Minggu, 21 Oktober 2012

Kerucut Cahaya dan Sekilas Mengenai Ruang Minkowski

Mari kita awali dengan konsep.

Mobil Sukri melintasi perempatan Jalan Apel Malang dan Deny berada perempatan yang sama tepat di jalur mobil Sukri (koordinat x, y, dan z-nya persis sama). Mengapa mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya ialah karena Deny berdiri di perempatan kemarin pagi dan mobil Sukri melintas tadi sore.

Mobil Sukri melintasi perempatan jalan dan di saat yang tepat sama Deny jongkok di perempatan jalan. Mengapa Mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya karena mobil Sukri melintas di perempatan Jalan Apel Malang dan Deny nongkrongnya di perempatan Jalan Apel Washington (keduanya bukan perempatan yang sama).

Berdasarkan data GPS, Sukri berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S, dan Deny juga berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S pada waktu yang tepat sama. Mengapa Deny dan Sukri tidak berpapasan? Jawabannya karena Deny berada di halaman dan Sukri 10.000 m di atas permukaan tanah duduk nyaman di kursi pesawat.

Oke, dengan penjabaran di atas kita telah menemukan suatu hal yakni: kecuali kita hanya bisa bergerak searah dan (nyaris) seragam dalam waktu, tidak ada perbedaan hakiki antara ruang (x,y,z) dan waktu (t). Lalu kenapa kita membedakannya? Jadi mari kita gabungkan saja dimensi waktu ke saudara-saudaranya yang lain, lalu kita buat “ruang”, bukan satu, dua, atau tiga melainkan empat dimensi.

Jadi, kita sudah bosan menggambarkan posisi benda dalam ruang tiga dimensi, dan saat ini kita ingin menggambarkan posisi suatu benda dalam ruang empat dimensi (yakni 3 dimensi spasial dan satu dimensi waktu). Perhatikanlah saat Anda melempar sebuah kerikil ke atas permukaan air. Saat kerikil menyentuh permukaan air, timbullah suatu muka gelombang, lalu beberapa saat kemudian muncul lagi gelombang baru dan demikian seterusnya sehingga seolah-olah titik jatuhnya batu itu menjadi pabrik yang memproduksi gelombang-gelombang dengan periode tetap (catatan: kalimat ini sepertinya panjang sekali). Kurang lebih gambarnya seperti di bawah ini.



Jika titik jatuhnya batu di x = a dan seekor ikan megap-megap mencari udara di titik x = b (kita kesampingkan sumbu y dan z dengan asumsi kedua titik berada di nilai y dan z yang tepat sama). Jika saat kerikil menyentuh permukaan air kita beri nilai t = 0, maka gelombangnya baru akan diterima oleh ikan saat t = 3 detik. Jadi informasi mengenai jatuhnya batu datangnya terlambat dari peristiwa sebenarnya. Seandainyasi ikan buta (ia hanya dapat menerima rangsang melalui indera peraba), maka saat ikan menyadari “Wah, ada batu yang jatuh nih” sebenarnya ia menerima isyarat dari peristiwa masa lalu (tiga detik yang lalu).

Nah, sebenarnya demikian pula dengan isyarat cahaya. Cahaya dari Matahari memerlukan waktu sekitar delapan menit untuk sampai ke Bumi. Artinya foton yang kita terima ialah foton yang dipancarkan Matahari delapan menit yang lalu, sehingga Matahari yang kita lihat ini ialah Matahari delapan menit yang lalu. Kalau seandainya Matahari tiba tiba meledak, maka kita baru akan menyadarinya delapan menit kemudian. Bahkan andaikan bila Matahari tiba-tiba raib (jangan tanya saya apa kira-kira penyebabnya), maka orbit Bumi baru akan terganggu delapan menit kemudian. Ini terjadi karena menurut TRK, tidak ada isyarat yang bisa melaju lebih cepat daripada kelajuan cahaya (c), termasuk gravitasi. Jadi, kalau Anda melihat suatu bintang bersinar terang di langit, mungkin saja di saat ini bintang itu sudah lenyap, karena cahaya yang Anda lihat itu adalah cahaya dari puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Sederhananya, kita bukan hanya tak bisa melihat masa depan, melihat masa kini pun kita tak mampu. Kita hanya dapat melihat masa lalu!

Gambaran mengenai posisi suatu objek dalam ruang waktu sering dipresentasikan dalam diagram kerucut cahaya(*). Mudahnya, kita mereduksi sumbu x, y, dan z menjadi r untuk alasan penyederhanaan dan menggambarkan diagram r versus t dalam koordinat kartesian.



Perhatikan pada gambar (a), andaikan seorang astronot dalam pesawat luar angkasa yang beada di dekat Matahari (jangan ditanya nyaman atau tidak)melihat ke arah Bumi. Dengan teleskop supercanggih ia melihat Pak Bakir mau memesan kopi di warung kopi. Si astronot belum tahu kopi apa yang dipesan oleh pak Bakir, tetapi Pak Boker yang duduk di dekat Pak Bakir telah menyaksikan pak Bakir menyesap kopi dengan nikmatnya. Ini terjadi karena isyarat cahaya yang membawa informasi kopi-apa-yang-diminum-Pak-Bakir membutuhkan waktu delapan menit untuk sampai ke astronot yang tengah kepanasan. Jadi informasi yang keluar dari suatu sumber pasti mengarah ke masa depan.

Pada gambar (b), seperti yang kita jelaskan sebelumnya, informasi tentang meledaknya pesawat luar angkasa yang digunakan astronot di dekat Matahari sebenarnya sudah terjadi delapan menit yang lalu. Jadi informasi yang diterima oleh suatu pengamat pastilah berasal dari masa lalu. Garis cahaya pada gambar (b) menunjukkan alam semesta yang kita lihat (alam semesta teramati) karena semua objek yang terlihat pasti berada pada garis cahaya masa lalu.

Jika kita menggabungkan Bumi sebagai sumber informasi (gambar (a)) dan Bumi sebagai pengamat (gambar (b)), diperolehlah gambaran lengkap mengenai lalu-lintas informasi di suatu objek, yang kita sebut kerucut cahaya.

Dari pemaparan di atas, nampak jelas garis yang membentuk segitga atau kerucut itu ialah lintasan cahaya. Ingatlah bahwa gradien garis dalam plot ruang-waktu merepresentasikan kecepatan (dx/dt). Makin tinggi kecepatan suatu isyarat, maka garisnya akan semakin landai pada diagram ruang-waktu (lihat gambar). Semenjak tidak ada isyarat yang bisa bergerak lebih cepat dari kelajuan cahaya, maka lintasan isyarat yang diperkenankan harus berada di dalam kerucut (daerah time-like ), kecuali cahaya yang bisa berada tepat pada batas kerucut (light-like atau null-like).



Ruang Minkowski

Nah, saya sudah cukup banyak menjelaskan mengenai ruang datar empat dimensi ini dan juga mengenai kerucut cahaya. Sekarang saya perkenalkan secara resmi ruang empat dimensi yang dipakai ini bernama ruang Minkowski (diambil dari nama matematikawan Hermann Minkowski). Jadi ruang Minkowski ialah ruang datar empat dimensi dengan sumbu-sumbu x, y, z, t yang saling ortogonal.

Untuk mengetahui sifat matematis dari ruang Minkowski, perlu diketahui elemen garisnya. Terdapat beberapa syarat untuk menentukan elemen garis dari ruang Minkowski yakni sebagai berikut.

  1. Semua objek dan peristiwa yang terjadi pada garis cahaya terjadi secara simultan. Karena matahari 8 menit yang lalu dan proxima centaury 4,2 tahun yang lalu terjadi bersamaan (isyaratnya sampai secara bersamaan), maka jaraknya 0. Dengan begitu “jarak” pada garis cahaya = 0.
  2. Jarak antara dua objek yang selang komponen waktunya nol, Δt = dt = 0, maka elemen garisnya haruslah tereduksi menjadi elemen garis dalam ruang euklides, yang bila dinyatakan dalam koordinat kartesian ialah

Penting untuk diketahui yang dimaksud jarak di sini tidak persis sama dengan definisi jarak yang secara umum dipahami. Berdasarkan kedua syarat di atas, dapat diperoleh dua kemungkinan elemen garis dari ruang Minkowski yakni



atau


Di mana dr ialah elemen garis dalam ruang Euclid, dr2 = dx2 + dy2 + dz2 dan suku kelajuan cahaya (c) dibubuhkan untuk kesetaraan dimensi dalam sistem SI. Meskipun demikian sering dinyatakan c = 1, sehingga c2dt2 = dt2 dan memang sepatutnya tidak ada perbedaan (dalam penulisan berikutnya saya menganggap c = 1). Kedua hasil di atas pada intinya sama saja, dan keduanya sama-sama sering dipakai ([+ - - -] dan [– + + +]). Jika menggunakan ketentuan ke-1, elemen garis dalam ruang Minkowski dapat ditulis lengkap menjadi:




Definisi koefisien tiap-tiap komponen sumbu dalam elemen garis ialah



,

Dan gμν dengan μν sama dengan nol, serta x0 = t, x1 = x, x2 = y, dan x3 = z (**).

Koefisien-koefisien ini dapat ditulis dalam bentuk matriks, yakni



Yang disebut sebagai tensor metrik. Tensor metrik tidak lain ialah representasi matematis (dalam bentuk tensor – matriks) dari suatu sistem ruang.

Keterangan:
(*)   jika diproyeksikan dalam dua dimensi akan nampak berupa segitiga.
(**) angka-angka itu ialah indeks yang dituliskan di atas, bukan pangkat.

Selengkapnya...

Minggu, 07 Oktober 2012

Rasio Kumulatif dan Peluang Teoritis

Jika Anda melempar sebuah koin, berapakah peluang muncul sisi yang bergambar garuda? Karena uang koin punya dua sisi (mengabaikan kemungkinan uang koin bisa jatuh dalam keadaan berdiri), maka kemungkinan keadaannya hanya dua, yakni yang menghadap ke atas ialah sisi bergambar garuda atau sisi bergambar angka. Jadi, dengan cukup yakin kita dapat mengatakan peluang munculnya sisi bergambar garuda ialah p = ½. Jadi dapat kita tuliskan bila x = kemungkinan kejadian yang dicari dan X jumlah semua kejadian yang mungkin maka peluang dari kejadian,


Tapi apakah ini berarti jika Anda melempar koin dua kali, maka sisi bergambar garuda pasti akan muncul sekali? Apakah bila Anda melempar koin sepuluh kali maka sisi bergambar garuda pasti akan muncul lima kali?

Tentu saja tidak! Teori peluang hanya menggambarkan keadaan yang paling mungkin terjadi, dan kita tidak bisa membenarkan rasio kemungkinan dalam kejadian tunggal (atau hanya beberapa kejadian). Jadi saat kita melempar koin sepuluh kali, bisa saja sisi yang bergambar garuda hanya muncul empat kali, sekali, atau bahkan tidak muncul sama sekali. Berapa besar kemungkinan sisi garuda muncul empat kali, sekali, atau bahkan tidak muncul ini disebut distribusi peluang, dengan kata lain “peluang dari peluang”. Meskipun demikian, kita dapat mempercayai hitung-hitungan peluang itu bila kejadiaanya dilakukan berulang-ulang, makin banyak makin baik. Makin banyak kejadian terjadi, maka hasilnya akan semakin mendekati teori peluang klasik. Misalnya dalam empat pelemparan bisa saja sisi bergambar garuda tidak muncul sekalipun, tetapi jika kita melakukan pelemparan sebanyak N = 10.000 kali, nampaknya sisi garuda akan muncul sebanyak n kali di mana n/N ≈ ½ (sekitar 5.000 kali).

Di sini saya memberikan contoh rasio kemunculan sisi bergambar garuda untuk pelemparan sebanyak 200 kali.

Rasio kemunculan sisi garuda dalam N lemparan didefinisikan sebagai

Dengan n = banyak munculnya kejadian yang dicari dalam N kejadian dan N = total seluruh kejadian. Alih-alih melempar betulan koin sebanyak 200 kali, saya menggunakan generator bilangan acak dari Matlab.

Skrip Matlab Rasio Kumulatif:
clear;
disp('Grafik Rasio Kumulatif Pelemparan Koin');
n=input('masukkan jumlah pelemparan: ');
x=1:1:n;
X=rand(1,n);
[b,k]=size(X);
Y=X;
for j=1:k
    if Y(1,j)<0.5
        Y(1,j)=0;
    else
        Y(1,j)=1;
    end
end
Z=Y;
for j=1:k
    Z(1,j)=sum(Y(1,1:j))/j;
end
P=0.5*ones(1,n);
plot(x,Z,x,P); grid on
xlabel('lemparan ke-'); ylabel('Rasio kumulatif');
r=sum(Y)/n;
disp('rasio kemunculan sisi Garuda = '); disp(r);
y=1;t=0;
T=input('ingin melihat data pelemparan? (y/t)');
if T==1
    disp(Y)
else
    disp(' ');
end

Mari kita lihat beberapa grafiknya.

Jadi dari grafik rasio tadi diperoleh makin besar nilai N (makin banyak kejadian), maka nila R akan semakin mendekati p. Jadi, jangan mengharapkan hasil yang sesuai dengan teori peluang bila kejadiannya hanya beberapa kali.



Selengkapnya...

Minggu, 16 September 2012

Hukum Radiasi Planck

Hukum radiasi Planck untuk benda hitam merupakan persamaan yang sangat indah, dan juga memberikan hasil yang sesuai dengan eksperimen. Karena tidak ada waktu yang cukup untuk membuat mukadimah yang panjang, silakan unduh penjabaran hukum radiasi Planck mulai dari penurunan persamaannya berdasarkan asumsi-asumsi, penurunannya ke persamaan Stefan-Boltzmann, dan hukum pergeseran Wien di sini. Di situ saya menjelaskannya dengan cukup lengkap, meskipun tidak terperinci sekali. Setidaknya, lebih jelas dari pada kebanyakan buku teks yang Anda punya.

Untuk membacanya secara langsung, silakan dilihat via Scribd embbedding di bawah ini.


Radiasi Benda Hitam

Selengkapnya...

Konsep Persamaan Diferensial

Buku yang baik adalah buku dengan pengantar yang mampu menjembatani pemahaman kita tentang suatu materi dengan konsep yang ingin dijabarkan oleh buku tersebut. Utamanya buku-buku fisika dan matematika, bila buku tadi memiliki pengantar yang tidak memulai penjelasannya dari sebatas mana pengetahuan kita berarti buku itu memang tidak ditujukan untuk tingkatan kita. Tetapi bila penulis buku mengklaim bukunya sesuai untuk suatu tingkatan akademik dan kita berada di tingkatan yang dimaksud – dengan kemampuan yang cukup pula, tidak juga mengerti dari mana konsep materi si buku bermula, berarti buku itu tergolong buku yang “buruk”.

Ini adalah pengalaman saya saat berkenalan dengan yang namanya persamaan diferensial (PD) sekitar lima tahun lalu. Saya tidak dapat memperoleh buku-buku yang mampu mengantar pemikiran saya dari konsep matematika yang saya pahami menuju konsep persamaan diferensial. Alhasil, saat-saat pertama saya mencoba menghapal saja formulasi matematisnya tanpa memahami konsepnya, dan persamaan diferensial benar-benar mengerikan! Oleh karena itu, di sini saya akan mencoba memberikan sedikit perspektif dan pengantar menuju apa itu persamaan diferensial. Yang akan saya bahas disini tidak lengkap, tetapi lebih ke pengantar menuju pengantar-yang-ada-di-buku-buku-matematika.

Oke, saat kita ingin mempelajari persamaan diferensial, pastinya kita harus sudah memahami kalkulus diferensial. Di sini akan saya mulai dengan fungsi y(x) = C ekx. Turunan fungsi y terhadap x ialah y’(x) = Ck ekx. Dengan demikian kita memperoleh hubungan

Whoiila!! Ini adalah contoh dari persamaan diferensial. Persamaan di atas bernilai benar bila y = C ekx. Mengingat hanya fungsi eksponensiallah yang turunannya sama dengan fungsi awalnya, kita dapat yakin fungsi y(x) = C ekx merupakan solusi tunggal dari PD y’ – ky = 0.

Sekarang tinjau fungsi y(x) = C1 sin(kx), turunan pertamanya ialah y' = C1k cos(kx) dan turunan keduanya y’’ = -C1k2 sin(kx). Dari fungsi awal dan turunan kedua-nya, dapat diperoleh hubungan

Ini juga contoh dari persamaan diferensial orde dua (orde menandakan turunan tertinggi yang terdapat dalam PD). Jadi PD di atas benar jika y = C1 sin(kx). Dengan demikian, y = C1 sin(kx) merupakan salah satu solusi dari PD tadi. Kok salah satu? Ya karena terdapat solusi lain yang mungkin, yakni y = C2 cos(kx). Turunan ke-dua dari y = C2 cos(kx) ialah y’’ = -C2k2 cos(kx) yang bila di substitusikan juga memenuhi PD yang ke-2. Jadi PD itu memiliki dua solusi. Mengingat sifat linear operasi diferensial terhadap penjumlahan dan pengurangan

Maka kedua solusi yang mungkin itu dapat kita gabungkan menjadi y = C1 sin(kx) + C2 cos(kx). Jika solusi sebenarnya dari suatu problem hanya memuat suku sinus saja, maka C2 sama dengan nol, begitu pula sebaliknya. Jadi solusi dari PD y’’ + k2y = 0 ialah y = C1 sin(kx) + C2 cos(kx).

Kemudian bila kita mengambil fungsi y = C1 sinh(kx), yang turunan ke-duanya ialah y’’ = C1k2 sinh(kx), maka diperoleh hubungan:

Seperti pada contoh sebelumnya, PD ini juga terpenuhi untuk y = C2 cosh(kx), sehingga solusi dari PD ke-tiga ialah y = C1 sinh(kx) + C2 cosh(kx).

Tentunya, pada penjabaran di atas kita bekerja secara terbalik. Dengan memilih suatu fungsi tertentu sejak awal, kita bangun beberapa bentuk persamaan diferensial yang sesuai. Nah, dalam problem matematis maupun fisis pada umumnya, kita diberikan/memperoleh persamaan diferensial terlebih dahulu. Pemecahan PD adalah memperoleh fungsi yang memenuhi PD terkait. Fungsi yang bila disulihkan ke dalam PD memberikan kesamaan yang tepat disebut solusi dari persamaan diferensial.

Persamaan diferensial orde satu sebenarnya dapat dengan mudah diperoleh solusinya, antara lain yang memiliki bentuk seperti ini:

Di mana y = y(x) dan a suatu konstanta. Mula-mula, pindahkan a ke ruas sebelah sehingga suku turunan y'=dy/dx berada di ruas tersendiri.

Sekarang, operator dx dapat dipindahkan ke ruas sebelah sehingga menjadi integran.

Dengan mudah dapat diperoleh solusi y = ax + C. Jadi, pada dasarnya kita ingin mengumpulkan antara fungsi dan integrannya (y dan dy) pada satu ruas serta variabel dan integrannya (x dan dx) pada ruas yang lainnya agar kita dapat mengintegralkan keduanya. Dengan pembuktiaan terbalik (seperti metode sebelum-sebelumnya), jelaslah bila y = ax + C maka y’ = a, sehingga y’ – a = 0.

Sekarang kita akan mencoba menyelesaikan PD yang agak lebih rumit. Misalkan kita akan mencari solusi dari PD 4y’ – sin x = 2x.



Hore!!! Kita dapat deh solusinya. Solusi seperti itu dinamakan solusi umum, karena menyisakan suatu konstanta (C) yang tidak kita ketahui nilainya. Nilai dari koefisien C dapat diperoleh melalui syarat-syarat batas. Misalkan diberikan syarat batas y(0) = 5. Dengan menyulihkan nilai x = 0 pada solusi umum di atas, didapatkan,

Didapatkan C = 21/4 sehingga diperoleh solusi khusus .

Oke, saya berikan satu contoh terakhir,

Pertama-tama, faktorkan ruas kanan (hingga hanya terdapat satu suku y) kemudian kirim semua y ke ruas kiri dan x ke ruas kanan.


Akhirnya, didapatkan solusi

dengan adalah suatu tetapan.


Secara umum, PD linear orde-1 dapatlah dinyatakan dalam bentuk umum berikut,



Di sini, kita akan mencari formulasi umum untuk memperoleh solusi dari PD linear orde-1. Mula-mula, kedua ruas dikalikan dengan eP(x) dx sehingga



Perhatikan bahwa ruas kiri merupakan turunan dari yeP(x) dx sehingga



Akhirnya, kita peroleh formulasi untuk solusi dari PD linear orde-1


Demikianlah pengantar dari pengantar persamaan diferensial ini. Setelah memahami konsepnya tentunya buku teks matematika di meja Anda akan terasa lebih menyenangkan untuk dipelajari.



Selengkapnya...

Minggu, 09 September 2012

Paradoks Senter

Masih ingat dengan teori relativitas khusus? Dalam TRK Einstein mempostulatkan bahwa kelajuan maksimal suatu isyarat (yakni kecepatan cahaya dalam ruang hampa) bernilai tetap, tidak bergantung pada kerangka acuan yang digunakan (invarian). Dari postulat ini diperoleh rumusan kelajuan relatif dua buah benda yang bergerak sejajar ialah



Tentunya hal ini memberikan implikasi bahwa jika suatu partikel bergerak dengan kelajuan c, dan partikel lain juga bergerakdengan kelajuan c dalam arah yang berlawanan, maka kelajuan relatifnya bukan 2c, melainkan c! Sekarang mari kita saksikan paradoks berikut ini.



Misalkan terdapat dua buah senter yang berhadapan, yakni senter A dan senter B yang relatif diam satu sama lain dengan jarak x. Jika kedua senter secara bersamaan dinyalakan, senter A memancarkan foton a yang memiliki kecepatan c ke arah kanan (+c) dan senter B memancarkan foton b yang memiliki kecepatan c ke arah kiri (-c). Pertanyaannya adalah, di manakah kedua foton itu berpapasan?

Foton a dapat beranggapan dirinya diam dan foton b bergerak mendekatinya dengan kecepatan . Karena foton a juga bergerak ke arah senter B yang diam, maka ia juga akan melihat senter B bergerak mendekatinya dengan kecepatan . Jadi menurut foton a, foton b dan senter B sama-sama bergerak mendekati dirinya dengan kecepatan –c. Karena sebenarnya foton a-lah yang bergerak ke arah senter B, maka menurutnya ia akan bertemu foton b di saat yang sama dengan ia bertemu senter B, dengan kata lain kedua foton akan berpapasan di senter B.

Foton b dapat beranggapan bahwa dirinyalah yang diam, dan foton a bergerak menuju dirinya dengan kecepatan , dan senter A juga bergerak menuju dirinya dengan kecepatan . Jadi, menurut foton b, ia akan bertemu dengan foton a di saat yang sama dengan ia bertemu senter A. Dengan kata lain, kedua foton akan bertemu di senter A.

Menurut seorang penjual nasi goreng yang duduk diam melihat melihat fenomena ini, foton a dan b memiliki kecepatan yang sama tetapi berlawanan, sehingga secara logis kedua foton akan bertemu di titik tengah antara kedua senter.

Bagaimana? Di manakah kedua foton akan berpapasan? Siapakah yang benar? Oke, silakan coba memecahkannya.



Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.