Jumat, 12 Januari 2018

Kesetimbangan Hirostatik dan Teorema Virial

Benda langit seperti bintang berbentuk bola karena gravitasi menarik molekul-molekul penyusunnya ke arah pusat massanya dengan gaya yang sama di segala arah (isotropik). Lapisan bintang yang lebih bawah menanggung berat dari lapisan di atasnya sehingga tekanan hidrostatik semakin membesar ke arah pusat. Gradien tekanan ini menciptakan suatu gaya dorong dari tekanan tinggi ke tekanan rendah (ke arah luar) untuk melawan tarikan gravitasi. Jika gaya gravitasi dan gradien tekanan ini setara, benda tidak lagi mengerut (atau mengembang). Dalam kondisi ini, benda itu disebut berada dalam kesetimbangan hidrostatik.

Untuk menelusuri lebih jauh kesetimbangan hidrostatik, mula-mula bayangkan bintang dengan radius \(R\) dan massa total \(\mathcal{M}\) yang mana tersusun atas \(\mathcal{N}\) partikel bermassa \(m\). Untuk menganalisa keadaan bintang, kita bagi interior bintang dalam sejumlah lapisan dengan ketebalan seragam yang sangat kecil, \(dr\). Tiap lapisan ini kita sebut elemen volume yang masing-masing memiliki kuantitas seperti massa, suhu, tekanan, dan kerapatannya masing-masing. Selanjutnya, tinjau persamaan aliran Euler.

\begin{align} \rho \left [\frac{\partial \mathbf{v}}{\partial t}+(\nabla\bullet\mathbf{v})\mathbf{v} \right ] = -\nabla P + \rho \mathbf{g} \label{NS} \end{align}

dengan \(\nabla\) adalah operator nabla.

Persamaan Euler tidak lain adalah reduksi persamaan Navier-Stokes untuk kasus fluida ideal. Nampak bahwa dimensi kedua ruas persamaan (\ref{NS}) berdimensi gaya per volume. Seperti yang telah disebutkan di atas, kesetimbangan hidrostatik tercapai ketika gaya netto sama dengan nol. Menerapkan syarat ini ke persamaan (\ref{NS}), didapatkan

\begin{align} \nabla P = \rho \mathbf{g} \label{SH} \end{align}

Karena bintang memenuhi simetri bola (tidak bergantung terhadap sudut azimuth maupun polar), persamaan (\ref{SH}) dapat kita tulis dalam koordinat bola.

\begin{align} \frac{1}{\rho} \frac{dP}{dr} = -\frac{GM}{r^2} \label{SH2} \end{align}

dengan \(M = M(r)\) adalah fungsi massa, yaitu massa yang tercakup dari pusat hingga radius \(r\). Massa tiap lapisan kulit bola tentunya memenuhi,

\begin{align} dM = 4 \pi \rho r^2 dr \label{dM} \end{align}

sehingga

\begin{align} \frac{dP}{dM} = -\frac{GM}{4 \pi r^4} \label{SHp1} \end{align}

Mengintegralkan kedua ruas persamaan (\ref{SHp1}) dari pusat (\(r=0\)) hingga permukaan (\(r=R\)).

\begin{align} \int_{P_c}^{P_s} 4\pi r^3 P = -\int_{0}^{M_s} \frac{GM}{r} dM \label{SHp2} \end{align}

Dengan indeks “\(c\)” menyatakan nilai pada pusat (center) dan indeks “\(s\)” menyatakan nilai pada/hingga permukaan (surface, \(r=R\)). Perhatikan bahwa \(\frac{4\pi r^3}{3}=V(r)\) dan ruas kanan tidak lain ialah energi ikat gravitasi, \(U_g\) sebagaimana dibahas di sini. Dengan demikian, persamaan (\ref{SHp2}) dapat ditulis ulang sabagai,

\begin{align} 3\int_{P_c}^{P_s} V \: dP = U_g \label{p1} \end{align}

Melakukan integral parsial pada ruas kiri persamaan (\ref{p1}),

\begin{align} \int_{P_c}^{P_s} V \: dP = [VP]_{c}^{s} - \int_{0}^{V_s} P \: dV \label{p2} \end{align}

Memperhatikan bahwa pada pusat bintang, volume yang tercakup adalah nol sedangkan pada permukaan tekanan internal bernilai nol, praktis suku pertama ruas kanan persamaan (\ref{p2}) lenyap. Dengan demikian, persaman (\ref{p1}) menjadi

\begin{align} \int_{0}^{V_s} P \: dV = -\frac{1}{3} U_g \label{p3} \end{align}

Pada gas ideal, berlaku \(P=\frac{\rho kT}{m}\). Seringkali, massa partikel gas (rata-rata) dinyatakan dalam \(m=\mu m_\mathrm{u}\) dengan \(\mu\) massa partikel relatif (rata-rata) dan \(m_\mathrm{u}\) satuan massa atom. Penyulihan nilai \(P\) ke dalam ruas kiri persamaan (\ref{p3}) memberikan,

\begin{align} \int_{0}^{V_s} P \: dV = \int_{0}^{V_s} \frac{\rho kT}{m} \: dV \label{p4} \end{align}

Mengingat \(n=\frac{dN}{dV}\), \(m=\frac{M}{N}=\frac{\rho}{n}\), serta energi internal gas (total energi kinetik partikel penyusun gas) \(U_{\mathrm{in}}=\frac{3}{2} \mathcal{N} kT\), diperoleh

\begin{align} \int_{0}^{V_s} P \: dV &= \int_{0}^{\mathcal{N}} \frac{\rho kT}{nm} \: dN = \mathcal{N} kT \nonumber \\
&= \frac{2}{3} U_{\mathrm{in}} \label{p5} \end{align}

Menyulihkan persamaan (\ref{p5}) ke dalam (\ref{p3}), akhirnya diperoleh relasi antara energi internal dan energi potensial gravitasi pada gas dalam kestimbangan hidrostatik,

\begin{align} U_{\mathrm{in}} = -\frac{1}{2} U_g \label{TV} \end{align}

Jalinan (\ref{TV}) dikenal sebagai teorema virial. Jika sistem memenuhi persamaan (\ref{TV}) maka sistem berada dalam kesetimbangan hidrostatik. Bila energi internal sistem lebih besar dari nilai kesetimbangan di atas, sistem akan mengembang karena tekanan termalnya mengalahkan tarikan gravitasi. Sebaliknya, bila energi internalnya lebih kecil dari setengah energi potensial gravitasinya, gas akan mengalami pengerutan lebih lanjut. Tentunya, bila gas mengerut, energi kinetik partikel-partikel penyusunnya akan meningkat seiring dengan peningkatan temperatur. Energi internal sistem pun meningkat hingga mencapai kesetimbangan hidrostatik.


Selengkapnya...

Sabtu, 06 Januari 2018

Energi Ikat Gravitasional Sistem Partikel

Berdasarkan hukum gravitasi Newton, telah diketahui energi potensial antara dua partikel yang bermassa \(m_1\) dan \(m_2\) yang terpisah pada jarak \(r\) memenuhi,

\begin{align} U = -\frac{G m_1 m_2}{r} \label{U0} \end{align}

Pada artikel ini akan dibahas energi potensial yang mengikat kumpulan partikel masif identik yang tersebar dalam distribusi bola berjejari \(R\). Misalkan kumpulan \(\mathcal{N}\) partikel sejenis bermassa \(m\) yang membentuk suatu distribusi dengan massa total \(\mathcal{M} = \mathcal{N} m\), maka total energi potansial antarpartikel disebut energi potensial internal atau energi ikat gravitasional.

\begin{align} U = -\frac{1}{2}\sum_{i=1}^{\mathcal{N}}\sum_{j=1, j \neq i}^{\mathcal{N}} \frac{G m_i m_j}{r_{ij}} \label{U2} \end{align}

Karena gravitasi bekerja sebagai gaya sentral, sistem partikel itu mestilah memenuhi simetri bola sehingga kerapatan massanya dapat diberikan dalam bentuk \(\rho=\rho(r)\). Dengan demikian, dipenuhi fungsi massa (massa yang terdistribusi dari pusat hingga radius \(r\)):

\begin{align} dM = \rho(r) dV = 4 \pi \rho(r) r^2 dr \label{dM} \end{align}

dengan syarat batas \(M(0)=0\) dan \(M(R)=\mathcal{M}\).

Selanjutnya, dapat kita hitung energi potensial untuk tiap elemen kulit berjejari \(r\) dengan massa yang tercakup di bawahnya (interior); yang mana berdasarkan hukum gravitasi Newton dapat dianggap sebagai titik pada pusat bola dengan massa yang sama. Berdasarkan shell theorem, interaksi antara elemen massa dengan distribusi massa di atasnya diabaikan karena saling meniadakan. Dengan teorema itu, sajian (\ref{U2}) dapat ditulis ke dalam bentuk integral

\begin{align} dU_i = -\frac{GM_i(r)}{r_i} dM_i \label{U3} \end{align}

Dengan demikian, energi ikat gravitasional distribusi tadi adalah jumlahan energi potensial elemen massa kulit bola dari \(r=0\) hingga \(r=R\).

\begin{align} U &= -\int_{0}^{\mathcal{M}} \frac{GM(r)}{r} dM \label{U4} \\
& = -\int_{0}^{R} 4 \pi GM(r) \rho(r) r \: dr \label{U4b} \end{align}

Jika fungsi kerapatan objek diketahui maka energi ikat gravitasionalnya dapat dihitung dengan menyelesaikan \(M(r)\) persamaan (\ref{dM}) dan menyulihkannya ke dalam persamaan (\ref{U4b}). Sebagai contoh, kita akan menyelesaikan persamaan (\ref{U4b}) untuk kasus \(\rho=\mathrm{konstan}\). Dengan mengintegralkan persamaan (\ref{dM}), diperoleh fungsi massa

\begin{align} M(r) = \frac{4}{3}\pi \rho r^3 \label{M1} \end{align}

Dengan massa total sistem ialah

\begin{align} \mathcal{M} = \frac{4}{3}\pi \rho R^3 \label{M2} \end{align}

Menyulihkan fungsi massa (\ref{M1}) ke dalam persamaan (\ref{U4b}), didapatkan,

\begin{align} U &= -\int_{0}^{R} 4 \pi G \left ( \frac{4}{3}\pi \rho r^3 \right ) \rho r \: dr \nonumber\\
&= -\int_{0}^{R} \frac{16 \pi^2 G \rho^2 r^4}{3} \: dr \nonumber \\
&= -\frac{16 \pi^2 G \rho^2 R^5}{15} \: dr \label{U5} \end{align}

Selanjutnya, dengan menyulihkan balik nilai \(\mathcal{M}\) pada persamaan (\ref{M2}) ke dalam persamaan (\ref{U5}), didapatkan

\begin{align} U = -\frac{3 G \mathcal{M}^2}{5R} \label{U6} \end{align}
Selengkapnya...

Sabtu, 17 Juni 2017

Rangkuman Materi Astronomi

Rangkuman materi astronomi yang mencakup mekanika, radiasi dan fotometri, tata koordinat, fisika bintang, Tata Surya, dan kosmologi. Isinya sangat ringkas, tapi lumayan untuk dijadikan quick access. Bagi yang berminat, silakan di unduh di sini

Selengkapnya...

Kamis, 25 Mei 2017

Plot Diagram HR Gugus M3 dari Data SDSS

Sloan Digital Sky Survei (SDSS) adalah survei citra dan fotometri yang dimulai sejak 1998. SDSS menggunakan teleskop optik 2,5 meter di Apache Point Observatory di New Mexico, Amerika Serikat. Proyek SDSS ini ada beberapa seri, dari seri I hingga IV. SDSS seri IV dimulai sejak 2014 hingga 2020. Rilis data terbaru dari SDSS IV adalah rilis ke-13.

Data dari SDSS dapat digunakan secara gratis untuk kepentingan non-komersil. Kita dapat memperoleh berbagai data fotometri bintang, galaksi, dan quasar. Sayangnya, karena proyek ini hanya survei pencitraan (bukan, bukan dalam artian yang satunya), sejauh ini tidak ada parameter dinamik (paralaks, proper motion, dsb) yang diberikan. Begitu pula objek yang terletak di piringan galaksi tidak direkam oleh SDSS.

Proyek kita kali ini ialah memplot diagram HR dari gugus bola M3 (NGC 5272). Berdasarkan data dari Wikipedia, M3 merupakan gugus bola yang berjarak \(d=10.400\) parsek dan berpusat pada asensiorekta \(RA = 13^h 42^m 11,62^s = 205^{\circ},548\), deklinasi \(DE = +28{\circ} 22' 38'',2 = 28^{\circ}.377\) serta diameter sudut \(D = 18' = 0^{\circ},3\). Dengan demikian, kita akan mencari data bintang yang terletak pada bidang langit dengan batas:

$$ 205^{\circ},548 - \frac{0^{\circ},15}{\cos⁡ 28^{\circ},377} \leq RA \leq 205^{\circ},548 + \frac{0^{\circ},15}{\cos⁡ 28^{\circ},377} $$ $$ 28^{\circ},377 - 0^{\circ},15 \leq DE \leq 28^{\circ},377 + 0^{\circ},15 $$

Suku cosinus pada selang \(RA\) muncul karena perbedaan panjang lokal garis lintang pada lintang yang berbeda (ingat elemen permukaan bola). Hasilnya memberikan bidang langit target dengan batas maksimal:

\begin{align} 205^{\circ},378 \leq RA \leq 205^{\circ},718 \label{RA} \\
28^{\circ},227 \leq DE \leq 28^{\circ},527 \label{DE} \end{align}

Pertama-tama, kita cek citra M3 di sini. Anda dapat melihat citra langit pada bidang tertentu, cukup masukkan nilai koordinatnya. Karena kita mencari M3, cukup tuliskan M3 pada kotak “name” lalu klik <resolve>. Secara otomatis Anda akan mendapatkan koordinat M3. Anda dapat memperbesar medan pandang citra serta mencetak hasilnya dalam pewarnaan negatif.

Citra M3 dari SDSS.

Pekerjaan selanjutnya, kita akan mencari data bintang-bintang yang terletak pada bidang target. Pertama-tama, kita masuk ke laman pencarian di situs SDSS di sini. Pencarian data pada situs SDSS berbasis SQL. Karena saya jarang memperhatikan dosen saat kelas komputasi dulu, dan apa yang sempat masuk juga sudah dilupa, saya terhenti sejenak di sini. Untungnya, situs SDSS memberikan bantuan yang sangat lengkap, bahkan hingga form dan contoh SQL-nya juga tersedia. Di bawah ini adalah contoh syntax untuk memperoleh data objek yang diinginkan. Salin saja ke kotak syntax, pilih format keluaran data, lalu klik <submit>.

Argumen setelah tanda ”--” hanya berupa komentar/keterangan. “Select TOP 1000” berarti kita akan mencari N = 1000 objek teratas pada bidang target dengan spesifikasi objek yang kita inginkan. Kemudian, kita membatasi objek berupa bintang (“FROM Star”) yang spesifikasinya kita namakan kelas “s”. Selanjutnya, deklarasikan parameter yang ingin ditampilkan “s.objID” berarti identitas objek, “ra” berarti asensiorekta objek, “dec” deklinasi objek, “psfmag_g” dan “psfmag_r” adalah magnitudo semu (point spread function) pada spektrum g dan r. Patut diingat bahwa SDSS menggunakan sistem fotomeri unik, yakni ugriz, bukan sistem Johnson (UBV).

Sesudah itu, kita memberi batasan objek pada daerah tertentu, yang kita namakan kelas “n”. “dbo.fGetNearbyObjEq(205.548,28.377,10)” menyatakan objek terdekat dari titik pusat \(RA = 205^{\circ},548\), \(DE = 28^{\circ},377\) dan dalam cakupan radius sudut \(R = 9’\) (perhatikan bahwa \(RA\) dan \(DE\) dalam derajat sedangkan \(R\) dalam menit busur). Nah, objek yang kita inginkan adalah objek yang termuat dalam kelas “s” DAN “n”.

Terakhir (opsional), “ORDER BY dec” meminta data bintang diurutkan berdasarkan nilai deklinasinya. Anda bisa juga mengurutkannya berdasarkan parameter lain. Jika Anda ingin memberikan spesifikasi lebih lanjut, silakan gunakan fitur Search Form, generate syntax-nya, lalu submit.

Saya ingin menggunakan MATLAB untuk mengolah data dari SDSS. Oleh karenanya, saya memilih keluaran dengan format *.CSV (untuk selanjutnya disimpan dalam format *.txt). Tentu, Anda juga bisa menggunakan MS Excel. Selanjutnya tekan <submit> dan lihat datanya. Jika hingga N objek, deklinasi bintang terakhir masih jauh dari nilai batas (misal bila objek di bidang target sangat padat), sebaiknya kita meningkatkan nilai N agar data kita lebih representatif (tidak hanya memuat bintang-bintang di sekitar pusat gugus saja). Sebaliknya, jika jumlah objek pada bidang target memang sedikit, bisa jadi kita mendapatkan jumlah data kurang dari N. Oke, setelah menyalin data ke dalam format *.txt, menghapus baris judul dan mengganti (replace) pemisah “,” menjadi spasi, maka format data bisa langsung diproses dengan MATLAB. Kolom pertama adalah nomor ID, kolom kedua \(RA\), kolom ketiga \(DE\), kolom keempat magnitudo \(g\), dan kolom kelima magnitudo \(r\).

Sekarang waktunya pengolahan data. Pertama-tama, kita cari terlebih dahulu magnitudo bintang dalam sistem UBV. Berdasarkan artikel Wikipedia berikut ini, panjang gelombang untuk tiap magnitudo spesifik dalam sistem UBV dan ugriz diberikan dalam tabel berikut.

Sloan, SDSSu' = 354 nmg' = 475 nmr' = 622 nmi' = 763 nmz' = 905 nm
Johnson – CousinsU = 364 nmB = 442 nmV = 540 nmRc = 647 nmIc = 786.5 nm

Dari data di atas, tentu kita bisa menemukan semua jalinan antara dua magnitudo spesifik menggunakan formulasi Planck. Tentunya, karena formulasi Planck adalah untuk benda hitam, dibutuhkan sedikit koreksi agar diperoleh jalinan yang akurat. Jika Anda tak ingin repot-repot menurunkannya, Anda bisa mencontek hasilnya di laman ini.

Dari sumber di atas, diperoleh jalinan:

\begin{align} V &= g-0.59(g-r)-0.01 \label{V} \\
B &= g+ 0.39(g-r)+0.21 \label{B} \\
B-V &= 0.98(g-r)+0.22 \label{B-V} \end{align}

Untuk menghitung magnitudo mutlak visual (sumbu tegak diagram HR), kita dapat menggunakan rumus modulus jarak.

\begin{align} M_V = 5+V-5 \log⁡ d \label{MV} \\
\end{align}

Luminositas bintang pun dapat diukur dengan menggunakan formulasi Pogson dengan Matahari sebagai pembanding.

\begin{align} \frac{L}{L_\odot} = 10^{2,5(4.83 - M_V)} \label{L} \end{align}

Dengan \(L_\odot = 3,86 \cdot 10^{26} \text{ W}\) adalah luminositas Matahari dan 4,83 adalah magnitudo mutlak visual Matahari. Bintang-bintang dalam satu gugus tentunya saling berdekatan, sehingga jaraknya masing-masing ke Bumi dapat dianggap sama. Dengan demikian, magnitudo semu bintang sudah dapat merepresentasikan terang bintang yang sebenarnya. Oleh karena itu, plot gugus bintang dalam diagram HR bisa juga menggunakan \(V\).

Selanjutnya, untuk sumbu mendatar diagram HR, kita dapat menggunakan indeks warna \((B-V)\) yang telah diperoleh sebelumnya. Namun, jika ingin mendapatkan temperatur efektif bintang, kita dapat menggunakan rumus pendekatan

\begin{align} T _{eff} \approx \frac{7090}{((B-V)+0.71)} \label{T} \end{align}

Sekarang lengkaplah sudah, kita dapat mulai memplot diagram HR dari gugus M3. Berikut ini script MATLAB yang saya gunakan.

M3.txt adalah berkas berisi data yang diperoleh dari SDSS sebelumnya. “set(gca,'Ydir','reverse')” digunakan untuk membalik sumbu tegak (ingat, \(V\) makin kecil ke atas). Hasil plotnya ialah sebagai berikut:

Diagram HR gugus bola M3.

Selanjutnya, kita dapat mengidentifikasi fitur-fitur utama dari diagrah HR M3 seperti deret utama, titik belok M3, bintang blue stragler, horizontal branch, bintang raksasa, dan daerah RR-Lyra.


Selengkapnya...

Kamis, 09 Februari 2017

Kekeliruan (Fallacies)

Dalam pengertian luas, kekeliruan (fallacy) adalah kesalahan dalam penalaran atau retorika karena argumen yang tidak valid atau tidak masuk akal. Dalam filsafat dan logika matematika, argumen adalah sekumpulan pernyataan (statements) atau fakta koheren yang ditujukan untuk mendukung suatu pandangan. Argumen terdiri atas tiga bagian: premis, inferensi (proses penarikan kesimpulan), dan kesimpulan (conclusion). Suatu argumen dikatakan masuk akal (sound) jika dan hanya jika inferensinya valid dan semua premisnya bernilai benar. Valid-tidaknya suatu argumen bergantung pada valid-tidaknya proses inferensi, tidak terkait dengan benar-tidaknya premis-premis dan kesimpulannya. Perhatikan contoh berikut ini.

(P1) Semua manusia tidak abadi.
(P2) Socrates adalah manusia.
(K)   Socrates tidak abadi.

Argumen di atas valid (memenuhi aturan silogisme AAA-1: MaP;SaM⊢SaP) dan kedua premisnya benar, sehingga argumen di atas masuk akal (sound). Selanjutnya, perhatikan contoh argumen berikut:

(P1) Semua yang punya sayap bisa terbang.
(P2) Penguin memiliki sayap.
(K)   Penguin bisa terbang.

Argumen di atas juga valid (memenuhi aturan inferensi yang sama dengan contoh sebelumnya), namun tidak masuk akal. Tentu penguin tidak dapat terbang. Kesalahan ini terjadi karena premis mayornya (P1) tidak benar.

Baik premis, inferensi, maupun kesimpulan dari suatu argumen dapat menderita kekeliruan (fallacy). Jika premis yang dijadikan landasan tidak sesuai dengan fakta, maka kekeliruan itu disebut kesalahan faktual (factual error). Jika premisnya sudah benar, penalaran premis hingga menarik kesimpulan pun dapat mengandung kekeliruan pula (kesalahan inferensi). Kekeliruan dalam proses penalaran ini disebut kekeliruan logika (logical falacy). Secara garis besar, kekeliruan logika dapat dibagi dua macam berdasarkan argumennya, yaitu kekeliruan formal (pada argumen deduktif) dan kekeliruan informal (pada argumen induktif).

A. Kekeliruan Formal

Kekeliruan formal (formal fallacy) adalah kekeliruan dalam argumen deduktif/formal. Kekeliruan formal adalah penalaran yang tidak valid karena adanya cacat pada strukur logis sehingga dapat dengan mudah dlihat dalam format argumennya (dengan mudah dinyatakan dalam sistem logika formal seperti logika Aristotelian atau kalkulus proposional).

Oleh karena penalaran deduktif memiliki aturan yang sangat ketat, suatu argumen deduktif yang valid tidak mungkin menghasilkan kesimpulan yang salah bila premis-premisnya benar. Sebaliknya, kesimpulan dari argumen deduktif yang tidak valid bisa bernilai benar bisa juga bernilai salah. Dengan demikian, argumen deduktif yang tidak valid tidak dapat dijadikan pegangan.

1. Anecdotal fallacy/misleading vividness

Kekeliruan menggunakan bagian kecil distribusi sebagai standar umum sehingga premis dan kesimpulannya tidak koheren. Dalam argumen induktif, anecdotal fallacy berkaitan dengan hasty generalization. Anecdotal fallacy memiliki struktur formal sebagai berikut.

$$ (\exists x)P(x)\vdash(\forall x)P(x) $$ Ada \(x\) yang merupakan \(P\) sehingga semua \(x\) merupakan \(P\)
Contoh:

Kakekku seorang perokok dan pecandu alkohol berat dan hingga hari ini sehat-sehat saja di usianya yang ke-90. Jadi rokok dan alkohol itu tidak berbahaya bagi kesehatan, tidak perlu takut.


2. Conjunction fallacy

Conjunction fallacy adalah kekeliruan formal yang terjadi ketika mengasumsikan bahwa kondisi yang spesifik lebih memiliki kemungkinan lebih besar daripada suatu kondisi yang lebih umum.

Contoh:
Lambertus adalah pria yang cerdas dan kritis. Ketika masih menjadi mahasiswa, ia adalah seorang aktivis yang kerap menyuarakan kesetaraan manusia dan mengkritisi penindasan yang dilakukan rezim penguasa dan golongan borjuis terhadap kaum proletar. Sekarang Lambertus telah lulus dan bekerja. Manakah yang lebih mungkin?
(a) Lambertus sekarang bekerja sebagai penjual es lilin.
(b) Lambertus sekarang bekerja sebagai penjual es lilin dan aktivis di LBH.

Sebagian besar orang akan menjawab (b), padahal jawaban yang benar adalah (a). Hal ini karena opsi (a) ialah himpunan yang lebih besar dan memuat himpunan (b), sehingga kemungkinan benarnya lebih besar. Misal himpunan penjual es lilin = A, himpunan penjual es lilin yang juga aktivis = B dan himpunan penjual es lilin yang bukan aktivis = C, maka A = B ∪ C. Dengan demikian:

  • Jika (b) benar maka (a) otomatis benar;
  • jika (a) benar maka (b) belum tentu benar (bila Lambertus termuat dalam himpunan C).

Jadi, jelas memilih opsi (a) memiliki peluang benar lebih besar.


3. Base-rate fallacy

Base rate fallacy adalah kekeliruan dalam menafsirkan suatu informasi dengan mengabaikan fakta umum akibat bias dari informasi yang lebih spesifik yang sebenarnya tidak relevan.

Misalkan penyakit anusia mewabah di suatu wilayah dan menjangkiti satu dari tiap seribu orang. Penyakit itu sangat berbahaya serta dapat menular melalui flatulensi penderita. Ilmuwan menemukan metode tes untuk mendeteksi seseorang yang terjangkit anusia. Metode itu 100% mampu mengenali penderita (0% false negatif), namun ada 5% kemungkinan mendeteksi posiitif non-penderita (5% false positif). Jika seseorang (bernama Tara) dipilih secara acak di wilayah itu untuk dites dan ternyata tes memberikan hasil positif, berapa persen kemungkinan Tara menderita anusia?

Kebanyakan orang akan menjawab 95%, padahal jawabannya tidak sampai 2%. Misalkan dari 1000 orang, kemungkinannya 1 di antaranya terjangkit anusia, 999 lainnya bebas anusia.

Jumlah orang yang terdeteksi positif, \(D = false\: positif + true\: positif = 5\% \cdot 999 + 1\).
Peluang Tara terjangkit ialah [jumlah Tara]/[kemungkinan jumlah yang terdeteksi positif].
$$p=\frac{1}{D} = \frac{1}{0,05⋅999+1}=0,0196$$

4. Masked-man fallacy

Masked-man fallacy atau intensional fallacy terjadi bila hukum Leibniz digunakan secara sumbang dalam argumen. Hukum Leibniz menyatakan bahwa, jika suatu objek memiliki properti tertentu, sementara objek lain tidak memiliki properti yang sama, tidak mungkin keduanya identik. Kekeliruan ini terjadi ketika seseorang menggunakan mengabaikan pengetahuannya yang terbatas dan mengandalkan intensi atau keyakinan dalam menyusun premis.

Contoh 1:

(P1) Saya tahu Jason; (P2) Saya tidak tahu ranger merah; (K) jadi Jason bukan ranger merah.

Contoh 2:
(P1) Saya kenal Samber, dia orangnya alim, pintar dan ramah.
(P2) Aksi teror kemarin sangat biadab, pelakunya pastilah sangat kejam.
(K)   Pelaku teror itu pastilah bukan Samber.


5. Quantification Fallacies

Kesalahan dalam logika di mana quantifier pada premis tidak sesuai dengan quantifier pada kesimpulan yang diambil.

  1. Quantifier-Shift fallacy
    Menggeser kuantifikasi pada premis ke kesimpulan. Contoh pergeseran kuantitas universal:

    (P) Semua orang menyukai sebagian jenis buah
    (K) Sebagian jenis buah tidak disukai oleh semua orang

    Contoh pergeseran eksistensial

    (P) Sebagian orang tidak menabung di semua bank.
    (K) Semua bank tidak ditabungi oleh sebagian orang.

  2. Kekeliruan Eksistensial
    Dalam kekeliruan eksistensial, kita mengandaikan bahwa suatu kelas memiliki anggota padahal kelas itu adalah himpunan kosong. Padahal, dalam kondisi demikian, semestinya kita tidak boleh berasumsi impor eksistensial.
    Contoh:

    (P) Semua unicorn memiliki tanduk di kepalanya.
    (K) Sebagian yang memiliki tanduk adalah unicorn.

    Jika (P) bernilai benar, tidak berarti unicorn benar-benar ada (eksis). Jika dibalik, kekeliruan ini muncul dari ambiguitas suatu implikasi — apakah bernilai benar atau salah — jika antecedent-nya berupa himpunan kosong.


6. Kekeliruan Proposional (Propositional falacies)

Kekeliruan proposional adalah kekeliruan formal akibat salah menafsirkan konjungsi, disjungsi, atau implikasi pada premis-premis yang digunakan.

  1. Affirming a disjunct (Menerima disjungsi) $$ A \vee B;\; B\; \vdash \neg A$$ Contoh:
    (P1) Budi sedang sekolah atau Budi sedang bermain.
    (P2) Budi sedang bermain.
    (K)   Budi tidak sedang sekolah.

    Kesimpulan (K) keliru karena langsung melompat menegasikan B: “Budi sedang bermain”. Disjungsi bernilai benar jika salah satu atau kedua terma bernilai benar. Jadi, bisa saja Budi sedang bermain di sekolahnya.

  2. Denying a conjunct (Menolak konjungsi) $$\neg(A \wedge B);\; \neg B\; \vdash A$$ Contoh:
    (P1) Saya tidak mungkin menghadap kiri dan menghadap kanan bersamaan.
    (P2) Saat ini saya tidak menghadap kiri.
    (K)   Saat ini saya menghadap kanan.

    Kesimpulan (K) keliru karena melompat dengan langsung menerima A. Negasi dari konjungsi bernilai benar jika salah satu atau kedua terma bernilai salah. Jadi, bisa saja saat ini saya tidak sedang menghadap ke kiri maupun ke kanan (sedang menghadap ke bawah misalnya).

  3. Affirming the consequent (Menerima akibat) $$P\implies Q;\; Q\; \vdash P$$ Salah bila A⊆B. Contoh:
    (P1) Jika hujan maka jalanan akan basah.
    (P2) Jalanan basah.
    (K)   Hujan turun.

    Implikasi bernilai benar bila: (1) sebab dan akibat benar, (2) sebab dan akibat salah, (3) sebab salah dan akibat benar. Jadi, meskipun hujan tidak turun, bisa saja jalanan basah karena disiram atau warga baru saja pipis massal di jalan.

  4. Denying the antecedent (Menolak sebab) $$P\implies Q;\; \neg P\; \vdash \neg Q$$ Salah bila A⊆B. Contoh:
    (P1) Kucing adalah mamalia.
    (P2) Anggota dewan bukan kucing.
    (K)   Anggota dewan bukan mamalia.

    Sama halnya dengan affirming the consequent. Meskipun sebab (P) bernilai salah, akibat (Q) tidak perlu bernilai salah agar P⟹Q bernilai benar.


7. Kekeliruan Silogisme (formal syllogistic fallacies)

Silogisme adalah argumen yang berbentuk

(P1) q1 ±M adalah ±P.
(P2) q2 ±S adalah ±M.
(K)   q3 ±S adalah ±P.

Dengan premis mayor P1, premis minor P2, kesimpulan (conclusion) K, predikat P, subjek S, medium (middle) M, dan quantifier q1, q2, dan q3. Beberapa bentuk kekeliruan formal terkait silogisme antara lain sebagai berikut.

  1. Illicit major
    $$ A \subset C;\; B \cap A = \emptyset\; \vdash B \cap C = \emptyset $$ (P1) Semua A adalah C; (P2) Tidak ada B yang A; (K) Tidak ada B yang C
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \(C=A \cup B\).
    Contoh:

    (P1) Semua kucing adalah mamalia.
    (P2) Tidak ada anjing yang termasuk kucing
    (K)   Tidak ada anjing yang termasuk mamalia.

  2. Illicit minor
    $$ A \subset C;\; A \subset B\; \vdash B \subset C $$ (P1) Semua A adalah C; (P2) Semua A adalah B; (K) semua B adalah C.
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \(A \subset (B \cap C)\).
    Contoh:

    (P1) Semua kucing adalah karnivora.
    (P2) Semua kucing hidup di darat.
    (K)   Semua yang hidup di darat adalah karnivora.

  3. Fallacy of undistributed middle
    $$ A \subset C;\; B \subset C\; \vdash A \subset B $$ (P1) Semua A adalah C; (P2) Semua B adalah C; (K) Semua A adalah B.
    C berperan sebagai “middle” atau “medium” antara (P1) dan (P2).
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \((A \cup B)\subset C\).
    Contoh:

    (P1) Semua sepeda adalah kendaraan.
    (P2) Semua mobil adalah kendaraan.
    (K)   Semua sepeda adalah mobil.

  4. Fallacy of exclusive premises
    $$ A \cap B = \emptyset;\; B \cap C \neq B\; \vdash C \cap A \neq C $$ (P1) Tidak ada A yang B; (P2) Beberapa B bukan C; (K) beberapa C bukan A.
    Kesimpulan dari argumen di atas keliru bila \(A \cap C = \emptyset\).
    Contoh:

    (P1) Tidak ada kura-kura yang merupakan gunung.
    (P2) Beberapa gunung adalah gunungapi.
    (K)   Beberapa gunungapi bukan kura-kura.


8. Fallacy fallacy

Fallacy fallacy atau argument from fallacy ialah kekeliruan logika dengan beranggapan jika suatu argumen keliru maka kesimpulannya juga pasti keliru. Seperti yang telah dijelaskan sebelumnya, kesimpulan dari argumen deduktif yang tidak valid belum bisa dipastikan bernilai salah. Kekeliruan ini menyerupai denying the antecedent,

$$ P\implies Q;\; \neg P\; \vdash \neg Q$$

Dengan P; alih-alih suau pernyataan atau premis; adalah argumen yang dimaksud secara keseluruhan.



B. Kekelirual Informal

Argumen induktif tidak setegas dan seketat argumen deduktif. Meskipun demikian, argumen induktif dengan premis yang tepat pun bisa diikuti dengan kesimpulan yang keliru. Kekeliruan semacam ini digolongkan sebagai kekeliruan informal (informal fallacy). Kekeliruan ini terjadi bila premis yang dinyatakan tidak cukup untuk mendukung kesimpulan yang diajukan. Argumen dengan kekeliruan informal sarat akan bias dan biasanya mengeksploitasi emosi, kadar intelektual, atau kelemahan psikologis pendengar.

Secara garis besar, kekeliruan informal dapat berupa kekeliruan dalam hal relevansi, ambiguitas, dan pra-asumsi.

1. Perfect solution fallacy (berkaitan dengan false dilemma)

Menolak suatu solusi karena tidak menyelesaikan persoalan secara sempurna.

Contoh:

Parto menunjukkan bahwa kondom tidak 100% mencegah kehamilan dan penularan penyakit menular seksual. Oleh karena itu, sosialisasi penggunaan kondom adalah langkah yang keliru.

Parto tidak mengindahkan tujuan dari penggunaan kondom ialah menekan penyebaran pms dan kehamilan yang tidak diharapkan (dan berujung aborsi), dan memang tidak mungkin melenyapkannya sama sekali. Jika hanya solusi sempurna yang boleh dilakukan, bisa jadi tidak ada apa-apa yang bisa dilakukan.


2. Argument from ignorance

Argumen from ignorance adalah argumen yang memuat asumsi:

  • jika suatu pernyataan belum terbukti salah maka tidak dapat dikatakan salah, dengan demikian bisa dianggap benar.
    Contoh:
    "multiverse belum terbukti tidak ada, dengan demikian teori multiverse adalah benar."
  • jika suatu pernyataan belum terbukti maka tidak dapat dikatakan benar, dengan demikian bisa dianggap salah.
    Contoh:
    multiverse belum terbukti, dengan demikian teori multiverse tidak benar.

3. Hasty generalization

Melakukan generalisasi dari jumlah sampel yang kecil.

Contoh:

Ketika A liburan ke X, ia berkeliling ke berbagai tempat dengan taksi. Tiga dari tiga taksi yang dinaikinya, sopirnya tidak ramah. Karenanya A berkesimpulan bahwa orang-orang negara X tidak ramah.


4. Slothful induction/appeal to coincidence

Kebalikan dari hasty generalisation, yakni mengambil kesimpulan dengan mengingkari bukti-bukti signifikan.

Contoh:

Penganut paham Bumi Datar menolak klaim bahwa Bumi bulat (pepat) dan meyakini bahwa Bumi datar karena dari pengamatan sehari-hari Bumi terlihat datar. Mereka mengingkari bukti-bukti berdasarkan pengamatan yang lebih teliti yang mendukung bahwa Bumi bulat serta metode yang bisa digunakan untuk mengetahui bahwa permukaan Bumi melengkung seperti permukaan bola. Mereka juga mengingkari piranti elektronik yang didasarkan pada teori ilmiah dengan berkilah hal itu adalah konspirasi komunitas ilmiah.


5. Cherry picked

Mengambil sampel kecil data dalam ruang/waktu terbatas secara secara cermat yang sesuai dengan asumsinya serta mengabaikan sampel lainnya agar sesuai. Patut diingat bahwa cherry picked mengambil data faktual namun dipilah-pilih secara tidak valid. Jika data yang digunakan adalah data fiktif maka kesalahan itu termasuk kesalahan faktual.

Contoh:

Seseorang mengklaim “Rumah ibadah kami tidak rusak karena bencana alam itu, ini adalah campur tangan Tuhan" untuk menunjukkan bahwa agamanyalah yang benar. Pengklaim mengabaikan struktur lain yang bertahan dalam bencana itu atau rumah ibadah mereka yang lain yang rusak karena bencana di lain tempat/waktu.

Mengambil sampel data pada rentang waktu tertentu saja (gambar kiri) dan menunjukkan telah terjadi penurunan nilai serta mengabaikan/menyembunyikan data pada rentang waktu lainnya.

Data bergantung waktu pada rentang yang dipilih (kiri) dan rentang yang lebih besar (kanan).

6. Composition fallacy

Kesalahan dalam melakukan generalisasi karena mengabaikan esensi yang berubah menjadi aksiden atau sebaliknya.

Contoh:

“Tidak ada atom yang hidup sehingga tidak ada yang terbuat dari atom bisa hidup.”

Pembicara mengabaikan bahwa properti atom dapat berubah ketika bersenyawa dengan atom lainnya, serta ciri-ciri makhluk hidup baru dapat muncul pada level molekuler.

“Jika penghasilan seseorang meningkat, hidupnya akan jadi lebih makmur. Oleh karena itu, jika penghasilan semua orang meningkat, semuanya akan jadi lebih makmur.”

Pembicara luput memperhitungkan bahwa tingkat kemakmuran adalah kekayaan relatif seseorang dalam komunitas. Ketika penghasilan semua orang serentak naik bersamaan, harga barang/jasa yang ditawarkan pun naik dengan rasio serupa sehingga daya beli tiap orang tidak mengalami perubahan.


7. Appeal to popularity

Menganggap sesuatu yang diterima secara umum sebagai kebenaran. Kebenaran adalah sesuatu yang sesuai dengan fakta, belum tentu sama dengan sesuatu yang diterima atau dipercayai banyak orang.

Contoh:

“Banyak orang mengatakan komunisme itu keji, berbahaya, ateistik. Jadi jelaslah ideologi komunisme itu tidak baik.”

Pembicara menolak membahas mengenai substansi komunisme dan berkilah menggunakan pandangan orang lain pada umumnya, padahal masyarakat luas belum tentu mengetahui pandangan komunisme yang sebenarnya dan menganggap komunis itu keji juga berdasarkan anggapan umum.


8. Appeal to authority (bandwagon)

Menganggap sesuatu benar karena dikatakan oleh pihak otoritas. Patut dicatat bahwa pernyataan berdasarkan konsensus para pakar di bidangnya (dalam hal teknis) tidak termasuk kekeliruan logika.

Contoh:

“Walikota mengatakan menutup lokalisasi dapat menekan praktik seks bebas, maka jika lokalisasi ditutup jumlah seks bebas pasti menurun.”

Pembicara tidak melontarkan argumen yang membahas dinamika dan dampak penutupan lokalisasi: ke mana perginya para penjaja syahwat dan pelanggannya, pengontrolan, serta efek lainnya. Pembicara hanya mengutip perkataan otoritas dan menganggapnya sudah pasti benar tanpa menganalisanya.


9. Appeal to purity (no true Scotchhman)

Argumen appeal to purity digunakan untuk menghindari kritik dengan menginterpretasi ulang suatu terma sehingga argumen versinyalah kebenaran yang sesungguhnya dan yang diluar itu adalah keliru. Argumen semacam ini disebut juga sebagaii “no true Scotchman”, berdasarakan contoh yang populer berikut.

Contoh:

“Angus menyatakan bahwa orang Skotlandia tidak menaruh gula di bubur mereka. Lachlan menyatakan bahwa ia adalah orang Skotlandia dan ia menambahkan gula di buburnya. Angus geram dan berteriak ‘Scotsman sejati tidak menambahkan gula dalam buburnya’.”

Angus melemparkan argumen bahwa orang Skotlandia tidak menaruh gula dalam buburnya. Ketika Lachlan melemparkan contoh kontradiksi, Angus merekonstruksi terma “orang Skotlandia sejati” dan menuduh Lachlan bukan seorang Skotlandia sejati sehingga bantahannya tidak manjatuhkan argumen Angus sebelumnya.

Kekeliruan ini juga sering digunakan dengan mengadopsi stereotipe yang telah cukup dikenal sebagai syarat wajib tanpa didukung argumen yang rasional.

“Pria berpendidikan pastilah berpenampilan rapi. Jadi, mahasiswa yang gondrong dan berpenampilan urakan pastilah mahasiswa abal-abal.”


10. Appeal to emotion

Menjadikan perasaan/emosi sebagai alasan pembenaran ataupun kompromi.

Contoh:

Ari tidak menghabiskan makanan di piringnya karena kekenyangan. Temannya, Budi, mengingatkan: “Habiskan makananmu, jangan buang-buang makanan. Ingat di luar sana masih banyak orang yang kurang beruntung dan kelaparan”.

Budi tidak memperhitungkan bahwa entah sisa makanan di piring Ari dihabiskan atau tidak tak akan mempengaruhi isi perut orang-orang yang kurang beruntung.


11. Personal incredulity

Mengklaim suatu teori atau argumen keliru hanya karena tidak bisa dipahami olehnya.

Contoh:

“Tidak masuk akal kalau ayam bisa hidup tanpa kepala.”


12. Argumentum ad hominem

Menyerang pribadi, kondisi atau posisi lawan alih-alih pernyataan yang disampaikannya.

  1. Abusive ad hominem
    Menyerang pribadi lawan bicara.
    “Si A pernah dipenjara karena membunuh, jadi pendapatnya pastilah keliru.”
    “Jangan percaya kata-katanya, matanya saja buta sebelah seperti Dajjal.”
  2. Circumstantial ad hominem
    Menyerang kondisi lawan bicara.
    “Saya ini anggota dewan dan kamu cuma rakyat biasa, kamu tak tahu apa-apa tentang pemerintahan. Jadi tidak usah berkomentar mengenai kebijakan kami.”
  3. Tu quoque ad hominem
    Menunjuk bahwa lawan juga pernah melakukan hal yang sama, dengan demikian tidak salah bila ia juga melakukan hal serupa.
    “Kamu/adikmu sendiri juga pernah pernah memerima suap jadi tidak masalah kalau kami juga menerima suap.”

Perlu dicatat bahwa tidak semua argumentum ad hominem adalah kekeliruan logika. Menyerang pribadi lawan untuk membuktikan bahwa ia mengatakan kebohongan dapat dibenarkan. Argumen tu quoque mungkin bisa dijadikan semacam pembelaan diri terhadap pihak penyerang, tetapi tetap saja tidak valid bila dijadikan pembenaran.


13. False dilemma/false dichotomy

Menganggap kebenaran dalam suatu hal hanya mungkin satu di antara dua pilihan, padahal terdapat kemungkinan lain (berpikiran hitam-putih).

Contoh:

“Jika ada yang tidak sepakat praktik LGBT dikenai sanksi pidana maka ia pasti seorang LGBT.”

Pembicara tidak mengindahkan aspek lain seseorang yang tidak sepakat dengan hukuman pidana bagi pelaku LGBT dan mengacuhkan variasi penyebab seorang LGBT. Pembicara hanya membedakan orang dalam dua kelas, LGBT dan hetereseksual-normal. Bisa jadi lawan bicaranya bukan LGBT, tidak menyukai LGBT, namun menganggap pemidanaan adalah hal yang tidak sepantasnya mereka dapatkan.


14. Argument to moderation (Middle ground)

Kebalikan dari False Dilemma: berkompromi dengan mengambil jalan tengah antara dua argumen, padahal salah satu argumen adalah yang benar.

Contoh:

Menurut A vaksin dapat menyebabkan cacat mental, menurut B vaksin tidak menyebabkan cacat mental. Dapat kita ambil kesimpulan sebagian vaksin dapat menyebabkan beberapa cacat mental.

Mengambil jalan tengah dari dua klaim semata-mata untuk berdamai tanpa didukung argumen kuat yang membenarkan keduanya.


15. Circular reasoning dan begging the question

Menjadikan asumsi sebagai pembuktian kesimpulan.

Contoh:

“Emas tidak bisa berkarat karena emas adalah logam mulia.”

Penjelasan berputar pada definisi terma pada pertanyaan. Dalam contoh di atas, karena emas tidak bisa berkarat makanya disebut logam mulia.

“Pembakaran hutan tidak merusak hutan karena hutannya masih bisa ditanami.”

Penjelasan yang tidak menjawab mengenai pembakaran hutan, namun memutar persoalan menggunakan apologi mengenai bisa-tidaknya hutan terbentuk kembali.

“Tidak mungkin X adalah perbuatan yang salah. Itu merupakan sabda nabi kami dan nabi kami tidak mungkin salah karena beliau adalah orang suci.”

Contoh begging the question, memberikan klaim yang meminta/memaksakan pihak lawan untuk menerima argumennya tanpa perlu dipertanyakan.


16. Strawman

Memanipulasi (mendistorsi, mereduksi, atau melebih-lebihkan) argumen lawan bicara untuk memberikan tafsiran menyesatkan agar lebih mudah diserang.

Contoh:

“Menurut teori evolusi manusia itu berevolusi dari monyet. Kalau begitu mengapa monyet masih ada hingga sekarang?”

Pembicara berupaya mendistorsi teori evolusi yang menyatakan spesies berevolusi dari nenek moyang yang sama. Jadi baik manusia dan monyet modern; jika ditelusuri terus ke belakang; memiliki nenek moyang yang sama (primata purba).


17. False cause

Salah menafsirkan kebetulan atau korelasi dengan implikasi tanpa didukung penalaran yang kuat.

Contoh:

“Dari tahun ke tahun, jumlah bajak laut menurun. Dari tahun ke tahun, suhu rerata Bumi meningkat. Jadi, penurunan jumlah bajak laut menyebabkan pemanasan global.”

Pembicara menginterpretasikan relasi antara jumlah bajak laut dan suhu global menggunakan sampel data yang sangat kecil (hanya pada satu planet, Bumi) dan mengabaikan parameter-parameter lainnya.


18. Slippery slope

Menjatuhkan argumen lawan dengan melebih-lebihkan argumen lawan secara ekstrim sehingga menjadi keliru. Kekeliruan ini berkaitan dengan strawman.

Contoh:

“Menurut si B, ojek dan taksi berbasis online sebaiknya dilegalkan karena sangat membantu masyarakat. Coba bayangkan bagaimana kalau kita bisa bikin sesuatu seenaknya hanya karena disukai masyarakat meskipun di luar koridor hukum. Kalau begitu untuk apa ada aturan?”

“Aktivitas homoseksual itu tidak akan membuahkan keturunan, oleh karenanya LGBT itu berbahaya. Coba bayangkan kalau kalau semua orang menjadi LGBT, manusia akan punah dalam satu generasi.”


19. Ambiguity

Memanfaatkan terma yang ambigu dalam argumen sebagai pemakluman/apologi untuk mengelak.

Contoh:

Mentri X mengatakan akan mundur jika pekerjaannya tidak berjalan dengan baik. Ketika pekerjaannya tidak terlaksana dengan baik dan ditagih untuk mundur, mentri X melangkah mundur dan mengklaim telah memenuhi janjinya.

Mentri X berkilah dari kata-katanya sendiri dengan mengubah tafsiran “mundur” – yang lazimnya dipahami sebagai mengundurkan diri – menjadi “melangkah mundur”.

“Pakaian ketat dan celana pendek itu tidak sopan, tidak sesuai dengan budaya ketimuran.”

Di sini, pembicara menggunakan istilah “budaya ketimuran” yang ambigu dan secara halus menyesuaikannya dengan preferensinya. Budaya ketimuran mana yang dimaksud? Timur tengah? Asia timur? Indonesia timur?


20. Onus probandi (burden of proof)

Memberikan klaim namun menggeser beban pembuktian kepada pendengar.

Contoh:

“Ada secangkir teh yang mengorbit matahari di antara orbit Bumi dan Mars. Kalau kamu tak bisa membuktikannya keliru maka itu pastilah benar.”


21. Special pleading

Mengubah/menggeser klaim (dengan pernyataan yang bersifat lebih khusus) ketika klaim awalnya mulai dipatahkan dan melakukan pembelaan bahwa pembuktian klaim khusus itu otomatis membuktikan klaim awalnya.

Contoh:

Basri mengklaim pemanasan global adalah hoax. Setelah lawannya menunjukkan data temperatur global selama seabad terakhir, Basri menggeser klaimnya tanpa mengakui kesalahannya, “Ya, temperatur global memang sedikit mengalami tren kenaikan, tapi itu adalah efek alami, bukan karena aktivitas manusia”.

Dimas mengklaim bisa menggandakan uang menggunakan kekuatan supranatural. Ketika diminta untuk membuktikan kemampuannya di tempat yang netral, Dimas berkilah ia hanya bisa mengeluarkan kemampuannya atas seizin Yang Maha Kuasa, dan Ia tidak memberikan izin saat itu.

Patut dicatat bahwa bila pihak yang menggeser klaim itu telah mengakui klaim awalnya memang tidak tepat maka penggeseran klaim tidak termasuk kekeliruan logika. Adapun benar/tidaknya klaim koreksinya adalah perkara baru.


22. Complex question/loaded question

Memberikan pertanyaan yang telah memuat pernyataan yang memaksa lawan mengakui salah satu di antara pilihan yang diberikan. Kekeliruan ini adalah bentuk pertanyaan yang memuat false dilemma.

Contoh:

“Apa kamu menyesal telah menghina Pak Mamat?”

Pertanyaan di atas telah memuat pernyataan bahwa yang ditanya memang telah menghina Pak Mamat. Kecuali yang ditanya pernah mengakui bahwa ia memang telah melecehkan Pak Mamat, pertanyaan di atas adalah suatu kekeliruan logika.




Referensi:

https://en.wikipedia.org/wiki/List_of_fallacies (daftar yang lengkap)
http://www.logicalfallacies.info/
https://yourlogicalfallacyis.com/ (Anda bisa mengunduh poster yang keren di sana)
http://www.fallacyfiles.org/


Baca juga:

Logika Matematika
Modus Ponens dan Paradoks Curry

Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.