Selasa, 08 November 2011

Prinsip Kerja Sel Surya

Semikonduktor

Sel surya terbuat dari rangkaian dua atau lebih lapisan semikonduktor yang didukung oleh piranti lain untuk meningkatkan efisiensinya. Berdasarkan konfigurasi semikonduktor yang menyusunnya, secara umum sel surya digolongkan menjadi dua macam yaitu:

1. Tipe p-n junction
Pada tipe ini sel surya terdiri dari dua lapisan semikonduktor yaitu tipe n (sebagai window) dan tipe p (sebagai adsorber). Tebal lapisan window berkisar antara 0,6 – 1 μm sedangkan tebal lapisan adsorber berkisar antara 1 – 2 μm.

2. Tipe p-i-n junction
Pada tipe ini sel surya terdiri dari tiga lapisan semikonduktor yaitu tipe n (sebagai window), tipe I (sebagai buffer) dan tipe p (sebagai adsorber).

Semikonduktor sendiri ialah suatu material yang dapat bersifat sebagai konduktor dan insulator pada kondisi tertentu. Contoh semikonduktor yang paling terkenal ialah silikon. Silikon memiliki empat elektron valensi sehingga agar dapat stabil silikon harus melepas empat elektron terluarnya atau justru menangkap empat elektron. Jadi pada silikon murni, material memiliki kecenderungan yang sama untuk menangkap atau melepas elektron. Semikonduktor semacam ini disebut semikonduktor intrinsik (tipe i).

Jika silikon dicampurkan atau didoping dengan unsur lain maka sifat semikonduktor silikon akan berubah. Semikonduktor yang dibuat dengan menambahkan unsur lain ini disebut semikonduktor ekstrinsik. Jika silikon dicampurkan dengan Boron (golongan III) yang memiliki tiga elektron valensi, elektron valensi dari material menjadi tujuh sehingga agar dapat stabil material cenderung untuk menerima satu elektron alih-alih melepaskan ketujuh elektron valensinya. Karena kekurangan elektron agar dapat stabil inilah (kelebihan hole), semikonduktor jenis ini disebut semikonduktor tipe p. Sebailknya jika silikon digabungkan dengan fosfor (golongan V) yang memiliki lima elektron valensi, material cenderung untuk melepaskan satu elektron agar dapat stabil. Karena kelebihan elektron semikonduktor semacam ini disebut semikonduktor tipe n.

Elektron dalam suatu atom memiliki energi yang berbeda-beda tergantung pada tingkat atau posisi suatu elektron dalam atom. Semakin tinggi energinya, semakin jauh orbitalnya dari inti. Elektron pada tingkat energi yang paling tinggi yang masih terikat oleh inti disebut elektron valensi. Pada jenis material tertentu, sebagian elektronnya tidak terikat pada satu inti atom melainkan bergerak dari satu atom ke atom lain, bergerak dari ujung material ke ujung lainnya. Jika pita energi yang memuat elektron valensi terisi penuh, maka pita ini disebut pita valensi dan pita tertinggi selanjutnya disebut pita konduksi. Jika pita yang memuat elektron valensi tidak terisi penuh, pita ini disebut pita konduksi. Selisih energi terendah dari pita konduksi dengan energi tertinggi dari pita valensi disebut band gap (BG).

Pada logam, pita konduksi dan pita valensinya saling tumpang-tindih (overlaping, BG ≈ 0) sehingga elektron valensinya bebas bergerak dari satu inti ke inti lain namun tetap berada pada material. Elektron yang bebas mengalir inilah yang menyebabkan arus listrik dapat mengalir dan material dengan sifat seperti ini disebut konduktor. Dalam kasus ini, elektron dianggap sebagai “gas elektron” yang disumbangkan oleh atom-atom dalam zat.

Sifat konduktifitas zat bergantung dari band gapnya, semakin tinggi band gap-nya semakin sulit suatu elektron bisa mencapai pita konduksi sehingga sulit untuk menghantarkan panas dan listrik. Untuk semikonduktor band gapnya berkisar antara 1 – 6 eV.  


Energi Fermi
Secara sederhana energi Fermi dapat dikatakan sebagai energi yang paling mungkin yang diperlukan elektron untuk pindah dari satu keadaan ke keadaan lain. Energi Fermi dapat dinyatakan dalam


Terlihat bahwa besarnya energi Fermi bergantung pada jumlah elektron yang dapat dilepaskan, sehingga energi Fermi untuk semikonduktor tipe-n lebih besar (lebih dekat ke pita konduksinya) sedangkan untuk semikonduktor tipe-p energi Ferminya lebih kecil (dekat ke pita valensi).


Prinsip Kerja Sel Surya p-n junction

Prinsip kerja sel surya didasarkan pada penggabungan semikonduktor tipe-p yang kelebihan hole dan semikonduktor tipe-n yang kelebihan elektron. 

1.   Semikonduktor tipe-p dan tipe-n sebelum disambungkan.
            
2.  Ketika kedua jenis semikonduktor ini disambung, terjadi perpindahan elektron dari emikonduktor tipe-n menuju semikonduktor tipe-p dan perpindahan hole dari semikonduktor tipe-p ke semikonduktor tipe-n pada derah sambungan. Perpindahan elektron maupun hole ini hanya sampai pada jarak tertentu dari batas sambungan awal.
3.  Elektron dari semikonduktor n yang bersatu dengan hole pada semikonduktor p yang mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p akan berkurang. Daerah ini akhirnya berubah menjadi lebih bermuatan positif. Pada saat yang sama. hole dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang ada pada semikonduktor n yang mengakibatkan jumlah elektron di daerah ini berkurang. Daerah ini akhirnya lebih bermuatan positif.
4.  Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi (depletion region) ditandai dengan huruf W. Pada daerah deplesi ini terdapat banyak keadaan terisi (hole+elektron). Baik elektron maupun hole yang ada pada daerah deplesi disebut dengan pembawa muatan minoritas (minority charge carriers) karena keberadaannya di jenis semikonduktor yang berbeda.
5.  Perbedaan muatan pada daerah deplesi ini menimbulkan medan listrik internal E dari daerah positif ke daerah negatif pada daerah deplesi yang disebut arus drift. Dengan memperhatikan perpindahan elektron pada arus drift dari arah semikonduktor p ke arah semikonduktor n, sebaliknya perpindahan hole dari arah semikonduktor tipe-n ke arah semikonduktor tipe-p yang mana berlawanan dengan arus yang muncul pada poin 2.
6.  Adanya medan listrik mengakibatkan sambungan p-n berada pada titik setimbang, yakni saat di mana jumlah hole yang berpindah dari semikonduktor p ke n dikompensasi dengan jumlah hole yang tertarik kembali kearah semikonduktor p akibat medan listrik E. Begitu pula dengan jumlah elektron yang berpindah dari smikonduktor n ke p, dikompensasi dengan mengalirnya kembali elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik E. Dengan kata lain, medan listrik E mencegah seluruh elektron dan hole berpindah dari semikonduktor yang satu ke semiikonduktor yang lain. Dengan demikian dalam keadaan ini tidak ada arus dan tegangan yang timbul.

Jadi jika sel durya tidak menerima energi cahaya, tidak ada arus yang dapat dimanfaatkan. Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan atas sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan semikonduktor p.

Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, elektron dari daerah deplesi (-) memiliki energi untuk naik ke tingkat energi yang lebih tinggi (pita konduksi). Lepasnya elektron ini menyebabkan munculnya hole pada daerah yang ditinggalkan elektron (deplesi), peristiwa ini disebut electron-hole photogeneration. Karena adanya medan listrik E yang menarik hole ke arah semikonduktor tipe-p dan elektron ke arah semikonduktor tipe-n maka terjadi pergerakan elektron dan hole pada tiap semikonduktor. Apabila kedua ujung semikonduktor dihubungkan dengan kabel maka elektron akan mengalir melalui kabel dari semikonduktor tipe-n bertemu dengan hole yang mengalir dari semikonduktor tipe-p yang disebut peristiwa recombinating. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut menyala dikarenakan mendapat arus listrik yang timbul akibat pergerakan elektron.


Masih banyak hal-hal yang berkaitan dengan sel surya, seperti analisis diagram I-V, efisiensi, fill factor, instalasi, dan lain-lain. Namun pembahasan saya cukup sampai pada prinsip kerjanya saja. selebihnya mungkin pada postingan selanjutnya.



Selengkapnya...

Minggu, 09 Oktober 2011

∫ ax dx

Mengingat pada postingan sebelumnya saya telah membuktikan ∫ dx/x dan ∫ ex dx, pada postingan singkat ini saya akan membuktikan nilai ∫ ax dx, di mana a suatu konstanta. Pertama kita nyatakan a sebagai suatu bilangan eksponensial dari e yaitu en = a sehingga ln(a) = n. Ingat ∫ exdx = ex.


dengan mengingat bentuk integral diperoleh:



kembalikan lagi ex ln(a) ke ax sehingga diperoleh:


Selengkapnya...

Sabtu, 01 Oktober 2011

Mana yang Lebih Banyak, Orang Hidup atau Orang Mati?

Melihat laju pertumbuhan penduduk dunia tentunya akan membuat kita geleng-geleng kepala. Mungkin pertanyaan pertama yang terpikir oleh Anda ialah apakah beberapa abad ke depan Bumi masih muat menampung seabrek penduduknya? Lalu terbersit pertanyaan di kepala saya: Mana yang lebih banyak, Orang hidup atau orang yang sudah mati? Sebagai gambaran, berikut grafik jumlah penduduk dunia dari tahun ke tahun.


Jadi menurut Anda, manakah yang lebih banyak?


Saya akan mencari solusinya menggunakan model matematika. sebelumnya, kita ambil asumsi-asumsi berikut untuk mempermudah perhitungan.

  1. Gunakan skala waktu dalam generasi (+/- 70 tahun)
  2. Gunakan model diskret dan anggap tiap orang hanya hidup dalam satu selang generasi sehingga pada generasi berikutnya ia dianggap mati. Dengan demikian, jumlah orang yang hidup kita nyatakan dalam f(t) dan jumlah orang yang mati ialah jumlah dari f(0) hingga f(t-1).
  3. Asumsikan fungsi jumlah penduduk berdasarkan waktu  f(t) = t2. Silakan mencoba fungsi lain yang nampaknya sesuai.

Dengan kedua asumsi tadi, kita telah menyederhanakan problem ini sehingga dapat dituliskan sebagai:




Tentu saja model ini hanyalah suatu pendekatan, namun cukup baik untuk menjawab pertanyaan di atas. Nah, di awal pembuktian kita coba ambil pertidaksamaan orang mati < orang hidup.

kita ambil lagi pendekatan integral (lihat di sini) sehingga persamaan di atas menjadi:

Dengan memasukkan nilai f(t) diperoleh:













atau jika dibulatkan t < 5.
Kita coba gambarkan tabelnya

t   1   2   3   4   5   
hidup1491625
mati0151430

Terlihat untuk t > 5 (5 generasi), jumlah orang mati sudah lebih banyak dari orang hidup jika fungsi jumlah penduduk f(t) = t2. Mengingat manusia sudah ada selama puluhan ribu tahun, tentu saja sudah berada pada t yang sangat besar. Silakan analisis fungsi fungsi jumlah penduduk dunia menggunakan regresi kalau masih tidak percaya. Jika Anda hitung dan memasukkan funsinya dalam model di atas saya yakin jumlah orang yang sudah mati lebih banyak daripada jumlah orang yang hidup. Malah jika diteliti dengan seksama, berapapun tanjakan dari fungsi f(t), t10 sekalipun akan ada suatu waktu di mana jumlah orang mati melampaui yang hidup.





[UPDATE]

Berikut adalah koreksi berdasarkan komentar dari Pak Mariano, saya mengucapkan banyak terima kasih atas apresiasinya dan sikap kritisnya terhadap tulisan saya. Saya sengaja hanya menambahkan update di bagian bawah -- tidak memposting ulang, selain karena pemodelan yang lalu setelah saya teliti tidak ada kekeliruan selain pendekatan fungsi yang tidak tepat, tentu saja juga karena proses berpikir itu indah. Sekarang saya akan mengambil fungsi eksponensial satu suku dengan mantissa sembarang yang dapat ditulis f(t) = xt, di mana x kelipatan jumlah penduduk (hidup) tiap masa satu generasi. Jika dimasukkan dalam model menjadi:











Agar t memiliki nilai, nilai dalam kurung (yang di-log-kan) harus bernilai lebih besar dari nol (ingat log dari bilangan nonpositif tak terdefinisi). Dengan metode komputasi, saya peroleh x ≈ 1,972 dengan kata lain t hanya terdefinisi untuk x < 1,972. Nah,pertanyaannya apakah dalam kenyataan nilai x ini lebih kecil dari pada 1,972? Setelah meninjau data-data jumlah penduduk dunia (dapat dilihat di sini atau di sini). Dengan mengingat asumsi ke-1 saya mengambil kisaran sebagai berikut:


tahun     jumlah penduduk (trilyun)
16100,5
16800,6
17500,72
18201,0
18901,5
19603,1
2030~9(perkiraan)

Berdasarkan data belakangan ini diperoleh rasio rata-rata tidak sampai dua kali, apalagi untuk periode yang lebih lama dari 1610. Tentu saja terlihat rasio semakin meningkat juga dan jikalau prediksi pada tahun 2030 sesuai maka rasionya menjadi 3. Mungkin karena belakangan ini tidak ada perang besar dan bangsa-bangsa Asia tengah menggenjot perkembangannya. Well, karena di sini saya mendapat rasionya lebih kecil dari pada 2 dan sedikit lagi cakaran pada kertas saya, saya mengambil kesimpulan jumlah orang mati masih lebih banyak dibanding orang hidup. Tapi mengingat rasio itu cenderung bertambah bisa saja pada suatu masa orang hidup menjadi lebih banyak.

Selengkapnya...

Sabtu, 24 September 2011

Modus Ponens dan Paradoks Curry

Berbicara tentang Modus Ponens berarti berbicara tentang implikasi. Implikasi ialah suatu atau satu set kalimat yang menyatakan keadaan bersyarat (sebab→akibat). Kalimat implikasi ditandai dengan jika-maka (if-then), contohnya "Jika kain disiram air maka kainnya basah". Saya sengaja memberikan contoh kalimat yang jelas karena kita akan menentukan tabel kebenaran dari suatu implikasi.

Berdasarkan kalimat tadi, kita sebut frase "Kain disiram air" sebagai A, "Kainnya basah" sebagai B dan kalimat utuhnya kita sebut A → B. Jika Kain disiram, jelas kain akan basah, tidak mungkin tidak. Dalam pola matematika dapat kita tulis jika A benar dan B benar, A → B akan bernilai benar. Bagaimana jika A salah dan B benar? Bagaimana jika kain tak disiram namun kain basah? Tentu saja mungkin, karena sebabnya kain basah ialah disiram namun disiram bukan satu-satunya sebab mengapa kain basah. Jadi meskipun tidak disiram kain bisa saja basah karena alasan lain, kalimat A→B tetap bernilai benar jika A salah dan B benar. Selanjutnya bagaimana jika A salah dan B salah? Seperti kasus sebelumnya jika kain tak disiram bisa saja kain tak basah jika sebab lainnya tak muncul, A → B bernilai benar jika A salah dan B salah. Kemungkinan terakhir jika A benar dan B salah: kain disiram namun kain tidak basah, mungkinkah? Tentu saja tidak mungkin, jadi A → B bernilai salah jika A benar dan B salah. Dari penjelasan di atas dapat kita tuliskan tabel kebenarannya:


A
B
A → B
B
B
B
B
S
S
S
B
B
S
S
B

Berdasarkan tabel kebenaran dari implikasi di atas terlihat bahwa kalimat implikasi hanya bernilai salah jika sebabnya benar dan akibatnya salah. Jadi, dapat ditarik kesimpulan jika suatu kalimat implikasi bernilai benar dan sebabnya juga benar maka akibatnya pasti bernilai benar. Kesimpulan ini disebut juga modus Ponens.


Nah, sekarang kita lanjut ke paradoks Curry. Apakah kalimat "Jika kalimat ini benar, maka matahari terbit di barat" bernilai benar atau salah? Apakah Matahari terbit di barat? Pasti kebanyakan orang menjawab kalimat ini salah. Simbolkan frase "kalimat ini benar" dengan A dan "Matahari terbit di barat" dengan B. Jelas bahwa B bernilai salah, dan jika Anda beranggapan A → B salah, berdasarkan tabel kebenaran A → B bernilai salah hanya jika A benar dan B salah. Dengan benarnya A, maka "kalimat ini benar" bernilai benar, artinya kalimat "Jika kalimat ini benar, maka matahari terbit di barat" bernilai benar dengan kata lain matahari terbit di barat.

Jika kita coba memecahkannya dengan modus Ponens. Perhatikan bahwa "kalimat ini" ialah nilai dari A yang juga ekivalen dengan A → B, sehingga

  1. A → A
    penulisan statement
  2. A → (A → B)
    substitusi ruas kanan, karena A = A → B.
  3. A → B
    kontraksi, jika X maka Y dan jika Y maka Z berarti jika X maka Z.
  4. A
    substitusi kembali A → B = A.
  5. B
    modus Ponens dari (3) dan (4).

Akhirnya, kita berhasil membuktikan bahwa kalimat tadi benar dan matahar terbit di barat. Kok bisa? Inilah yang disebut self-referring sentence, A menyimbolkan "kalimat ini", padahal "kalimat ini" adalah A → B, jadi A yang merupakan elemen dari suatu grup yang ekivalen dengan grup itu sendiri.



Baca juga:

Barber Paradox
Paradoks Gayus
Paradoks Si Tukang Bohong
Epimenides Berbohong!


Selengkapnya...

Kamis, 15 September 2011

Pembuktian ∫ dx/x = ln(x)

Ini merupakan pelajaran matematika SMU, tapi berani jamin tak banyak guru maupun mahasiswa matematika yang tahu kenapa ∫ dx/x = ln(x). Pada kesempatan ini saya akan membuktikannya. Senjata yang kita perlukan adalah deret Mac Laurin untuk ex, namun saya tidak akan menurunkannya dari deret Taylor yang menggunakan kalkulus, saya akan menurunkan deret Mac Laurin ex dari deret binomial Newton yang notabene bisa didapat dengan aljabar biasa.

Pertama, ingat kembali nilai tetapan Euler atau bilangan natural yang didefinisikan sebagai:



sehingga ex dapat dituliskan



Dengan deret binomial Newton



kita peroleh



Mengingat n amat sangat besar (menuju tak hingga), maka nilai nx bisa diabaikan dalam (nx)2 - nx. Begitu pula (nx)2 dan nx kita abaikan dalam (nx)3 - 3(nx)2 + 2nx sehingga didapatkan



Jadilah deret Mac Laurin untuk ex. Nah, sekarang kita buktikan sesuatu yang sangat unik, yaitu turunan dari ex.



yang nampaknya bernilai sama dengan ex. Jika diteruskan hingga suku ke-berapa pun hasilnya akan sama sehingga dapat kita tuliskan

Ini adalah salah satu bentuk yang istimewa dalam kalkulus. Selanjutnya kita akan membuktikan ∫ dx/x = ln(x) dengan memilih fungsi




sehingga



dengan kata lain diperoleh persamaan diferensial



Kita coba selesaikan





mengingat nilai y yang memenuhi PD di atas ialah y = ex, berarti x = ln(y), sehingga akhirnya diperoleh



Q.E.D.

Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.