Senin, 08 Oktober 2018

Prinsip Fermat dan Hukum Snell

Pada suatu hari Muin berjalan-jalan ke pantai bersama kekasihnya. Saat tengah berenang, ia melihat sebuah batu berbentuk seperti tinja di dasar laut. Muin pun berbalik ke arah pantai, hendak menunjukkan batu berbentuk unik itu kepada kekasihnya yang sedang berjemur di pantai. Betapa terkejutnya ia ketika melihat seorang pria mencurigakan yang cukup keren duduk di samping kekasihnya. Pria bernama Syahrul itu kemudian terlihat menggenggam pergelangan tangan kekasih Muin, seperti hendak membawanya ke suatu tempat. Berang, Muin berniat segera menghampiri Syahrul sesegera mungkin. Ia menyadari kelajuan maksimalnya di air lebih lambat daripada kelajuan maksimalnya di darat. Jika posisi Muin mula-mula di \(A\) dan posisi kekasihnya dan Syahrul di \(B\) (lihat Gambar 1), seperti apakah lintasan yang harus ditempuh Muin agar bisa mendamprat Syahrul sesegera mungkin?

Gambar 1: Masalah Muin.

Tentunya, bila kelajuan Muin selalu tetap sepanjang perjalanan (medium tempat ia berjalan seragam), lintasan berbentuk garis lurus memberikan waktu tempuh tersingkat. Hal ini dikarenakan garis lurus memberikan jarak terpendek (geodesik) antara dua titik; bila kelajuan selalu seragam otomatis jarak terpendek memberikan waktu tempuh tersingkat. Nah, untuk gerak dalam dua medium berbeda ini, apakah garis lurus juga memberikan waktu tempuh tersingkat?

Untuk memecahkan masalah pertama yang dihadapi Muin, mari kita gambarkan ulang posisi keduanya dan batas kedua medium dalam suatu sistem koordinat. Di sini, kita asumsikan garis batas medium berbentuk garis lurus yang berimpit dengan sumbu-X. Koordinat titik \(A\) diberikan sebagai \((0,y_A)\) dan koordinat titik \(B\) ialah \((x_B,y_B)\) sebagaimana diberikan pada gambar berikut.

Gambar 2: Skema perjalanan dari A ke B dengan waktu tempuh tersingkat.

Semenjak Muin bergerak dari medium 1 menuju medium 2, maka lintasannya pastilah berpotongan dengan garis batas di suatu titik, namakan titik itu sebagai \(M\). Kita belum tahu posisi titik M pada sumbu X, jadi kita gambarkan saja secara sembarangan. Perhatikan bahwa bagian pertama lintasan (dari \(A\) ke \(M\)) seluruhnya berada pada satu medium (medium 1). Oleh karena itu, kelajuan pada potongan lintasan itu seragam. Berdasarkan teorema sebelumnya, lintasan dengan waktu tempuh terpendek dari \(A\) ke \(M\) mestilah garis lurus. Hal serupa berlaku untuk bagian kedua lintasan (dari \(M\) ke \(B\)) yang juga berbentuk garis lurus. Dengan demikian, pertanyaannya sekarang adalah di manakah posisi titik \(M\)?

Waktu tempuh dari \(A\) ke \(B\) dapat dituliskan sebagai jumlahan dari waktu tempuh dari \(A\) ke \(M\) (medium 1) dengan waktu tempuh dari \(M\) ke \(B\) (medium 2).

\begin{align} T=t_1+t_2 \label{T} \end{align}

dengan waktu tempuh pada tiap medium adalah panjang lintasan dibagi dengan kelajuannya,

\begin{align} t = \frac{s}{v} \label{t} \end{align}

Semenjak nilai dari \(y_A\), \(x_B\), dan \(y_B\) telah diketahui, waktu tempuh dari \(A\) ke \(B\) melalui \(M\) memenuhi,

\begin{align} T(x_M) = \frac{1}{v_1} \sqrt{x_M^2+y_A^2} + \frac{1}{v_1} \sqrt{(x_B-x_M )^2+y_B^2} \label{TM} \end{align}

dengan \(v_1\) dan \(v_2\) masing-masing adalah kelajuan di medium 1 dan 2. Sekarang, kita perlu mencari nilai minimal dari fungsi \(T(x_M)\). Jika Anda telah mempelajari kalkulus dasar, tentunya Anda telah mengetahui prosedur yang harus dilakukan. Dalam tulisan ini, saya akan kembali membahasnya sedikit.

Misalkan terdapat suatu fungsi \(f(x)\). Bila \(A\) adalah titik ektremum (titik balik atau titik belok) dari fungsi \(f(x)\) di \(x=a\) maka gradien garis singgung dengan \(f(x)\) di titik \(A\) pastilah nol, \(f'(a)=0\).

Gambar 3: Kurfa f(x) dengan titik minimal (lokal) di A (a, f(a)).

Secara intuitif, bila \(f(x)\) bernilai maksimum/minimum lokal di \(x=a\) maka nilai fungsi di sebelah kiri-kanan \(a\) pastilah lebih kecil/besar dari pada \(f(a)\) sehingga titik \(A\) berlaku seperti titik balik. Dengan demikian, garis singgung kurva di titik \(A\) pastilah horizontal. Karena gradien atau kemiringan garis singgung suatu kurva tidak lain adalah turunan pertama dari fungsi kurva itu maka jelaslah \(f(a)=0\).

Dengan menerapkan teorema di atas ke dalam persoalan Muin, didapatkan nilai \(x_M\) yang memberikan nilai \(T(x_M)\) minimal (atau maksimal) memenuhi,

\begin{align} \frac{dT}{dx_M} = 0\label{KT} \end{align}

Mendiferensialkan persamaan (\ref{TM}) terhadap \(x_M\), didapatkan

\begin{align} \frac{1}{v_1} \frac{1}{2} (x_M^2+y_A^2)^{-1/2} \cdot (2x_M) + \frac{1}{v_2} \frac{1}{2} \left [ (x_B-x_M)^2+y_B^2 \right ]^{-1/2} \cdot 2(x_B-x_M ) \cdot (-1) = 0 \nonumber \\
\frac{1}{v_1} \frac{x_M}{\sqrt{x_M^2+y_A^2}} - \frac{1}{v_2} \frac{x_B-x_M}{\sqrt{(x_B-x_M )^2+y_B^2}} = 0 \label{p1} \end{align}

Menguadratkan kedua ruas dan mengatur susunannya,

\begin{align} x_M^2 \left [(x_B-x_M )^2+y_B^2 \right ] = \left (\frac{v_1}{v_2}\right )^2 (x_M^2+y_A^2) (x_B-x_M )^2 \nonumber \end{align} \begin{align} x_B^2 x_M^2 + x_M^4 - 2x_B x_M^3 + y_B^2 x_M^2 = \left (\frac{v_1}{v_2}\right )^2 \left [x_B^2 x_M^2 + x_M^4 - 2x_B x_M^3 + x_B^2 y_A^2 + y_A^2 x_M^2 - 2x_B y_A^2 x_M \right ] \nonumber \end{align} \begin{align} \left (1-\frac{v_1^2}{v_2^2}\right ) x_M^4 - 2x_B \left (1-\frac{v_1^2}{v_2^2}\right ) x_M^3 + \left (x_B^2+y_B^2-\frac{v_1^2}{v_2^2} x_B^2 - \frac{v_1^2}{v_2^2} y_A^2 \right ) x_M^2 + 2 \frac{v_1^2}{v_2^2} x_B y_A^2 x_M - \frac{v_1^2}{v_2^2} x_B^2 y_A^2 = 0 \label{p2} \end{align}

Akar riil positif dari persamaan (\ref{p2}) memberikan nilai \(x_M\) untuk lintasan dengan waktu tempuh terpendek. Hmm… karena tidak ada metode universal untuk mencari akar-akar dari polinomial orde-4 secara analitik, kita serahkan saja perhitungannya kepada Muin. Barangkali ia bisa mengeceknya sendiri di WolframAlpha.

Bagaimanapun, kita dapat menyederhanakan penulisan sajian di atas dengan mengganti variabel \(x_M\) menjadi sudut normal \(\theta_1\) dan \(\theta_2\) (keduanya berkorespondensi satu-satu) untuk mendapatkan suatu jalinan menarik. Memperhatikan Gambar 2, jelas bahwa:

\begin{align} \left. \begin{matrix} \frac{x_M}{\sqrt{x_M^2+y_A^2}} & = \sin \theta_1\\ \frac{x_B-x_M}{\sqrt{(x_B-x_M)^2+y_B^2}} & = \sin \theta_2 \end{matrix} \right \} \label{theta} \end{align}

Penyulihan nilai-nilai pada persamaan (\ref{theta}) ke dalam persamamaan (\ref{p1}) memberikan jalinan,

\begin{align} \frac{\sin \theta_1}{v_1} = \frac{\sin \theta_2}{v_2} \label{thetav} \end{align}

Semenjak \(0 \leq \theta_1 \leq 90^\circ\), berdasarkan persamaan (\ref{thetav}), jika \(v_1 < v_2\) maka \(\theta_1 < \theta_2\).


Hukum Snell

Hal serupa dengan permasalahan Muin di atas juga berlaku pada perjalanan cahaya dalam medium. Berdasarkan prinsip Fermat(*), lintasan yang ditempuh antara dua titik oleh berkas cahaya adalah lintasan dengan waktu tempuh tersingkat. Dengan demikian, lintasan yang ditempuh cahaya dalam perambatan melalui dua medium juga memenuhi persamaan (\ref{thetav}). Dengan mendefinisikan indeks bias medium,

\begin{align} n \equiv \frac{c}{v} \label{n} \end{align}

maka persamaan (\ref{thetav}) dapat ditulis ulang sebagai,

\begin{align} n_1 \sin \theta_1 = n_2 \sin \theta_1 \label{Snell} \end{align}

Fenomena pembelokan cahaya ini dikenal sebagai pembiasan (refraksi). Adapun persamaan (\ref{Snell}) tidak lain ialah hukum Snell yang telah Anda kenal sejak di bangku SMP.

Seringkali terdapat fraksi berkas cahaya yang memantul dari permukaan batas. Dalam hal ini, berkas cahaya itu hanya merambat dalam satu macam medium saja sehingga kelajuaannya tetap konstan. Dengan demikian, untuk kasus pemantulan sinar (refleksi), persamaan (\ref{Snell}) tereduksi menjadi

\begin{align} \theta_1 = \theta_2\label{refl} \end{align}

dengan \(\theta_1\) adalah sudut datang cahaya mula-mula dan \(\theta_2\) tidak lain adalah sudut pantul.


*Prinsip Fermat tidak lain adalah prinsip aksi terkecil dengan pemilihan aksi \(S \propto T\).


Selengkapnya...

Jumat, 24 Agustus 2018

Ulat dan Kupu-kupu

Belakangan ini, media (utamanya media sosial) semakin ramai dengan berbagai kritik, makian, hingga fitnah. Well, tidak ada pembenaran bagi fitnah dan berita hoax, tapi memaki-maki itu tidak bisa disalahkan selama didasarkan pada data faktual dan dinalar secara rasional. Pemerintah memang inkompeten, tidak amanah, zalim. Parlemen bangsatnya tidak perlu dipertanyakan lagi. Hati mereka tidak berpihak pada rakyat, tidak membuat hidup kita menjadi lebih nyaman dan sejahtera. Oposisi juga sama brengseknya, segala aksinya didasarkan pada kepentingan golongannya sendiri. Tapi, tunggu dulu.... Mereka asalnya dari mana? Apakah mereka datang dari luar angkasa, menumpang asteroid lalu mendarat di Republik ini? Ataukah kita mengimpornya dari pasar loak di negara antah-berantah? Bagi yang lupa, ini jawabannya: mereka adalah rakyat Indonesia juga, dipilih oleh rakyat sendiri secara demokratis.

Ilustrasi ulat.
Kredit: Didier Descouens - Own work, CC BY-SA 4.0,
https://commons.wikimedia.org/w/index.php?curid=10996793

Tiap orang tentunya memiliki kepribadian dan karakter sendiri-sendiri, namun umumnya terdapat kesamaan karakter pada orang-orang yang hidup di lingkungan berdekatan. Hal ini dikarenakan pola pikir dan sikap seseorang sangat dipengaruhi oleh budaya masyarakat di mana dia hidup dan dibesarkan. Kesamaan karakter yang umum ini masih akan tampak ketika kita memperluas lingkup masyarakat yang ditinjau, meskipun jumlah kesamaan itu akan semakin sedikit. Kita bisa melihat karakter masyarakat dalam etnis hingga negara tertentu. Sekali lagi, yang kita bahas adalah kualitas umum yang dominan dalam distribusi karena tentu saja terdapat variasi hingga anomali.

Tentu saja kita berhak, bisa, atau bahkan selayaknya mengkritik pemerintah atau anggota dewan, yang mana mengemban amanat dari rakyat. Tapi, acapkali orang yang mengkritik terlalu asyik hingga lupa bahwa kualitas pejabat negara adalah presentasi dari kualitas rakyat negara itu. Ya, kualitas kita, rakyat biasa, dan pemerintah itu sebelas-dua belas. Apalagi di negeri yang masih banyak rakyatnya memilih pemimpin atas dasar kesamaan jenis di atas kualitas dan kompetensi. Rata-rata kita memiliki pola pikir dan sikap seperti ini, ya rata-rata mereka juga begitu. Bedanya, rakyat biasa hidup di kolam kecil, makannya sedikit. Mereka yang hidup di kolam besar ya makannya banyak juga. Mereka semata-mata memiliki lebih banyak jalan, fasilitas dan keleluasaan dalam melakukan gaya hidupnya.

Memangnya, bagaimana sih karakter rata-rata orang Indonesia? Kalau pengamatan saya tidak salah, kita cenderung malas dan sering datang telat jika tidak ada paksaan. Saat sekolah kadangkala bolos, tidur di kelas, menggosip sambil berbisik dengan teman, atau main game sembunyi-sembunyi. Banyak dari kita malas mengerjakan pekerjaan rumah sebagaimana mestinya. Begitu hari p.r. dikumpulkan, pagi harinya barulah kita sibuk mencari satu-dua teman rajin yang telah menyelesaikan pekerjaan rumahnya untuk disalin. Kita baru bersemangat saat lonceng tanda istirahat berbunyi atau dosen tidak masuk kelas. Jika kita beruntung jadi pejabat pemerintah atau anggota parlemen, kita membawa kebiasaan kerja malas-malasan pula. Masuk kantor telat, suka bolos atau tidur saat rapat, kerja ala kadarnya. Begitu kunjungan kerja ke luar negeri baru bersemangat.

Kita tidak jujur, suka berbuat curang. Saat masih sekolah, kita suka mencontek saat ujian, menitip absen pada teman. Kita kurang amanah. Saat meminjam uang atau barang dari teman, enggan mengembalikan kalau tidak ditagih. Kadangkala barang yang kita pinjam dipinjamkan lagi ke orang lain. Kalau kita beruntung jadi pejabat, kebiasaan ini bisa diterapkan ketika mengurus keuangan negara. Mark-up anggaran, korupsi, kolusi, ingkar dari janji kampanye. Hei, kebanyakan kita juga hobi menyuap. Siapa yang lebih suka ditilang daripada mengambil jalan damai ketika melanggar peraturan lalu-lintas? Kalau ada uang lebih, beri “uang rokok” pada pegawai kantor kecamatan agar berkas-berkas cepat selesai? Sayang sekali kita belum berkesempatan menjadi pengusaha besar yang bisa terlibat dalam proyek-proyek pemerintah. Kalau nanti jadi, hobi kita bisa disalurkan untuk menyuap pejabat.

Kita tidak peduli lingkungan. Sebagian besar karena kita jauh lebih mementingkan kemudahan jangka pendek daripada konsekuensi jangka panjang. Berapa banyak perokok dari rakyat jelata yang selalu mencari tempat sampah untuk membuang puntung rokoknya? Siapa yang anti buang sampah sembarangan? Pernah lihat ruang kelasmu bebas dari tisu dan kemasan makanan/minuman setelah kuliah selesai? Kita terbiasa buang sampah di jalan, pelataran ruang publik, hingga sungai. Setelah banjir baru menyesal, tapi tiga hari setelah banjir surut penyesalannya dilupakan kembali. Nanti kalau sudah jadi pejabat, bakat tidak mempedulikan lingkungan ini dilanjutkan. Proyek yang merusak lingkungan tanpa manfaat jangka panjang yang signifikan lebih besar diizinkan. Yang penting ada keuntungan bagi kita saat ini, konsekuensinya pada orang lain dan generasi masa depan ya urusan belakangan.

Kita tidak taat aturan. Sewaktu masih mahasiswa, aturan kampus dilanggar. Properti kampus dicorat-coret dan dirusak. Di jalan aturan lalu lintas dilanggar. Naik motor melawan arus hanya untuk memotong perjalanan beberapa puluh meter. Belum lagi trotoar pun dilintasi atau dijadikan tempat parkir. Lampu merah diterobos kalau jalan di depan sepi. Dinding terminal, prasarana publik atau prasaran kampus dijadikan objek vandalisme. Bahu jalan hingga sebagian jalan raya dan trotoar dijadikan lapak jualan.

Gila kuasa dan penghormatan? O..ho..ho.... Siapa yang tak senang menyuruh-nyuruh junior ketika di kampus? Memaksa mereka melakukan hal konyol hingga absurd? Hm, kita baru saja mendapat status sebagai mahasiswa senior, saatnya memanfaatkan status ini semaksimal mungkin. Tunggu..., jangan berpikiran buruk dulu. Kita melakukan hal itu pada adik-adik (gratis, tanpa wewenang dan tanpa diminta, barangkali dengan sedikit memaksa) untuk melatih mental mereka, karena kita peduli. Dengan begitu mental mereka jadi lebih kuat sehingga tahun-tahun depan telah memiliki keterampilan untuk merundung yang lebih lemah juga. Nah! Nanti kalau sudah jadi pejabat, kita juga harus melatih mental masyarakat kecil.

Hal-hal yang saya tulis di atas adalah suatu keumuman lho. Belum termasuk hal-hal yang lumayan jarang atau langka seperti pencurian bagian dari sarana umum untuk dijual kiloan. Belum termasuk sentimen pada kelompok suku, etnis, atau umat agama lain. Belum termasuk kebiasaan menyebar fitnah atas dasar kebencian (Well, meskipun belakangan ini semakin kerap). Belum termasuk aksi perundungan atau kekerasan atas motif agama dan politik.

Tentu saja opini ini sekedar opini receh dari saya saja. Tulisan ini sama sekali tidak dimaksudkan untuk mematikan semangat kepedulian kita kepada masyarakat, bangsa dan negara melalui kritik kepada pihak yang berwenang dan bertanggung jawab. Ini cuma ungkapan kejenuhan dengan yang sudah-sudah. Barangkali juga suatu sudut pandang pesimis melihat kubu-kubu yang mempromosikan balon pemimpin yang katanya sanggup merubah masa depan negeri ini menjadi jauh lebih baik. Pemerintah, parlemen, dan tokoh-tokoh nasional itu pantas menerima kritik hingga makian kita, meskipun sebagian besar dari mereka tak suka dikritik oleh yang lebih muda sebagaimana sebagian besar dari kita juga demikian. Jadi, tidak perlu pura-pura kaget. Kita sudah punya gambaran mengenai pemimpin baru kita nanti. Karena mereka adalah kupu-kupu. Kita ulatnya, dari spesies yang sama.


Selengkapnya...

Rabu, 04 Juli 2018

Common Sense dalam Hal-hal yang Tidak Begitu Umum

Sepekan yang lalu muncul isu mengenai munculnya ikan jenis pirarucu (Arapaima gigas) di aliran Sungai Brantas di Sidoarjo dan Surabaya. Di media, diberitakan ikan ini ditangkap warga bersama suatu lembaga swadaya untuk kemudian dimusnahkan. Membaca komentar pengunjung adalah salah satu hal menarik yang hanya bisa ditawarkan oleh media daring. Beberapa pengunjung menyayangkan ikan yang katanya mahal dan langka itu dibunuh. Ada menyarankan dilepaskan kembali, ada yang menyarankan dipindahkan, ada yang menyarankan dijual, dan sebagainya.

Ikan pirarucu yang ditangkap warga di Surabaya.
Sumber: news.detik.com

Dengan hanya mengandalkan common sense, tanpa pengetahuan teknis sama sekali mengenai topik terkait, barangkali saya juga akan berpikiran serupa. “Ngapain ikannya dibantai?” “Kan sayang?” “Kan kasihan? Nggak dimanfaatkan juga”. Syukurlah saya nyaris selalu melek saat jam pelajaran biologi saat masih duduk di sekolah menengah dulu. Saya masih mengingat topik mengenai rumitnya jalinan dalam suatu ekosistem dan bagaimana spesies invasif dapat merusak keseimbangan ekosistem. Di buku saya dulu ada kolom “Tahukah Kamu?” yang memberikan informasi mengenai invasi bintang laut Pisaster yang merusak koral. Ya, memperkenalkan suatu spesies baru ke dalam suatu lingkungan dapat membawa banyak masalah. Spesies baru ini akan menciptakan jalinan biologis baru di ekosistem barunya seperti predasi, kompetisi, dan penyebaran parasit atau penyakit. Ketika suatu spesies asing dengan kondisi habitat asli yang lebih keras dibawa ke habitat baru yang lebih nyaman, mereka akan dengan mudah menyaingi spesies asli dalam memperoleh makanan. Spesies pendatang juga dapat membawa parasit dari kampung halamannya. Spesies ini sendiri telah memiliki sistem kekebalan hingga tingkat tertentu akibat telah lama hidup bersama sang parasit. Namun, ketika parasit ini menyebar di lingkungan baru, spesies-spesies di daerah itu akan sangat rentan oleh serangan penyakit yang belum pernah mereka kenal sebelumnya.

Hal semacam ini telah lama dikenal oleh ahli biologi sehingga banyak negara (termasuk Indonesia) telah menerapkan aturan tertentu mengenai pembatasan masuknya spesies asing (fauna maupun flora) ke dalam wilayahnya. Dari sudut pandang ilmu biologi dan hukum positif, pemberantasan predator asing yang mengancam ekosistem lokal dapat dibenarkan. Dalam kasus ini, yang salah adalah pehobi yang gemar memelihara dan mengoleksi spesies eksotis namun enggan mencari literatur yang cukup dan mempelajari hal-hal terkait aturan dalam memelihara spesies yang ingin dipeliharanya. Ketika sudah bosan memelihara atau ukuran peliharaannya sudah terlampau besar untuk diurus, satwa itu dilepasliarkan saja. Atau barangkali hewan itu tidak dipelihara dalam kandang yang sesuai sehingga memungkinkan mereka lepas ke alam.

Maksud saya membahas berita ini (di antara banyaknya berita lain yang lebih penting) semata-mata untuk menunjukkan bahwa kita tidak dapat mengandalkan common sense dalam hal-hal dengan jalinan teknis yang tidak kita pahami dengan baik. Kadangkala, kesimpulan yang tampaknya begitu wajar ternyata keliru karena esensi dari perkara itu luput dari perhitungan kita.

Sebagai contoh pribadi, saya dulu terbiasa menautkan berkas (seperti gambar) di blog saya langsung dengan menyematkan url aslinya dengan niat menghargai pemiliknya yang sah. Anggapan saya adalah, selain mengakui hak kepemilikan berkas, hal ini juga menjaga riwayat berkas asli dapat ditelusuri dengan mudah. Ternyata hal ini keliru. Aktivitas yang disebut sebagai hotlinking ini berpotensi merugikan pemilik berkas asli karena kita mencuri bandwith mereka. Ketika seseorang mengakses halaman blog saya yang memuat berkas yang di-hotlink, peramban mereka akan memanggil berkas terlampir dari situs host-nya. Jika aksi ini dilakukan banyak orang secara terus-menerus, bisa dibayangkan banyaknya bandwith yang terpakai. Pengunggah berkaslah yang harus membayarnya (jika ia memiliki akun berbayar), bahkan meski mereka tidak mendapatkan keuntungan apa-apa dari lalu lintas jaringan ini (situsnya sendiri tidak dikunjungi). Untuk itulah sebaiknya kita tidak sembarangan melakukan hotlinking, kecuali pemilik asli berkas mempersilakannya atau bahkan memberikan fitur pemuatan khusus untuk keperluan itu (seperti pada Scribd atau Youtube). Jika berkas yang ingin Anda gunakan memiliki atribut bebas-pakai, unggahlah kembali di akun Anda sendiri. Jika hak cipta berkasnya dilindungi, ya jangan diunggah lagi. Arahkan saja pembaca Anda ke situs sumber.

Saya juga pernah berdebat mengenai teori relativitas khusus dengan seorang pengajar yang mengklaim TRK keliru, postulatnya tidak valid dan memberikan konsekuensi yang inkonsisten berdasarkan common sense. Ia menyodorkan paradoks kembar sebagai argumentasi. Sebenarnya paradoks kembar tidak lagi bersifat paradoks jika dianalisa secara teliti. Dua orang saudara kembar A dan B; si A yang diam di Bumi dan si B yang dibawa ke dalam perjalanan antariksa ke suatu sistem bintang X pulang balik tidak memiliki kerangka yang simetri. Betul bahwa ketika B telah bergerak dengan kelajuan konstan, kerangka keduanya sama-sama inersial dan masing-masing dapat mengklaim saudaranyalah yang bergerak. Namun, ketika B berangkat dan berbalik arah kembali ke Bumi, ia harus melakukan percepatan untuk mengubah kecepatannya dari \(0\) ke \(v\) dan dari \(v\) ke \(–v\) berturut-turut. Hal ini menyebabkan kerangka si B tidak inersial dalam keseluruhan durasi perjalanan. Dengan memperhitungkan transformasi kerangka B pada kedua momen ini, perhitungan berdasarkan kerangka A maupun B akan konsisten: B akan lebih muda daripada A. Hal inilah yang tidak dipahami (dan tidak mau dipahami) oleh orang pintar yang berdebat dengan saya tadi.

Yah, membangun pendapat awal atau praduga atas suatu masalah atau isu yang kita dengar adalah hal yang wajar (bahkan seringkali perlu). Namun, dugaan haruslah diperlakukan sebagai dugaan. Selalu uji dan pertanyakan pendapat awal kita. Kita harus menginsafi bahwa common sense kita terkadang tidak cukup dalam memahami hal-hal kompleks yang sarat akan hal-hal teknis. Sebagai seorang intelek, sebaiknya kita menyatakan pendapat awal (tentang hal-hal yang bukan bidang kita) kita secara rendah hati dan bertanya pada pakar di bidangnya atau mendiskusikannya dengan orang lain. Dengan begitu, kita membuka pintu untuk mendapatkan pengetahuan baru yang berharga. Menyatakan pandangan kita atas suatu hal dengan penuh percaya diri tanpa dilandasi dengan pemahaman mengenai topik terkait hanya akan membuat kita terlihat bodoh. Anda dan saya tentu tidak mau terlihat bodoh.


Selengkapnya...

Selasa, 26 Juni 2018

Tutorial MathJax Untuk Blogger

Untuk menuliskan persamaan Matematika dalam website atau blog Anda, Anda dapat menggunakan bantuan MathJax. Mathjax bekerja dengan menerjemahkan input berbasis \(\TeX{}\) menjadi Javascript yang kemudian ditampilkan oleh peramban Anda sebagai persamaan matematika yang apik. Pada postingan kali ini, saya akan sedikit membahas cara mengintegrasikan MathJax dengan blog berplatform Blogger.



Mula-mula, Anda perlu memasang konfigurasi MathJax ke dalam template blog Anda. Untuk mengedit template, klik menu "Tema" pada dashboard akun blogger Anda, kemudian plih "Edit HTML" pada menu drop down. Selanjutnya, salin dan tempel kode berikut ini setelah tag <head> dan sebelum segmen "skin" (sederhananya, tempel saja tepat di bawah tag <head>).

Setelah itu, klik "Simpan Tema". Sekarang, Anda telah dapat menampilkan persamaan matematika di blog Anda. Untuk menuliskan kode persamaan matematika, selalu lakukan dalam mode edit "HTML". Anjuran dari saya, kalau Anda selalu menulis dalam mode "Compose", mulailah membiasakan diri untuk menulis dalam mode "HTML" untuk ragam tulisan apapun. Tulisan Anda akan tampak lebih rapi dan konsisten.

Untuk menulis persamaan matematika dalam baris kalimat, Anda harus menuliskan kode \(\TeX{}\) persamaan diantara tanda dan . Semisal akan ditampilkan sebagai \(\nabla^2 \Phi = 4 \pi G \rho\). Adapun untuk menuliskan persamaan dalam baris khusus, tuliskan kode persamaan Anda di antara tag dan . Berikut ini contohnya.


yang akan ditampilkan menjadi:

$$\sin^2(x) + \cos^2(x) = 1$$

Untuk menuliskan persamaan dengan fitur yang lebih lengkap, gunakan kode seperti berikut.

akan ditampilkan sebagai,

\begin{align} F_{12} = -F_{21} = \frac{G m_1 m_2}{r^2} \label{F1} \end{align}

Ingat bahwa untuk menulis subskrip atau superskrip dengan lebih dari satu karakter, Anda harus menuliskannya dalam kurung kurawal seperti "U_{rad}" atau "T^{16}". Dengan menggunakan label, Anda dapat memberikan nomor referensi yang dapat ditautkan pada persamaan Anda semisal (\ref{F1}). Untuk melakukannya, tuliskan dan ganti "..." menjadi label dari persamaan yang dimaksud. Perhatikan agar tidak memberikan label yang identik untuk dua atau lebih persamaan. Bila Anda tidak ingin memberikan nomor referensi pada persamaan, ganti elemen dengan tepat setelah persamaan. Bila ingin menuliskan set persamaan yang terdiri atas dua baris atau lebih, gunakan untuk membuat baris baru. Untuk lebih jelasnya, perhatikan contoh berikut.


Hasilnya,
\begin{align} \int_{0}^{V_s} P \: dV &= \int_{0}^{\mathcal{N}} \frac{\rho kT}{nm} \: dN = \mathcal{N} kT \nonumber \\
&= \frac{2}{3} U_{\mathrm{in}} \label{p5} \end{align}

Pada contoh di atas, gunakan "&=" alih-alih "=" untuk membuat tanda "=" pada setiap baris sejajar. Kode "\mathcal{}" digunakan untuk menuliskan huruf bergaya/kaligrafi (script) sedangkan kode "\mathrm{}" digunakan untuk menuliskan huruf tegak. Beberapa variasi stye lainnya diberikan dalam tabel berikut.

Fungsi Sintaks Tampilan
math bold \(\mathbf{A}\)
math blackboard \(\mathbb{Z}\)
math fraktur \(\mathfrak{R}\)
vector \(\vec{F}\)
hat \(\hat{r}\)
overline \(\overline{PQ}\)
tilde \(\tilde{x}\)
dot \(\dot{x}\)
double dot \(\ddot{x}\)

Jika Anda masih belum akrab dengan menuliskan persamaan matematika dalam format \(\TeX{}\), Anda dapat mempelajarinya dengan berlatih di https://www.codecogs.com/latex/eqneditor.php. Di sana, Anda dapat menulis persamaan matematika dengan alat UI dan melihat sintaks Latex untuk persamaan yang Anda tulis. Sebenarnya, equation pada MS Word juga mendukung format penulisan serupa dan langsung diterjemahkan setelah Anda memencet spasi. Untuk kemudahan, beberapa sintaks yang sering digunakan saya cantumkan dalam spoiler di bawah ini.

Contoh Sintaks:

Tanda Kurung dan Matriks

Sintaks Tampilan
\(\left ( \frac{A}{B} \right )\)
\(\left [ \frac{A}{B} \right ]\)
\(\left \{ \frac{A}{B} \right \}\)
\(\left | \frac{A}{B} \right |\)
\(\left \| \frac{A}{B} \right \|\)
\(\left [ 0, \infty \right )\)
\(\left. \frac{A}{B} \right |\)
\(\left \langle \Psi | \Psi \right \rangle\)
$$ A=\begin{pmatrix} a & b & c\\ d & e & f\\ g & h & i \end{pmatrix} $$
$$ x=\left\{\begin{matrix} 1 & ;\: i=j\\ 0 & ;\: i \neq j \end{matrix}\right. $$

Untuk matriks dalam kurung siku, ganti tag "{pmatrix}" menjadi "{bmatrix}"; untuk matriks dalam kurung kurawal ganti menjadi "{Bmatrix}"; untuk matriks dalam kurung mutlak ganti menjadi "{vmatrix}"; dan untuk matriks dalam kurung mutlak ganda menjadi "{Vmatrix}".


Karakter Khusus

Sintaks Tampilan Sintaks Tampilan Sintaks Tampilan
\(\: \) \(\rightarrow\) \(\Rightarrow\)
\(\longrightarrow\) \(^\circ\) \(\times\)
\(\bullet\) \(\bigtriangleup\) \(\cdot\)
\(\cdots\) \(\pm\) \(\mp\)
\(\angle\) \(\perp\) \(\parallel\)
\(\approx\) \(\equiv\) \(\neq\)
\(\leq\) \(\geq\) \(\exists\)
\(\forall\) \(\cap\) \(\cup\)
\(\in\) \(\varnothing\) \(\partial\)
\(\nabla\) \(\infty\) \(\sum_{}^{}\)
\(\prod_{}^{}\) \(\int_{}^{}\) \(\lim_{x \to a}\)

Selanjutnya, jika Anda telah selesai menulis dan mengirim postingan, ceklah tampilan blog Anda melalui peramban pada perangkat desktop dan seluler. Bila persamaan matematikanya tidak muncul pada perangkat seluler, masuk ke pengaturan tema Blogger. Pilih tema seluler "Khusus" dan simpan pengaturan. Anda bisa juga menonaktifkan tema seluler sehingga tampilan blog Anda di perangkat seluler tetap sama seperti pada perangkat desktop.


Referensi:
https://www.mathjax.org/
http://holdenweb.blogspot.com/2011/11/blogging-mathematics.html
http://irrep.blogspot.com/2011/07/mathjax-in-blogger-ii.html

Selengkapnya...

Standar Busana dan Potensi Serangan Seksual

Tulisan ini saya buat berdasarkan diskusi daring dengan beberapa kenalan mengenai hijab bagi wanita beberapa waktu lalu. Pembicaraan kami dimulai dari argumen kekecewaan kenalan beliau atas larangan berhijab bagi wanita di beberapa perusahaan/instansi yang dulu pernah menjadi topik hangat dan kemudian berlanjut ke berbagai hal yang berkaitan.

Saya, sebagai seorang humanis, selalu mendukung tiap orang untuk melakukan sesuatu untuk dirinya sendiri berdasarkan selera atau preferensinya (dengan latar ideologi atau apa pun) selama tidak melanggar hak atau berpotensi merugikan orang lain. Jadi, pada dasarnya saya sependapat dengan kenalan saya itu. Ia pun membahas mengenai keuntungan wanita mengenakan hijab untuk menghindari perbuatan tidak diinginkan dari pria mesum. Hal ini menarik saya untuk menggalinya lebih jauh.


Ilustrasi pelecehan seksual

Di lingkungan saya sekarang ini (dan saya rasa, kurang lebih sama dengan rata-rata masyarakat di negeri ini), umumnya standar berpakaian wajar bagi wanita di ruang publik ialah bawahan setidaknya sampai ke lutut dan atasan menutup perut, dada dan pangkal lengan. Karena kelaziman ini, umumnya pria tidak berpikiran tidak-tidak jika melihat wanita dengan pakaian semacam itu (tentu bisa jadi berbeda jika ada gerakan sensual atau semacamnya, tapi kita membatasi pembahasan ini dari aspek busana saja). Tentunya, pasti ada pria mesum yang tetap saja terangsang jika melihat wanita dengan pakaian yang masih tergolong wajar semacam itu (apalagi bila wanita itu cantik), dan kalau moralitasnya hanya sebesar spora mungkin ia terpicu untuk melakukan tindakan yang tidak terpuji.

Di sisi lain, meskipun kelaziman busana wanita seperti yang disebutkan di atas, tidak sedikit pula wanita yang berbusana lebih minim daripada itu. Dalam kasus ini, pria yang tidak terhitung mesum pun bisa berpikiran kotor bila melihatnya. Oleh karenanya, berbusana sopan dan wajar dapat menghindarkan wanita dari potensi serangan “binatang buas”.

Sekarang mari kita tinjau daerah lain, dengan standar kewajaran berbeda. Di Bali, Sulut dan Papua misalnya, standar busana wajar bagi wanita tidak seketat itu. Oleh karenanya, pria papua umumnya tidak merasakan dorongan khusus jika melihat wanita berbusana yang terhitung superminim bagi kita. Mereka merasa biasa-biasa saja. Dari sini kita bisa melihat bahwa faktor yang dapat memicu dorongan seksual pada pria (saya sebut faktor S) bergantung pada kondisi sehari-hari lingkungan mereka.

Tentunya, dengan memakai busana yang lebih tertutup daripada standar wajar (seperti mengenakan hijab) secara signifikan dapat mereduksi potensi wanita mendapatkan serangan seksual. Lagi pula, katanya, daripada laki-laki repot-repot berlatih mengendalikan nafsunya, lebih baik wanita yang mencegah dengan membungkus dirinya. Hmpff….

Selanjutnya muncul pertanyaan, apa yang terjadi ketika berhijab mulai menjadi kelaziman di suatu lingkungan? Jawaban saya adalah, standar faktor S pun bergeser menyesuaikan. Jika dulu pria normal tidak berpikiran negatif ketika melihat betis wanita (ceteris paribus), kini menjadi mulai berpikiran negatif semenjak semakin jarang ia bisa melihat betis wanita. Ini bukan hal yang di luar dugaan. Di lingkungan saya tinggal, mengenakan hijab tampaknya tidak menghasilkan faktor repulsif bagi birahi kebanyakan laki-laki. Eksterimnya, cukup banyak orang yang saya ketahui yang justru memiliki semacam fetish pada wanita berhijab. Kalau Anda pernah tersesat (ataukah mampir secara berkala) ke situs-situs web dengan konten dewasa, Anda mungkin menemukan member atau utas khusus “hijab lovers” di sana.

Pada akhirnya, saya memperoleh kesimpulan atas pernyataan kenalan saya. Wajar saja seseorang mengenakan hijab semata-mata dengan alasan karena itu perintah agamanya. Hanya saja, kalau Anda beranggapan mengenakan hijab bisa secara signifikan menghindarkan Anda dari serangan seksual, itu hanya berlaku selama sebagian besar wanita di lingkungan Anda tidak mengenakannya. Mohon tidak menganggap tulisan ini berupaya mendemoralisasi wanita yang aktif mengenakan hijab, niqab, dan sejenisnya. Tulisan ini semata-mata mengkritik anggapan dan pandangan pria bejat serta pria (bahkan wanita) yang terlampau suci yang justru menyalahkan wanita yang menjadi korban serangan seksual karena memiliki preferensi berbusana yang berbeda dari mereka. Entah sejauh apa wanita menutup dirinya, pola pikir laki-laki akan beradaptasi dengan lingkungannya. Serangan seksual terhadap wanita tidak dapat dihentikan kecuali semua pria berlatih meningkatkan kualitas moralnya dan berhenti menyalahkan wanita karena memancing nafsu mereka. Seseorang membangun rumah mewah bukan agar pencuri lebih tertarik untuk menyatroninya, kecuali si empunya rumah sendiri secara eksplisit menyatakan undangan atau tantangannya. Tentu saja, sebagaimana Anda, saya berharap tidak ada hak-hak orang yang terampas akibat nafsu orang lain.


Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.