Minggu, 08 April 2018

Kisah Seorang Pemuda yang Hendak Melamar Wanita Pujaannya

Di suatu kota kecil, hiduplah seorang pemuda yang ulet. Ketika ia baru berusia sepuluh tahun, ayahnya pergi dari rumah bersama wanita lain, meninggalkan ia dan ibunya. Ibunya yang sudah lama sakit-sakitan pun baru saja meninggal dua pekan lalu. Sebelum kepergiannya, sang ibu kerap menanyakan kapan anaknya itu akan menikah. Ia ingin melihat anaknya menikah dan hidup bahagia sebelum dirinya tutup usia. Ibunya pernah beberapa kali mengajukan anak kenalannya kepada puteranya, berharap puteranya itu tertarik. Namun, si pemuda dengan berat hati selalu menolak tawaran sang ibu. Ia sudah memiliki seorang wanita idaman. Wanita itu ia kenal ketika ia berkuliah di kota. Mereka satu angkatan, satu fakultas, namun berbeda jurusan. Meskipun sudah lama jatuh hati, pemuda ini tidak pernah berani menyatakan perasaannya. Pujaan hatinya itu berasal dari keluarga berada dan terpandang.

Keinginan ibunya itu semakin terngiang-ngiang di benak pemuda itu setelah beliau meninggal. Merasa menyesal tidak bisa memenuhi keinginan terakhir ibunya, paling tidak ia harus memenuhi harapan ibunya agar bisa membangung keluarga yang bahagia. Ia pun memantapkan hati menemui pujaan hatinya dan manyatakan perasaannya. Dina, wanita pujaan hati pemuda itu, adalah gadis baik-baik yang cerdas. Ia mengenal pemuda itu sebaagai anak yang ramah dan tekun. Namun, ia tidak memiliki perasaan lebih pada pemuda itu. Karena enggan menolak permintaan pemuda itu mentah-mentah, iapun berkilah dengan dalih latar belakang keluarga mereka. Tak mungkin keluarganya menyetujui hubungan mereka sehingga lebih baik mereka berteman saja.

Sumber: https://pixabay.com/id/permainan-kartu-bermain-kartu-joker-941430/

Beberapa hari kemudian, si pemuda — menyangka bahwa restu keluarga adalah satu-satunya faktor ditolaknya cintanya — pergi menemui orang tua Dina. Pemuda itu pun bertemu dengan seorang pria tua, ayah Dina, dan menyatakan niatnya untuk mempersunting putri Pak tua itu. Setelah memperhatikan penampilan dan menanyakan latar belakang si pemuda, ayah Dina nampaknya kurang berkenan menerimanya sebagai menantu. Karena merasa tidak enak untuk langsung menolak pemuda itu, ayah Dina memberikan suatu tantangan, jika pemuda mampu memenuhinya, ia akan mengizinkan pemuda itu menikahi putrinya. Ayah Dina meminta pemuda itu menuliskan semua rangkaian permutasi satu dek kartu remi (daftar semua urutan kartu yang mungkin). Ketika pemuda itu menyelesaikannya, ia harus menyerahkan hasilnya dan barulah ia boleh menikahi putrinya. Merasa hal itu bukan pekerjaan yang terlalu sulit, si pemuda pun menyanggupi kesepakatan itu.

Hari, pekan, dan bulan berganti. Si pemuda itu tak pernah kembali menghadap orangtua Dina. Dina, yang telah mendengar perkara ini dari ayahnya, bagaimanapun menjadi penasaran. Ia memang seorang anak dengan rasa ingin tahu yang tinggi. Dengan mengingat materi matematika yang ia pelajari saat SMA, ia pun mulai menghitung.

Dina mula-mula mengambil contoh sederhana menggunakan tiga buah kartu, kartu merah (M), kuning (K), dan hijau (H). Ada enam kemungkinan mengurutkan ketiga kartu itu (permutasinya adalah 6). Ia menuliskan daftar permutasinya di buku catatan,

HP: {(M,K,H), (K,H,M), (H,M,K), (H,K,M), (M,H,K), (K,M,H)}

Nampaknya, permutasi tiga kartu adalah pekerjaan yang sangat mudah. Selanjutnya, Dina melakukan generalisasi untuk satu dek kartu remi. Karena terdapat 52 kartu yang unik dalam satu dek kartu remi (tidak termasuk joker), terdapat 52 pilihan mengambil kartu urutan pertama. Setelah kartu urutan pertama diambil, tersisa 51 kartu sehingga kemungkinan pilihan kartu urutan kedua tinggal 51. Demikian seterusnya hingga mengambil kartu urutan ke-52. Dengan begitu, banyaknya kemungkinan urutan 52 kartu yang dipilih dari 52 kartu ialah,

P(52,52) = 52 × 51 × 50 × … × 2 × 1 = 52!

Jadi, terdapat 52! ≈ 8,07⋅1067 kemungkinan urutan kartu. Dina berasumsi jika menuliskan satu rangkaian urutan memakan waktu 1 menit maka untuk menuliskan seluruh rangkaian urutan yang mungkin akan memakan waktu sekitar 1069 detik. Berdasarkan artikel sains yang dibacanya di internet, umur alam semesta ialah 13,8 milyar tahun atau sekitar 4,35⋅1017 detik. Jadi, pemuda itu membutuhkan waktu 1052 kali usia alam semesta untuk menyelesaikan tugasnya.

Lebih jauh, Dina menghitung jumlah kertas yang diperlukan untuk menuliskan seluruh rangkaian urutan yang mungkin. Untuk menuliskan satu rangkaian urutan, ia membutuhkan sekitar 5 cm2 kertas. Kertas yang sangat tipis sekalipun memiliki ketebalan sekitar 0,02 mm. Artinya, diperlukan 1059 m3 material untuk menuliskan semua rangkaian urutan yang mungkin. Volume Bumi adalah 1,08⋅1021 m3. Jadi, pemuda itu setidaknya membutuhkan bahan sebesar 1038 kali planet Bumi untuk dijadikan bahan untuk menuliskan jawabannya.

Jelaslah tantangan dari ayah Dina mustahil diselesaikan. Si pemuda menyadari hal ini dua pekan yang lalu. Ia pun putus asa. Tak mampu menahan frustasi, ia memutuskan untuk menggantung dirinya di rumahnya.


Makassar, April 2018


Sunkar E. Gautama


Selengkapnya...

Sabtu, 07 April 2018

Temperatur dan Transfer Panas

Beberapa bulan yang lalu, saya membaca beberapa artikel dan video berisi argumentasi penganut paham Bumi datar untuk bahan presentasi. Meskipun sebagian di antara argumen mereka penuh kesalahan logis dan sebagian lainnya bisa dijelaskan dengan fisika tingkat SMA, setidaknya ada satu di antara argumennya yang menarik perhatian saya. Berikut ini kurang lebih isi argumennya (saya malas mengecek kembali dan mengutip secara persis):

"Menurut klaim NASA, ISS mengorbit Bumi pada ketinggian 400 km, yaitu pada lapisan termosfer. Padahal, menurut ilmuwan sendiri temperatur termosfer mencapai 2.000 °C. Bagaimana caranya kru ISS bisa bertahan dalam suhu seekstrim itu? Ini bukti bahwa ISS adalah kebohongan besar."

Well, pertanyaan semacam itu sebenarnya bukanlah pertanyaan bodoh. Justru pembelajar fisika yang cerdas pasti akan menanyakan hal serupa jika mendengar informasi tersebut. Jadi, apakah klaim di atas memang benar? Oh, no...no...no.... Saya mengatakan pertanyaannya cerdas, bukan argumennya tepat. Dalam postingan ini, saya akan berupaya menjelaskan mengenai persepsi manusia mengenai panas, transfer panas, dan mengapa awak ISS bisa bertahan hidup di lapisan termosfer. Di akhir penjelasan, kita akan mencoba mencari jawaban atas pertanyaan, "Berapa temperatur ruang vakum?"

Oke, mari kita mulai dengan konsep temperatur. Konsep temperatur atau suhu sudah ada sejak dahulu kala untuk merujuk pada kadar panas-dinginnya suatu objek. Ketika ilmu fisika (termodinamika) berkembang, ilmuwan tidak puas dengan definisi yang tidak fisis dan kuantitatif semacam itu. Pertama-tama, panas perlu diberikan definisi yang jelas. Mesti ada kuantitas fisis yang menyebabkan panas, mengapa ada benda yang lebih panas dan ada benda yang lebih dingin (kurang panas). Berdasarkan pengalaman, kita dapat membangun asumsi bahwa panas adalah konsekuensi langsung dari suatu bentuk energi, karena panas yang dimiliki suatu benda dapat ditransfer dan diubah menjadi energi lain. Energi yang menimbulkan panas ini kita sebut sebagai energi panas atau kalor. Nampaknya asumsi ini selalu konsisten dan tidak memiliki celah, jadi kita dapat yakin bahwa hal ini memang benar.

Para filsuf seperti Leucippus, Democritus, dan Empedocles pada abad ke-5 SM telah menduga bahwa materi tersusun atas kumpulan partikel (diskret). Pada abad ke-17, kimiawan Robert Boyle menggagas hipotesis modern mengenai atom/molekul yang kemudian dikembangkan oleh John Dalton dan Amedeo Avogadro. Selanjutnya, Daniel Bernoulli membangun fondasi teori kinetik gas pada tahun 1738 yang kemudian dikembangkan oleh Waterston, Krönig, Clausius, Maxwell, dan lain-lain.

Dalam termodinamika, temperatur suatu objek adalah rata-rata energi kinetik (translasi, rotasi, dan vibrasi) dari partikel-partikel penyusun objek itu. Jadi, temperatur adalah besaran makroskopis yakni hanya terdefinisi pada sistem partikel. Menyatakan temperatur dari satu partikel adalah tidak bermakna. Pada fase gas, molekul-molekul berikatan dengan renggang sehingga penyumbang energi terbesar adalah gerak translasi molekul. Berdasarkan teori kinetik gas, temperatur gas diberikan dalam,

\begin{align} K = \frac{3}{2}N k T \label{KT} \end{align}

dengan \(N\) jumlah partikel, \(k\) tetapan Boltzmann, \(T\) temperatur, dan \(K\) adalah total energi kinetik partikel,

\begin{align} K = \frac{1}{2} \sum_{i}^{N} m_i v_i^2 \label{K} \end{align}

Kita mempersepsikan "panas" atau "dingin" dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan fenomena yang disebut transfer panas. Kita merasa panas pada suatu bagian pada tubuh kita karena bagian tubuh kita (yang berisi reseptor panas yang terhubung dengan sistem saraf) menyerap kalor dari objek lain. Sebaliknya, kita merasakan dingin ketika kalor dari bagian tubuh tadi berpindah ke tempat lain. Persepsi kita mengenai panas sama sekali tidak terkait dengan temperatur bagian tubuh atau objek yang besentuhan dengan tubuh, namun hanya bergantung pada selisih temperatur dan kalor jenis keduanya. Fenomena ini terkait dengan asas Black yang menyatakan dua benda yang berinteraksi akan saling mempertukarkan kalor hingga keduanya mencapai kesetimbangan termodinamik (memiliki temperatur yang sama), dengan total energi sistem kekal. Dengan demikian, dalam tinjauan makroskopis benda yang awalnya lebih panas akan melepaskan kalor ke benda yang lebih dingin dan besarnya kalor yang dilepas benda itu tepat sama dengan besar kalor yang diserap benda lainnya.

\begin{align} Q_{serap} = Q_{lepas} \label{Black} \end{align}

Prinsip ini pula yang dimanfaatkan dalam pembuatan termometer. Benda yang diukur suhunya dan (sensor) termometer akan saling mempertukarkan kalor hingga temperatur termometer sama dengan temperatur benda. Sebagian besar termometer memanfaatkan fenomena ekspansi termal bahan untuk menandai skala temperatur.

Persepsi kita atas "kadar panas" atau "temperatur" suatu benda bergantung pada laju perpindahan kalor dari benda itu ke kulit kita atau sebaliknya. Besarnya laju perpindahan kalor ternyata tidak hanya bergantung pada beda temperatur saja, namun juga bergantung pada karakteristik material. Misalkan Anda menyiapkan dua nampan, satu dari logam dan satu dari kayu atau plastik, lalu Anda diamkan keduanya dalam ruangan yang cukup sejuk. Setelah beberapa lama, coba sentuhlah kedua nampan tadi. Manakah yang terasa lebih panas? Tentunya, nampan logam akan terasa lebih dingin daripada nampan kayu. Selanjutnya cobalah letakkan sebuah kubus es ke atas masing-masing nampan. Es pada nampan manakah yang lebih cepat mencair? Anda akan mendapati es pada nampan logam akan lebih cepat mencair, padahal temperatur nampan logam sebelumnya terasa lebih dingin.

Sebenarnya, temperatur kedua nampan sama dengan temperatur ruangan bila kedua nampan telah disimpan cukup lama di sana sehingga ketiganya berada dalam kesetimbangan termal (dapat Anda ukur sendiri menggunakan termometer). Fenomena di atas dapat dijelaskan dengan konsep konduktansi. Konduktansi adalah kuantitas yang menunjukkan kemampuan bahan merambatkan panas. Logam memiliki konduktansi lebih tinggi dibandingkan kayu menunjukkan molekul-molekul dalam logam lebih cepat mentransfer energi yang diterimanya ke molekul tetangganya daripada kayu. Akibatnya, tiap reseptor pada kulit kita yang bersentuhan dengan nampan logam kehilangan kehilangan kalor lebih cepat daripada ketika bersentuhan dengan nampan kayu, meskipun temperatur kedua nampan sama. Hal inilah yang menyebabkan nampan logam terasa lebih dingin. Mekanisme yang sama membuat es lebih cepat menyerap kalor ketika diletakkan di atas nampan logam (sehingga lebih cepat mencair).

Transfer panas secara konduksi dan konveksi terjadi ketika molekul-molekul bertabrakan sehingga terjadi transfer momentum dan energi kinetik. Dalam pengalaman sehari-hari, benda-benda di sekitar kita (padat/cair/gas) tersusun atas molekul-molekul yang sedemikian rapat sehingga kita melihat benda-benda itu sebagai suatu medium homogen dan kontinu. Dengan demikian, kontak antarmolekul dapat dipastikan dan teori probabilitas memberikan prediksi yang sangat akurat. Namun, dalam kerapatan rendah yang ekstrem, fenomena yang terjadi bisa jadi jauh dari rasio berdasarkan pengalaman sehari-hari.

Molekul gas dalam ruang pada gambar kiri memiliki kerapatan tinggi sehingga secara makroskopis dapat dihampiri sebagai suatu medium kontinu. Sebaliknya, molekul gas di ruang sebelah kanan sangat renggang (terdapat lima molekul pada gambar kanan, selebihnya adalah noda pada layar Anda). Pada kerapatan rendah yang ekstrim, gejala makroskopis yang muncul dapat menjadi sangat berbeda dari persepsi manusia sehari-hari yang akrab dengan medium yang nampak kontinu.

Kondisi kerapatan molekul gas yang amat sangat kecil inilah yang terjadi pada termosfer. Pada lapisan ini, kerapatan molekul udara mendekati vakum. Molekul gas di termosfer rata-rata menempuh jarak 1 km sebelum bertumbukan dengan molekul lainnya. Meskipun kerapatan molekulnya sangat kecil, ionisasi oleh angin Matahari membuat molekul-molekul gas di termosfer berenergi tinggi dan bermuatan listrik. Dengan menulis ulang persamaan (\ref{KT}) sebagai

\begin{align} T = \frac{2}{3 N k} K \label{TK} \end{align}

jelas bahwa temperatur gas meningkat sebanding peningkatan energi rata-rata molekul, bahkan meski kerapatan antarmolekul sangat rendah. Bila seorang astronot melayang di termosfer, tumbukan antara molekul gas dengan astronot akan sangat langka. Hal ini menyebabkan transfer energi sangat lambat, butuh waktu yang sangat lama agar bagian tubuh astronot dan termometer yang dibawanya mencapai temperatur yang sama dengan temperatur gas. Minimnya molekul gas yang bertumbukan dengan astronot menyebabkan energi yang ditransfer dari molekul gas akan segera terdispersi ke molekul-molekul kulit di sekitarnya (yang sebagian besar tidak berinteraksi dengan molekul gas) sehingga kulit tidak merasakan sensasi panas. Hal semacam ini juga dapat kita amati pada percikan bunga api dari kembang api tangan, batu korek, atau rokok (percikan apinya, bukan gumpalan bara yang jatuh) yang mengenai kulit tidak terasa begitu panas atau menyakitkan meskipun temperaturnya mencapai 2.000 °C. Jangan lupa pula astronot dan termometernya secara spontan akan membuang panas secara radiatif (yang mana jauh lebih cepat daripada penyerapan panas dari molekul gas). Dengan demikian, meskipun temperatur gas di termosfer mencapai 2.000 °C, astronot yang melayang di termosfer tidak akan merasakan kepanasan serta termometernya pun akan menunjukkan temperatur di bawah 0 °C.

Kembang api tangan yang menyala. Percikan bunga api yang mengenai kulit sama sekali tidak sakit karena minimnya jumlah molekul bunga api yang bertumbukan dengan kulit, meskipun temperaturnya sangat tinggi.
Sumber: https://pixabay.com/id/tangan-kembang-api-radio-semprot-113546/

Sekarang misalkan terdapat suatu ruang vakum absolut, berapakah temperatur di sana? Tentunya, tidak ada partikel apapun dalam ruang vakum absolut, \(N=0\). Dengan demikian, total energi kinetiknya juga nol. Artinya, menggunakan persamaan (\ref{TK}) kita memperoleh temperatur ruang vakum absolut adalah \(\frac{0}{0}\). Ya jelas, rata-rata energi partikel dari sistem berisi nol partikel adalah \(\frac{0}{0}\). Kita tahu bahwa \(\frac{0}{0}\) adalah bentuk tak tentu, lalu berapakah nilai sebenarnya yang terkait bentuk tak tentu itu (jika ada)? Ataukah persamaan (\ref{KT}) - (\ref{TK}) keliru dalam kondisi semacam ini? Silakan dipikirkan sebelum mengecek jawabannya di bawah :).

Jawaban:
Konsep temperatur memang tidak bermakna kalau materinya tidak ada. Jadi, temperatur ruang vakum adalah... tak terdefinisi.

Selengkapnya...

Selasa, 27 Februari 2018

Tips Membuat Buku Menggunakan MS. Word

Ketika membuat suatu buku menggunakan Microsoft Word, seringkali orang-orang (termasuk saya dulu) membuatnya asal jadi, tanpa membuat rancangan template terlebih dahulu. Hasilnya, semakin kompleks bukunya, semakin kacau pula hasilnya. Sebelum membuat buku dengan platform apapun, sebaiknya kita merancang terlebih dahulu templatenya. Hal-hal yang perlu ditentukan bukan hanya ukuran halaman dan margin saja, tapi juga struktur hirarki, format huruf dan paragraf, indentasi tiap-tiap elemen tulisan, serta fitur buku. Jika bagian-bagian dokumen tersusun dengan baik maka format naskah menjadi konsisten serta penambahan elemen lain akan menjadi jauh lebih mudah.

Contoh penerapan style heading kelas 2 (bernama "Head 2 PSP") pada judul subbab. 

Untuk mengecek struktur dokumen Anda, klik menu "View" kemudian centang "Navigation Pane". Gambar di atas memperlihatkan naskah buku yang tersusun secara rapi. Pada postingan kali ini, saya akan membagikan beberapa tools dalam MS Office 2010 untuk membuat naskah buku Anda menjadi lebih rapi dan bagus.


Style dan Heading

Style dan Heading digunakan untuk memberikan properti elemen halaman. Properti dapat berupa gaya tulisan (huruf dan paragraf) serta hirarki elemen. Contoh: untuk judul bab menggunakan "heading 1", judul subbab menggunakan "heading 2", judul sub-subbab menggunakan "heading 3", paragraf umumnya menggunakan "normal", dan paragraf dalam fitur khusus (seperti informasi tambahan dalam kotak) menggunakan style lainnya. Ingat, selalu memberi format "Style" secara konsisten pada judul dan isi tiap-tiap bagian naskah.

Untuk menerapkan style pada tulisan, letakkan edit point pada paragraf yang diinginkan (atau blok jika lebih dari satu paragraf), selanjutnya klik pada ikon style yang ingin diterapkan. Properti style dapat diubah dengan klik kanan pada ikon jenis style lalu pilih "Modify".


Page Break

Jika Anda mengakhiri bagian suatu dokumen (seperti akhir bab) dan ingin bagian sebelumnya dimulai pada halaman baru, Anda bisa menambahkan "Page Break" tepat pada akhir bagian. Caranya dengan mengeklik "Insert" → "Page Break". Bisa juga melalui "Page layout" → "Breaks" → "Page Breaks" → "Page". Dengan begitu, meskipun Anda mengedit bagian sebelumnya hingga bertambah panjang, bagian selanjutnya otomatis tetap akan bermula di awal halaman.


Section

Dokumen dapat dibagi dalam beberapa section (seksi). Kegunaan section ini adalah untuk menerapkan properti elemen (page number, header & footer, dll) pada bagian tertentu saja (tidak menyeluruh pada semua bagian dokumen).

Suatu section dapat ditambahkan dengan mengakhiri section sebelumnya. Untuk itu, arahkan edit point pada lokasi awal section yang diinginkan, kemudian klik

"Page layout" → "Page Setup" → "Breaks" → "Next Page"("Section Breaks")

Anda dapat mengetahui nomor seksi tiap halaman dengan mengaktifkan editor "Header & Footer", nomor seksi akan tercantum di dekat garis pembatas.

Sebaiknya, Anda membuat sekurang-kurangnya lima seksi pada buku Anda, semisal "Section 1" (sampul depan), "Section 2" (berisi halaman judul, daftar isi, kata pengantar, dsb.), "Section 3" (isi utama), "Section 4" (berisi daftar pustakan dan lampiran), dan "Section 5" (sampul belakang). Kalau Anda mau, tiap-tiap bab dapat diletakkan pada seksi yang berbeda.


Header & Footer

Elemen halaman seperti Header, Footer, dan Page Number dapat ditambahkan melalui menu "Insert". Jika menambahkan suatu Header, Footer, dan Page Number pada satu seksi, seksi lainnya tidak akan terpengaruh. Contohnya, Anda dapat membuat Page Number dengan format "i, ii, iii, ..." pada "Section 2" dan format "1, 2, 3, ..." pada "Section 3". Jika pada "Section 4" Anda ingin meneruskan format dan barisan Page number dari "Section 3", maka klik "Link to Previous" pada menu editor Header & Footer "Section 4".

Format Header & Footer juga dapat dibedakan untuk halaman ganjil dan genap. Untuk mengatur format elemen, klik area elemen hingga menu editor aktif. Untuk membuat properti berbeda untuk halaman pertama atau untuk halaman ganjil dan genap, centang opsi "Different First Page" dan "Different Odd & Even Page" lalu set properti masing-masing. Sebagian buku menempatkan nomor halaman di sudut jauh (sebelah kanan pada halaman ganjil dan sebelah kiri pada halaman genap).


Field

Field dapat ditambahkan pada tubuh utama dokumen atau pada elemen tertentu. Contoh-contoh field antara lain: "Document property" (termasuk "author", "title", "company", dll), "section", "SectionPages", "StyleRef", dan lain-lain.

Contoh field yang biasa digunakan pada buku-buku adalah nama bab dan subbab di tiap halaman untuk kemudahan navigasi pembaca. Untuk mencantumkan judul bab pada header tiap halaman genap, lakukan langkah berikut.

  1. Pastikan properti header halaman ganjil dan genap berbeda
  2. Aktifkan editor "Header & Footer" halaman genap (dengan double click area header) dan arahkan edit point ke lokasi yang diinginkan.
  3. Klik Insert → Quick Parts → Field. Kotak dialog Field akan terbuka.
  4. Cari nama Field pada menu sebelah kiri (nama terurut secara alfabetik), pilih StyleRef maka Field Properties akan terbuka di kolom tengah.
  5. Bila style judul bab Anda bernama "header 1", klik "header satu" pada menu Field Properties. Centang opsi "Preserve formatting during updates" lalu klik "OK".
  6. Judul Bab akan muncul sebagai navigasi pada tiap header halaman genap.
Kotak dialog "Field". 

Untuk mencantumkan nomor dan judul subbab pada tiap halaman ganjil, lakukan langkah serupa dengan contoh sebelumnya, namun kali ini aktifkan editor header pada halaman ganjil.

  1. Bila style judul subbab Anda bernama "header 2", klik "header 2" pada menu Field Properties. Centang opsi "Insert paragraph number" dan "Preserve formatting during updates" lalu klik "OK".
  2. Nomor subbab Anda sudah akan tampil di tiap halaman ganjil, jangan dulu menutup editor "Header & Footer" Anda.
  3. Selanjutnya, tambahkan spasi (terserah) setelah nomor subbab lalu masukkan lagi field "StyleRef" → "header 2", namun jangan centang opsi apapun kecuali "Preserve formatting during updates".
  4. Klik "OK", maka nomor dan judul subbab Anda akan tampil berurutan.

Untuk mencantumkan nama pengarang di sudut kiri halaman ganjil misalnya, aktifkan editor "Header & Footer" lalu pilih "DocProperty"→"Author". Anda bisa juga menambahkannya lewat jalur "Insert" → "Quick Parts" → "Document property" → "Author". Jika nama Anda tidak muncul, berarti Anda belum mengisi nama Anda pada detail berkas. Untuk itu, isilah detail dokumen Anda dengan mengklik kanan berkas Anda (pada explorer), pilih "Properties" → "Details" (Anda perlu menutup dokumen Anda saat mengedit properti berkasnya).


Footnote dan Endnote

Footnote (catatan kaki) dan Endnote (catatan akhir) digunakan untuk menambahkan keterangan atau penjelasan tambahan pada suatu kalimat yang dirasa terlalu berbelit jika disambung dalam paragraf. Biasanya, catatan kaki atau catatan akhir berisi informasi trivial, sumber referensi, atau referensi rujukan. Catatan kaki terletak pada bagian bawah tiap-tiap halaman sedangkan endnote terletak pada akhir tiap seksi. Untuk menambahkan catatan kaki dan catatan akhir, letakkan edit point pada akhir kata/istilah/kalimat yang perlu diberi keterangan tambahan. Selanjutnya, klik "Reference" → "Insert Footnote" atau "Insert Endnote"


Daftar Isi

Daftar isi dapat pada MS. Word didasarkan pada Heading dokumen. untuk menambahkan daftar isi, letakkan edit point pada tempat yang diinginkan, klik "Table of Contents", lalu pilih model yang Anda inginkan. Anda dapat pula mengatur sendiri model daftar isi dengan memilih "Insert Table of Contents...".


Sampul

Cover page atau sampul dapat Anda tambahkan dari "Insert" → "Cover Page", lalu pilihlah template sampul yang Anda inginkan. Anda dapat mengedit sampulnya kemudian. Buatlah seksi tersendiri untuk sampul depan dan belakang yang masing-masing berisi dua halaman (halaman sampul dan halaman dibaliknya).


Sekian dulu tips singkat dari saya. Mungkin di lain waktu akan saya tambahkan informasi lainnya. Jika ada yang kurang jelas, silakan tuliskan pertanyaan Anda dalam kolom komentar lalu klik tombol "Publikasikan".


Selengkapnya...

Minggu, 11 Februari 2018

Pola Moire

Pola Moire (Moire pattern) adalah suatu pola yang dihasilkan dari interferensi dua pola dengan celah transparan yang saling menimpa. Pola Moire dapat diperoleh dengan melakukan translasi (pergeseran), rotasi/revolusi (perputaran), atau perubahan ukuran pola kedua terhadap pola pertama.

Gambar 1. Pola Moire dari rotasi dua pola titik.
Gambar 2. Pola Moire dari dua pola paralel dengan sedikit selisih periode.


Translasi dari Pola Paralel

Gambar 3. Interferensi pada dua pola garis paralel dengan
selisih periode δp.

Pola Moire sederhana dapat dibuat menggunakan pola garis-garis paralel seragam dengan menggeser salah satu pola seperti pada Gambar 2. Agar interferensi kedua pola dapat terjadi, celah (gap) antargaris pada kedua pola tidak boleh persis sama atau kelipatan integer. Misalkankan pola pertama memiliki celah berjarak \(p\) dan pola kedua memiliki celah berjarak \(p+\delta p\) dengan \(0 \lt \delta p \lt p\). Ketika pola kedua ditimpa pada pola pertama (dengan menjaga keduanya tetap paralel), periode garis yang tidak persis sama menghasilkan interferensi berupa pola gelap-terang. Pusat gelap terbentuk ketika pola 1 dan pola 2 berbeda setengah fase. Pada saat itu, garis ke-\(n\) pola 2 bergeser sejauh \(n\cdot\delta p\) dari garis ke-\(n\) pola 1.



\begin{align} n \cdot \delta p = \frac{p}{2} \label{TP1} \end{align}

Atau

\begin{align} n = \frac{p}{2 \: \delta p} \label{TP2} \end{align}

Jarak antara pusat daerah terang ke pusat daerah gelap terdekat memenuhi:

\begin{align} d = n p = \frac{p^2}{2 \: \delta p} \label{TP3} \end{align}

Dengan kata lain, jarak antara pusat dua daerah terang (atau daerah gelap) yang berdekatan ialah

\begin{align} 2d = \frac{p^2}{\delta p} \label{TP4} \end{align}

Rotasi dari Pola Linear

Selanjutnya, kita akan membahas pola Moire dengan cara menimpa dua pola garis-garis paralel seragam dengan perbedaan sudut. Untuk kasus ini, interferensi tetap bisa diperoleh meskipun kedua pola memiliki periode yang sama.

Gambar 4. Pola moire dari rotasi pola bergaris.
Gambar 5. Skema pembentukan interferensi pada rotasi pola
bergaris.

Ketika pola bergaris dengan jarak celah \(p\) ditimpa dengan pola yang sama namun dengan selisih sudut \(\theta\), garis-garis pada kedua pola akan berinterferensi menghasilkan bentuk belah ketupat. Panjang rusuk belah ketupat ini memenuhi,

\begin{align} d = \frac{p}{\sin \theta} \label{RL1} \end{align}

Dari jarak jauh, barisan jajar genjang ini akan menghasilkan pola gelap terang dengan jarak pusat antara dua pita gelap (atau dua pita terang) yang berdekatan sama dengan panjang diagonal besar dari belah ketupat (perhatikan Gambar).

Dengan memperhatikan Gambar 6, kita dapat memperoleh segitiga siku-siku dengan rusuk-rusuk tegak \(p\) dan \(d+d \cos ⁡\theta \) dan rusuk miringnya ialah diagonal besar belah ketupat, \(D\). Dengan demikian, nilai \(D\) dapat dihitung dengan teorema Pythagoras.

\begin{align} D^2=p^2+d^2 (1+\cos⁡ \theta)^2 \label{RL2} \end{align}

Menyulihkan persamaan (\ref{RL1}), didapatkan

\begin{align} D^2 = p^2 + p^2 \frac{(1+\cos⁡ \theta)^2}{\sin^2⁡ \theta} = p^2 \left [\frac{(1+\cos^2 ⁡\theta + 2 \cos⁡\theta)}{\sin^2 \theta} +1 \right ] \nonumber \end{align}

Mengingat \(\cos^2 ⁡\theta + \sin^2 ⁡\theta = 1\), maka

\begin{align} D^2 = 2p^2 \left [\frac{1+\cos⁡ \theta}{\sin^2 ⁡\theta} \right ] \label{RL3} \end{align}

Menyulihkan identitas trigonometri \(\cos⁡(\theta/2) = \pm \sqrt{\frac{1+\cos⁡\theta}{2}}\) dan \(\sin \theta = 2 \sin⁡(\theta/2) \cos⁡(\theta/2)\) ke dalam persamaan (\ref{RL3}), didapatkan

\begin{align} D^2 = 2p^2 \left [\frac{2 \cos^2⁡(\theta/2)}{4 \sin^2⁡(\theta/2) \cos^2⁡(\theta/2)}\right ] = \frac{p^2}{\sin^2⁡ (\theta/2)} \nonumber \end{align}

Akhirnya didapatkan,

\begin{align} D = \frac{p}{\sin⁡(\theta/2)} \label{RL4} \end{align}

Pola Lainnya

Pola Moire dapat pula diperoleh dari interferensi pola kurva atau bahkan pola acak. Berikut ini diberikan contoh interferensi dari pola garis radial dan lingkaran.

Gambar 6. Pola moire dari pola lingkaran (kiri) dan garis radial.
Gambar 7. Contoh lain pola moire dari rotasi pola.

Selain pola Moire, kita juga dapat membuat efek animasi dari prinsip interferensi serupa. Pergeseran pola interferensi membuat pola nampak bergerak. Contohnya seperti di bawah ini.

Gambar 8. Efek animasi berdasarkan pola moire translasi.
Sumber: http://www.instructables.com/id/2D-Moire-Slit-Animation/

Jika tetangga Anda mau, Anda dapat mengunduh berkas *.docx berikut untuk bereksperimen lebih jauh mengenai pola moire.



Referensi

https://en.wikipedia.org/wiki/Moir%C3%A9_pattern

Selengkapnya...

Jumat, 02 Februari 2018

Pengamatan Gerhana Bulan 31 Januari 2018

Pada tanggal 31 Januari hingga 1 Februari 2018 kemarin, Komunitas Bawah Pohon bersama Himpunan Mahasiswa Fisika FMIPA UNHAS kembali melaksanakan observasi umum gerhana Bulan. Kegiatan ini dilangsungkan di pelataran gedung IPTEKS kampus Tamalanrea UNHAS. Cuaca cerah nyaris sepanjang pengamatan sehingga acara dapat berlangsung dengan lancar.

Kontak gerhana ialah sebagai berikut:

kontakwaktu (WITA)altitude
P118:5107°27'
P219:5020°49'
U119:4820°25'
U220:5134°31'
Maks.21:2942°44'
U322:0750°33'
U423:1161°50'
P323:0560°55'
P400:0864°21'

Kegiatan ini juga dipadukan dengan pengenalan peta bintang dan presentasi mengenai Flat Earth (mungkin lain kali akan saya posting materinya). Kali ini saya tidak sempat mengambil banyak foto dokumentasi dan belum sempat meminta kepada fotografernya. Meski demikian, kami memperoleh hasil pencitraan yang cukup baik.

Peserta kegiatan.

Peserta kegiatan memperhatikan penjelasan mengenai penggunaan peta bintang.

Peserta kegiatan.

Teleskop pencitraan.

Bulan tepat sebelum memasuki P1. Cuaca sedikit berawan di dekat horizon bagian timur.

Barisan citra gerhana. Beberapa gambar kurang optimal karena diambil oleh operator amatir dan instrumen yang ala kadarnya.

Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.