu rajin belajar, dan belajar memerlukan fasilitas. Apa pun fasilitas yang diinginkan oleh si bungsu, sebisa mungkin dikabulkan bapaknya, meskipun si bapak bukan orang kaya. Tak ayal dari buku, blackberry, laptop, motor, dan lain-lain dikucurkan, demi sang anak, demi masa depan keluarga. Ketika si bungsu lulus sma, dia kepingin kuliah di luar negeri. Bapaknya, karena yakin anaknya bakal lebih cerdas jika menuntut ilmu di luar negeri (uh.. kasian ptn kita), mengabulkannya. Tak cukup sampai di situ, sang anak nggak mau tinggalnya di kost, maunya di apartemen, apartemen yang diminta pun biaya sewanya selangit. Si bapak punya uang sih, tapi kalau mengabulkan keinginan anaknya, maka keperluan lain, keperluan anaknya yang lain, tidak akan terpenuhi. Alhasil si bapak menolak karena anaknya yang lain nggak setuju, tapi si bungsu ngambek, nuntut, berdalih ini untuk maksimalisasi studinya. 
          Pertanyaannya, haruskah si bapak mengabulkan keinginan anaknya?

          Oke, itulah gambarannya, si bapak dan kedua anaknya ialah kita, apartemen mewah ialah gedung satu koma sekian trillyun, dan si bungsu... Anda tahu sendiri.
Kasihan negeri kita..
Selengkapnya...

Senin, 18 April 2011

Paradoks si Tukang Bohong

Paradoks si tukang bohong atau Paradoks Pembohong (Liar Paradox) adalah salah satu paradoks dalam logika verbal yang paling tua dan terkenal. Banyak paradoks-paradoks lain yang memiliki bentuk yang mirip dengan paradoks ini digolongkan jadi satu kelompok. Salah satu yang paling tua ialah Epimenides paradox. Epimenides, seorang Kreta menyatakan "Semua orang Kreta selalu berkata bohong." Nah, jadi kalimat Epimenides tadi jujur atau bohong? Seandainya kita menjawab Epimenides bohong (argumen 1: kan dia orang Kreta, dan orang Kreta itu pembohong) maka kalimat "Semua orang Kreta selalu berkata bohong" bernilai salah (bohong), berarti orang Kreta bukan pembohong dan ini mematahkan argumen 1 -- jelas terlihat kontradiksi di sini. Pun jika kita menjawab Epimenides jujur (argumen 2: Epimenides menyatakan semua orang Kreta selalu bohong), berarti dia berkata yang sebenarnya (jujur), tapi keadaan ini bertentangan dengan pernyataannya, dia selalu berkata bohong. Jadi, Epimenides itu jujur atau bohong?

Bentuk lain dari paradoks pembohong (meskipun logikanya tidak sama dengan yang pertama) ialah kalimat "Kalimat ini salah", jadi kalimat itu salah atau benar? Sebut "Kalimat ini salah" sebagai A. Jika A salah, berarti A benar karena mengatakan hal yang sama, kalimat ini salah. Sebaliknya jika A benar, berarti "kalimat ini salah" bernilai benar, dengan kata lain A salah. Jika kita menjawab A tidak benar maupun salah akan memberikan keadaan kontradiksi yang sama saja. Jika kita merubah bentuk kalimat A menjadi "Kalimat ini tidak benar," sebut kalimat B (jelas A=B, berarti tidak ada yang berbeda kan?). Jika kalimat B tidak benar, berarti kalimat B bernilai benar karena menyatakan hal yang sesuai, "Kalimat ini tidak benar". Bingung?

Oke, sebagai penutup saya perkenalkan suatu bentuk lain liar paradox yang ditemukan oleh anak umur 11 tahun, Veronique Eldridge-Smith. Paradoks yang dikenal paradoks Pinokio itu menanyakan "Apa yang terjadi jika Pinokio berkata, 'Hidungku akan memanjang'?". Kita tahu Pinokio, anaknya Geppetto, hidungnya akan tumbuh memanjang jika ia berbohong. Jika Pinokio berkata "Hidungku akan memanjang" dan ternyata hidungnya tidak memanjang, berarti Pinokio berbohong, dengan demikian hidungnya akan memanjang. Tetapi jika hidungnya memanjang berarti Pinokio berkata jujur, maka hidungnya tidak semestinya memanjang. Dengan demikian, Pinokio berada pada keadaan hidungnya akan memanjang saat hidungnya tidak memanjang. Hebat!!

Sebagai penutup (kali ini benar-benar penutup), coba pikirkan paradoks yang dikenal sebagai "Crocodile dilemma". Seekor buaya menangkap seorang anak dan berjanji pada ayah anak itu untuk membebaskan sang anak jika sang ayah mengetahui apa yang ia (Si Buaya) akan lakukan. Nah, jika sang ayah berkata "Kau tidak akan mengembalikan anakku," apakah yang akan terjadi?

Baca juga:

Epimenides Berbohong!
Barber Paradox
Paradoks Gayus
Paradoks Curry


Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.