Minggu, 04 November 2012

Misteri Rapat Peluang

Rapat peluang atau rapat probabilitas biasa kita kenal direpresentasikan dengan kurva distribusi dalam statistik. Well, karena saya menemukan misteri ini saat belajar kembali mengenai fisika kuantum, jadi di sini akan saya gunakan rapat peluang keberadaan partikel (semisal elektron) dalam suatu daerah. Untuk memudahkan, saya pilih kasus yang sederhana saja, yakni partikel dalam sumur potensial tak hingga satu dimensi.

Jadi, dalam kasus ini, partikel terletak dalam ruang satu dimensi (satu derajat kebebasan) yakni pada sumbu-X. Selanjutnya, nilai potensial digambarkan dalam sumbu-Y sehingga sumur potensial berbentuk seperti gambar di bawah ini.

Daerah \(x \lt -a\) dan \(x \gt a\) dipengaruhi potensial yang sangat besar, dan untuk kemudahan matematis kita anggap tak hingga. Adapun daerah \(-a \lt x \lt a\) potensialnya = 0. Jika partikel memiliki energi kinetik \(E\) (berhingga tentunya), padahal potensial di daerah kiri dan kanan “sumur” didera potensial tak hingga maka pastilah partikel tak akan mampu berada di daerah itu. Dengan demikian partikel akan terperangkap dalam sumur.

Selanjutnya, mari kita panggil persamaan Schrödinger untuk fungsi gelombang bebas-waktu,

Untuk daerah \(x \lt -a\) dan \(x \gt a\) yang kita sebut “zona terlarang”, fungsi gelombangnya sama dengan nol karena partikel tak mungkin berada di situ. Adapun untuk daerah \(-a \lt x \lt a\), persamaan Schrödinger-nya menjadi:







Mengingat bentuk persamaan gelombang maka dengan mudah didapati konstanta \(\frac{2mE}{\hbar^2}\) berperan sebagai kuadrat bilangan gelombang, \(k^2\), sehingga diperoleh:



yang solusinya


Setelah menerapkan syarat batas yakni syarat kontinuitas di x = -a dan di x = a,


Dari syarat total peluang harus sama dengan 1, koefisien A dan B (amplitudo gelombang) dapat diperoleh dengan normalisasi fungsi \(\int_{-\infty}^{\infty}\left |\psi \right |^2 dx = 1\) yang memberikan hasil \(A = B = \frac{1}{\sqrt{a}}\).

Akhirnya diperoleh solusi



Mengapa dipilih problem yang sederhana dan penjelasan ringkas ialah karena yang ingin saya tunjukkan bukan penyelesaian persamaan gelombangnya, melainkan rapat distribusinya. Dengan menggunakan Matlab saya membuat skrip untuk menggambarkan solusinya di bawah ini.


Untuk n = 1 saya tampilkan khusus gambarnya

Grafik di kanan ialah rapat peluang (peluang keberadaan, |ψ|2) partikel sepanjang selang [-5.5]. Jika dihitung, peluang partikel berada dalam selang [-5,5] = 1, karena partikel tidak mungkin berada di luar selang itu. Pada grafik kita temukan pula bahwa peluang menemukan partikel paling besar di sekitar x = 0, dengan kata lain si partikel paling mungkin berada di tengah-tengah. Nah, berapakah peluang partikel berada di x = 0? Ayo, ayo, silakan dijawab.

...
...

Jawabannya bukan 0,2, tetapi nol! Atau setidaknya secara matematis begitu. Jika Anda menjawab 0,2, dengan metode serupa coba bayangkan peluang partikel berada di x = 0,001. Hampir 0,2, kan? Di x = 0,002 juga hampir 0,2, di x = 0,003 juga hampir 0,2 —— kalau dijumlahkan sepanjang selang, total peluangnya pasti akan jauh lebih besar daripada 1. Sangat tidak logis, bukan? Jadi, jangan salah paham dengan angka rapat peluang. Peluang sebenarnya ialah rapat peluang dikalikan dengan ruang (analog dengan massa sama dengan rapat massa dikalikan volumenya). Jadi, dalam kasus ini peluang adalah luas daerah di bawah kurva. Sebagai contoh untuk selang (0,1). Kita lakukan pendekatan saja di sini, didapatkan luas daerah di bawah kurva dalam selang (0,1) ialah \(\frac{0,2+0,18}{2}\) dikalikan lebar selang (yakni 1) sehingga peluang partikel berada dalam selang (0,1) ialah sekitar 0,19. Contoh lainnya, peluang partikel berada dalam selang selang (-2,2) ialah (0,13+0,2)/2 dikalikan lebar selang (yakni 4) ialah 0,66. Terakhir, peluang partikel berada dalam selang (-5,5) ialah (0+0,2)/2 dikalikan dengan 10 sama dengan 1. Perhatikan bahwa luas persegi di kanan = 10 × 0,2 = 2 atau tepat dua kali luas daerah di bawah kurva.

Nah, sekarang kita kembali ke pertanyaan sebelumnya: berapa peluang partikel berada tepat di x = 0? Peluangnya ialah 0,2 dikalikan dengan lebar selangnya (lebar dari titik ialah 0) menghasilkan nol. Jadi peluang partikel tepat berada di titik x = 0 (atau di titik mana pun) secara matematis sama dengan nol. Kok bisa? Sederhanyanya, bayangkan saja dadu bersisi enam dilemparkan. Berapa peluang munculnya mata dadu satu?

Jadi peluang munculnya mata dadu satu ialah 1/6. Dalam kasus partikel tadi, ada tak hingga banyaknya titik dalam selang [-5,5], sehingga peluang sebuah partikel berada di sembarang satu titik ialah 1/∞ = 0. Dengan demikian peluang keberadaan partikel harus diberikan dalam suatu selang, bukan titik.

Timbullah suatu paradoks:

Andaikan suatu partikel harus berada dalam selang [-5,5] sedangkan tiap titik dalam selang itu memiliki peluang ditemukannya partikel, p = 0, jadi di mana partikel itu harus berada?

Skrip Matlab:
% Grafik Solusi Sumur Potensial Tak Hingga
% @ Sunkar E.G.
clear;
y=1;t=0;
jenis=input('mode input?(y/t)');
a=input('batas = ');
x=linspace(-a,a,200);
if jenis==1
n=input('n = ');
if mod(n,2)==0
psi=(1/sqrt(a))*sin(n*pi*x/(2*a));
else
psi=(1/sqrt(a))*cos(n*pi*x/(2*a));
end
psi2=psi.^2;
subplot(121)
plot(x,psi);
xlabel('x');ylabel('y');
title('Fungsi Gelombang (\Psi)');
subplot(122)
plot(x,psi2)
xlabel('x');ylabel('rapat peluang');
title('|\Psi|^2');
subplot(111)
else
psi1=(1/sqrt(a))*cos(1*pi*x/(2*a));
psi3=(1/sqrt(a))*cos(3*pi*x/(2*a));
psi2=(1/sqrt(a))*sin(2*pi*x/(2*a));
psi4=(1/sqrt(a))*sin(4*pi*x/(2*a));
psi12=psi1.^2;psi22=psi2.^2;psi32=psi3.^2;psi42=psi4.^2;
subplot(121)
plot(x,psi1,x,psi2,x,psi3,x,psi4)
xlabel('x');ylabel('y');
title('Fungsi Gelombang (\Psi)');
legend('n=1','n=2','n=3','n=4')
subplot(122)
plot(x,psi12,x,psi22,x,psi32,x,psi42)
grid on
xlabel('x');ylabel('rapat peluang');
title('|\Psi|^2');
subplot(111)
end



Selengkapnya...

Minggu, 28 Oktober 2012

Kalkulus Dasar rev. 1.0

Telah terbit!!!

Buku saya yang ke-dua mengenai kalkulus dasar hingga sedikit menyinggung kalkulus lanjut. Buku berjudul Kalkulus Dasar - Untuk Sekolah Menengah Atas dan Awal Universitas ini akhirnya kelar.

Isi:
  1. Himpunan dan Fungsi
  2. Limit
  3. Turunan
  4. Integral
  5. Turunan Parsial dan Turunan Berarah
  6. Aplikasi Turunan dan Integral
  7. Deret Tak Hingga
  8. Pengantar Persamaan Diferensial

Buku ini berformat *.docx, tanpa proteksi apa pun. Anda berhak menggunakan dan mengedarkannya kepada siapapun sesukanya, tetapi tidak untuk dikomersilkan! Saya berterima kasih kepada saudara-saudari pengunjung blog ini, pengguna buku Astronomi dan Astrofisika, dan segenap teman-teman saya yang, meskipun Anda tidak tahu, Anda adalah orang-orang yang memotivasi terbitnya buku ke-dua saya ini. Buku-buku saya diterbitkan atas nama Paradoks Softbook Publisher, semacam yayasan penerbit dunia maya non profit yang kerjanya hanya untuk memajukan pendidikan di Indonesia. Dan karena itu, untuk sementara weblog paradoks77.blogspot.com akan menjadi laman resmi penerbit. Jika ada saudara-saudari yang ingin menawarkan bantuan, komentar saja ke sini atau lewat surel saya.

Akhirnya, selamat mengunduh dan menggunakan buku Kalkulus Dasar.



Selengkapnya...

Minggu, 21 Oktober 2012

Riset Mini Dinamit untuk Sumber Gelombang Pengambilan Data Seismik

Halo para pembaca, kali ini admin hendak memamerkan hasil riset yang dimulai beberapa bulan lalu, yakni pembuatan mini dinamit sebagai sumber gelombang mekanik (source) untuk pengambilan data seismik. Dalam pengambilan data seismik biasanya digunakan source menggunakan dinamit (jika memerlukan gelombang yang besar) atau palu seismik (jika memerlukan gelombang yang kecil). Gelombang yang diciptakan palu sangat minim yang menembus tanah (keras sih keras, karena kebanyakan larinya ke udara) apalagi bila instrumen tidak begitu peka, sedangkan cukup sulit untuk memperoleh dinamit (segala perizinan dan harganya yang mahal). Lagi pula, untuk riset kelas mahasiswa gelombang yang dihasilkan dinamit terlalu besar untuk lapangan pengamatan yang cukup kecil sehingga bisa dikata mubazir.

Untuk memecahkan masalah ini, senior saya mahasiswa geofisika yang bernama Muhammad Hasby mempunyai ide membuat mini dinamit yang ukurannya bisa disesuaikan sesuka hati. Nah, untuk merealisasikannya admin dan saudara Aldytia melakukan riset ini. Tentunya dalam postingan ini tidak akan dibahas cara pembuatannya mengingat kemungkinan disalahgunakan. Jadi di sini saya hanya memberikan hasilnya saja. Hasil dibawah ialah ujicoba mini dinamit 250 gram dengan pemicu listrik DC 12 V via kabel.

Dalam ujicoba, bom ditanam dalam lubang berbentuk sumur sedalam 40 cm, lalu ditimbun lagi dan tanahnya dipadatkan. Tentu saja 250 gram itu cukup kecil, dan bisa diperbesar volumenya sesuai kebutuhan atau ditambah zat aditif untuk memperbesar daya ledaknya.

Jika ada mahasiswa yang ingin melakukan penelitian seismik tertarik dengan produk kami, silakan menghubungi admin. Tentunya kami hanya melayani untuk pekerjaan legal.



Selengkapnya...

Kerucut Cahaya dan Sekilas Mengenai Ruang Minkowski

Mari kita awali dengan konsep.

Mobil Sukri melintasi perempatan Jalan Apel Malang dan Deny berada perempatan yang sama tepat di jalur mobil Sukri (koordinat x, y, dan z-nya persis sama). Mengapa mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya ialah karena Deny berdiri di perempatan kemarin pagi dan mobil Sukri melintas tadi sore.

Mobil Sukri melintasi perempatan jalan dan di saat yang tepat sama Deny jongkok di perempatan jalan. Mengapa Mobil Sukri dan Deny tidak bertabrakan? Jawabnya karena mobil Sukri melintas di perempatan Jalan Apel Malang dan Deny nongkrongnya di perempatan Jalan Apel Washington (keduanya bukan perempatan yang sama).

Berdasarkan data GPS, Sukri berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S, dan Deny juga berada di koordinat 100° 15’ 20’’.3 E dan -5° 22’ 00’’.0 S pada waktu yang tepat sama. Mengapa Deny dan Sukri tidak berpapasan? Jawabannya karena Deny berada di halaman dan Sukri 10.000 m di atas permukaan tanah duduk nyaman di kursi pesawat.

Oke, dengan penjabaran di atas kita telah menemukan suatu hal yakni: kecuali kita hanya bisa bergerak searah dan (nyaris) seragam dalam waktu, tidak ada perbedaan hakiki antara ruang (x,y,z) dan waktu (t). Lalu kenapa kita membedakannya? Jadi mari kita gabungkan saja dimensi waktu ke saudara-saudaranya yang lain, lalu kita buat “ruang”, bukan satu, dua, atau tiga melainkan empat dimensi.

Jadi, kita sudah bosan menggambarkan posisi benda dalam ruang tiga dimensi, dan saat ini kita ingin menggambarkan posisi suatu benda dalam ruang empat dimensi (yakni 3 dimensi spasial dan satu dimensi waktu). Perhatikanlah saat Anda melempar sebuah kerikil ke atas permukaan air. Saat kerikil menyentuh permukaan air, timbullah suatu muka gelombang, lalu beberapa saat kemudian muncul lagi gelombang baru dan demikian seterusnya sehingga seolah-olah titik jatuhnya batu itu menjadi pabrik yang memproduksi gelombang-gelombang dengan periode tetap (catatan: kalimat ini sepertinya panjang sekali). Kurang lebih gambarnya seperti di bawah ini.



Jika titik jatuhnya batu di x = a dan seekor ikan megap-megap mencari udara di titik x = b (kita kesampingkan sumbu y dan z dengan asumsi kedua titik berada di nilai y dan z yang tepat sama). Jika saat kerikil menyentuh permukaan air kita beri nilai t = 0, maka gelombangnya baru akan diterima oleh ikan saat t = 3 detik. Jadi informasi mengenai jatuhnya batu datangnya terlambat dari peristiwa sebenarnya. Seandainyasi ikan buta (ia hanya dapat menerima rangsang melalui indera peraba), maka saat ikan menyadari “Wah, ada batu yang jatuh nih” sebenarnya ia menerima isyarat dari peristiwa masa lalu (tiga detik yang lalu).

Nah, sebenarnya demikian pula dengan isyarat cahaya. Cahaya dari Matahari memerlukan waktu sekitar delapan menit untuk sampai ke Bumi. Artinya foton yang kita terima ialah foton yang dipancarkan Matahari delapan menit yang lalu, sehingga Matahari yang kita lihat ini ialah Matahari delapan menit yang lalu. Kalau seandainya Matahari tiba tiba meledak, maka kita baru akan menyadarinya delapan menit kemudian. Bahkan andaikan bila Matahari tiba-tiba raib (jangan tanya saya apa kira-kira penyebabnya), maka orbit Bumi baru akan terganggu delapan menit kemudian. Ini terjadi karena menurut TRK, tidak ada isyarat yang bisa melaju lebih cepat daripada kelajuan cahaya (c), termasuk gravitasi. Jadi, kalau Anda melihat suatu bintang bersinar terang di langit, mungkin saja di saat ini bintang itu sudah lenyap, karena cahaya yang Anda lihat itu adalah cahaya dari puluhan bahkan ratusan tahun lalu. Sederhananya, kita bukan hanya tak bisa melihat masa depan, melihat masa kini pun kita tak mampu. Kita hanya dapat melihat masa lalu!

Gambaran mengenai posisi suatu objek dalam ruang waktu sering dipresentasikan dalam diagram kerucut cahaya(*). Mudahnya, kita mereduksi sumbu x, y, dan z menjadi r untuk alasan penyederhanaan dan menggambarkan diagram r versus t dalam koordinat kartesian.



Perhatikan pada gambar (a), andaikan seorang astronot dalam pesawat luar angkasa yang beada di dekat Matahari (jangan ditanya nyaman atau tidak)melihat ke arah Bumi. Dengan teleskop supercanggih ia melihat Pak Bakir mau memesan kopi di warung kopi. Si astronot belum tahu kopi apa yang dipesan oleh pak Bakir, tetapi Pak Boker yang duduk di dekat Pak Bakir telah menyaksikan pak Bakir menyesap kopi dengan nikmatnya. Ini terjadi karena isyarat cahaya yang membawa informasi kopi-apa-yang-diminum-Pak-Bakir membutuhkan waktu delapan menit untuk sampai ke astronot yang tengah kepanasan. Jadi informasi yang keluar dari suatu sumber pasti mengarah ke masa depan.

Pada gambar (b), seperti yang kita jelaskan sebelumnya, informasi tentang meledaknya pesawat luar angkasa yang digunakan astronot di dekat Matahari sebenarnya sudah terjadi delapan menit yang lalu. Jadi informasi yang diterima oleh suatu pengamat pastilah berasal dari masa lalu. Garis cahaya pada gambar (b) menunjukkan alam semesta yang kita lihat (alam semesta teramati) karena semua objek yang terlihat pasti berada pada garis cahaya masa lalu.

Jika kita menggabungkan Bumi sebagai sumber informasi (gambar (a)) dan Bumi sebagai pengamat (gambar (b)), diperolehlah gambaran lengkap mengenai lalu-lintas informasi di suatu objek, yang kita sebut kerucut cahaya.

Dari pemaparan di atas, nampak jelas garis yang membentuk segitga atau kerucut itu ialah lintasan cahaya. Ingatlah bahwa gradien garis dalam plot ruang-waktu merepresentasikan kecepatan (dx/dt). Makin tinggi kecepatan suatu isyarat, maka garisnya akan semakin landai pada diagram ruang-waktu (lihat gambar). Semenjak tidak ada isyarat yang bisa bergerak lebih cepat dari kelajuan cahaya, maka lintasan isyarat yang diperkenankan harus berada di dalam kerucut (daerah time-like ), kecuali cahaya yang bisa berada tepat pada batas kerucut (light-like atau null-like).



Ruang Minkowski

Nah, saya sudah cukup banyak menjelaskan mengenai ruang datar empat dimensi ini dan juga mengenai kerucut cahaya. Sekarang saya perkenalkan secara resmi ruang empat dimensi yang dipakai ini bernama ruang Minkowski (diambil dari nama matematikawan Hermann Minkowski). Jadi ruang Minkowski ialah ruang datar empat dimensi dengan sumbu-sumbu x, y, z, t yang saling ortogonal.

Untuk mengetahui sifat matematis dari ruang Minkowski, perlu diketahui elemen garisnya. Terdapat beberapa syarat untuk menentukan elemen garis dari ruang Minkowski yakni sebagai berikut.

  1. Semua objek dan peristiwa yang terjadi pada garis cahaya terjadi secara simultan. Karena matahari 8 menit yang lalu dan proxima centaury 4,2 tahun yang lalu terjadi bersamaan (isyaratnya sampai secara bersamaan), maka jaraknya 0. Dengan begitu “jarak” pada garis cahaya = 0.
  2. Jarak antara dua objek yang selang komponen waktunya nol, Δt = dt = 0, maka elemen garisnya haruslah tereduksi menjadi elemen garis dalam ruang euklides, yang bila dinyatakan dalam koordinat kartesian ialah

Penting untuk diketahui yang dimaksud jarak di sini tidak persis sama dengan definisi jarak yang secara umum dipahami. Berdasarkan kedua syarat di atas, dapat diperoleh dua kemungkinan elemen garis dari ruang Minkowski yakni



atau


Di mana dr ialah elemen garis dalam ruang Euclid, dr2 = dx2 + dy2 + dz2 dan suku kelajuan cahaya (c) dibubuhkan untuk kesetaraan dimensi dalam sistem SI. Meskipun demikian sering dinyatakan c = 1, sehingga c2dt2 = dt2 dan memang sepatutnya tidak ada perbedaan (dalam penulisan berikutnya saya menganggap c = 1). Kedua hasil di atas pada intinya sama saja, dan keduanya sama-sama sering dipakai ([+ - - -] dan [– + + +]). Jika menggunakan ketentuan ke-1, elemen garis dalam ruang Minkowski dapat ditulis lengkap menjadi:




Definisi koefisien tiap-tiap komponen sumbu dalam elemen garis ialah



,

Dan gμν dengan μν sama dengan nol, serta x0 = t, x1 = x, x2 = y, dan x3 = z (**).

Koefisien-koefisien ini dapat ditulis dalam bentuk matriks, yakni



Yang disebut sebagai tensor metrik. Tensor metrik tidak lain ialah representasi matematis (dalam bentuk tensor – matriks) dari suatu sistem ruang.

Keterangan:
(*)   jika diproyeksikan dalam dua dimensi akan nampak berupa segitiga.
(**) angka-angka itu ialah indeks yang dituliskan di atas, bukan pangkat.

Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.