Minggu, 25 Desember 2011

Matematika Gila: Infinity Series Paradox

Pada Desember yang mendung terus ini saya akan membahas beberapa paradoks matematika, yakni mengenai infinity series. Paradoks-paradoks ini membuktikan, matematika tidak harus selamanya sesuiai dengan nalar, jika tidak matematika tidak harus selalu pasti. Ada beberapa contoh infinity series yang akan saya bahas di sini, antara lain harmonic series, Grandi’s series, dan Euler’s series.

1.  Harmonic Series

Saat pertama kali mempelajari sifat kekonvergenan deret di SMA, kita diperkenalkan bahwa deret dengan rasio lebih kecil dari 1 (nilai sukunya menuju nol) merupakan deret konvergen, sehingga deret itu mempunyai limit. Tapi tidak semuanya demikian, deret harmonik misalnya.

Berapakah sumasi dari deret di atas? Ternyata nilainya tak hingga. Ya, deret harmonik merupakan deret divergen, berikut pembuktian sederhananya:



Sumasi dari deret di ruas kanan (sebut deret Z) ialah:



Semenjak S > Z, maka pastilah nilai S juga tak hingga. Jika kita menggunakan integral berdasarkan kaitan antara sumasi sigma dan integral, diperoleh:

Jika kita masukkan nilai m = ∞, diperoleh s = S = ∞. Oke, mungkin ini tidak terhitung sebgai paradoks, mari kita lanjutkan ke poin berikutnya.


2.  Grandi’s Series

Berapakah 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + 0? Tentu jawabannya nol juga, 7 × 0 = 0. Bagaimana jika jumlah suku(nol)-nya ada satu trilyun? Ya jawabannya nol juga. Tetapi bagaimana jika jumlah sukunya tak hingga? Nol juga? Eits, tunggu dulu!

S = 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + …

S = (1 – 1) + (1 – 1) + (1 – 1) + (1 – 1) + (1 – 1) + …

S = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + …

S – 1 = – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + …

Perhatikan bahwa S – 1 sama dengan –S, sehingga diperoleh

S – 1 = -S

S = ½

Jadi kita telah membuktikan 0 + 0 + 0 + 0 + 0 + … (nol-nya sebanyak tak hingga) hasilnya bisa tidak sama dengan nol. Deret S = 1 – 1 + 1 – 1 + 1 – 1 + … ini dinamakan Grandi’s series. Selanjutnya jika mengubah S = 0 + 0 + 0 + … menjadi (-1 + 1) + (-1 + 1) + (-1 + 1) + …, maka diperoleh hasil yang berbeda, yakni S = -½. Apakah ini berarti ½ = -½? He..he…


3.  1 – 2 + 4 – 8 + … = ? (Nggak tahu apa namanya)

Mirip dengan yang nomor 2, pasti Anda mengira jumlah dari deret di atas pastilah bilangan bulat, postitif ataupun negatif. Misal kita namakan deret ini dengan S.

S = 1 – 2 + 4 – 8 + 16 – …

-2S = -2 + 4 – 8 + 16 – 32 + …

Diperoleh:

S – 1 = -2S

S = 1/3.

Lho??


4.  Euler’s Series

Berapakah sumasi dari S = 1 – 2 + 3 – 4 + 5 – …? Bila ditulis dalam notasi sigma

Jika m berhingga -- berapapun itu, dapat dipastikan jumlah dari deret tadi bilangan bulat. Misalkan untuk m = 100 diperoleh S = -50, atau untuk m = 101 diperoleh S = 51. Bagaimana jika m = ∞? Perhatikan solusi dari Euler di bawah ini:

4S = (1 – 2 + 3 – 4 + …) + (1 – 2 + 3 – 4 + …) + (1 – 2 + 3 – 4 + …) + (1 – 2 + 3 – 4 + …)

4S = (1 – 2 + 3 – 4 + …) + 1 + (-2 + 3 – 4 + 5 – …) + 1 + (-2 + 3 – 4 + 5 – …) – 1 + (3 – 4 + 5 – 6 + …)

Dengan menjumlahkan semua 1 dan -1 diluar kurung dan mengumpulkan suku ke-n dari tiap kurung diperoleh:

4S = 1 + {(1 – 2 – 2 + 3) + (-2 + 3 + 3 – 4) + (3 – 4 – 4 + 5) +(-4 + 5 + 5 – 6) + …}

4S = 1 + {0 + 0 + 0 + 0}

4S = 1

S = ¼

Lho?? Apa ada yang keliru? Coba kita tempuh dengan metode lain, deret Binomial Newton diperoleh:

(1 + x)-2 = 1 – 2x + 3x2 – 4x3 + …

Jika kita mengambil x = 1, maka diperoleh deret yang sama dengan deret Euler, S, sehingga didapatkan

1 – 2 + 3 – 4 + … = (1 + 1)-2

1 – 2 + 3 – 4 + … = ¼

Eh, ternyata diperoleh hasil yang sama..

Kapan-kapan saya akan memposting mengenai partial summation yang erat kaitannya dengan kegilaan ini.



Pustaka:
http://en.wikipedia.org/wiki/1_%E2%88%92_2_%2B_3_%E2%88%92_4_%2B_%C2%B7_%C2%B7_%C2%B7
http://en.wikipedia.org/wiki/Harmonic_series_(mathematics)#Divergence


lihat juga: Paradoks Galileo



Selengkapnya...

Sabtu, 17 Desember 2011

Pendidikan dan Motivasi


Pada kesempatan ini saya ingin memposting pandangan saya mengenai pendidikan dan motivasi. Fokus saya kali ini adalah seperti apa pendidikan yang ideal dan seperti apa realitanya, khususnya di lingkungan seputar sekolah dan sejenisnya. Mungkin kita menyadari kemampuan siswa saat ini semakin rendah saja, seiring pergeseran orientasi: Untuk apa sih, sekolah itu? Kebanyakan kita hanya sekolah untuk mendapatkan nilai bagus saja, bisa lulus dan melanjutkan ke jenjang lebih tinggi, dan seterusnya hingga diterima bekerja. Masalahnya adalah, mau diterima di mana kita ini? Apa sih gunanya penilaian di sekolah? Seberapa pentingkah itu? Tentu saja, nilai bukanlah hal penting dalam bersekolah, yang utama adalah satu: yakni apa yang tertinggal di kepala kita.

Jika dilihat kondisi kekiniannya, merupakan suatu tren bagi siswa untuk mengikuti bimbingan belajar di luar sekolah, baik yang privat maupun kolektif, baik yang personal maupun kelembagaan. Pertanyaannya adalah mengapa? Dan, untuk apa bimbingan belajar seperti itu? Saya berkesimpulan setidaknya ada dua alasan, yaitu untuk meningkatkan prestasi siswa di sekolah atau mempermantap dan memperbanyak pengetahuan siswa. Meskipun kedua hal yang saya sebutkan tadi logikanya berkorelasi secara langsung dan berbanding lurus, tetapi nyatanya tidaklah selalu demikian. Jadi, yang manakah yang merupakan orientasi utama suatu lembaga bimbingan belajar? Saya beranggapan yang disebut pertamalah yang utama: meningkatkan prestasi siswa. Tak perlu diragukan lagi, karena telah disebutkan dengan jelas dalam iklan-iklan berbagai lembaga bimbingan belajar disertai dengan seabrek testimoninya, statistik lulusannya, dan sebagainya. Jadi, kita semua tahu tujuan dari lembaga bimbingan belajar itu adalah meningkatkan prestasi siswa (dalam hal ini nilai rapor siswa), siswanya lulus ujian akhir dan SNMPTN, dan ia memperoleh nama dan keuntungan. Dengan demikian tak perlu ragu lagi bahwa yang diajarkan oleh lembaga bimbingan belajar tersebut hanyalah rumus-rumus akhir, cara-cara praktis dan singkat, dan metode-metode serba praktis lainnya yang membuat siswa hanya mengetahui soal ini apa rumusnya, masukin nilainya dalam rumus, srek..srek..srek…, dapatlah hasilnya, tanpa perlu mengetahui konsep fisis dan matematis yang terjadi di dalamnya, tanpa mengetahui relasinya dengan fenomena alam. Saat problem yang mirip muncul tetapi dengan kondisi dan variabel-variabel yang berbeda, mampukah mereka menjawab dengan benar?

Saya punya cerita mengenai seorang kawan, sebut namanya Mister X (sebab kedengarannya keren). Cerita saya ini berdasarkan ceritanya kepada saya. Ia berkata bahwa dulu waktu masih kecil, ia diajarkan bahwa kalau shalat, kiblatnya itu ke barat. Jadilah ia shalat ke arah barat. Saat di SMP, ia diberi tahu bahwa kiblat itu arahnya ke barat, sedikit serong ke utara. Bila jari telunjuk dan jari tengah dibuka secara wajar dengan menelungkup, maka jika jari telunjuk menghadap barat, jari tengah menunjukkan arah kiblat. Teman saya saat itu berpikir mungkin ada konvensi yang telah mengkoreksi arah kiblat, maka ikutlah ia dengan cara tadi. Pada suatu saat teman saya ini berkesempatan jalan-jalan ke Belanda. Saat sampai di hotel yang cukup murah, melakukan ini-itu, lalu ia kemudian shalat, ya ke arah barat sedikit serong ke utara seperti yang saya katakan tadi. Tentu saja hal seperti ini hanyalah contoh sederhana dari kekeliruan yang akan terjadi jika kita dibiasakan diberitahu kesimpulan saja, hasil akhir saja, bukan pemahaman dan penalaran dari suatu masalah. Teman saya tidak diberitahu bahwa jika shalat, arah kiblat itu ke arah Mekkah, tepatnya menghadap Hajar Aswad pada geodesik. Ia hanya diberitahu jawaban akhir jika variabel tempat diketahui adalah kotanya. Seandainya ia tahu pemahamannya, tentunya teman saya tidak akan keliru, berhubung pengetahuan geografinya bagus. Ini dibuktikan saat saya bertanya dan ia tahu bahwa Mekkah berada di sebelah selatan Eropa.

Tentunya kita tak dapat menyalahkan lembaga bimbingan belajar jika melakukan praktik-praktik pengajaran praktis semacam itu. Mungkin memang tujuannya seperti itu. Tapi celakanya saat ini sekolah-sekolah mulai mengadopsi sistem semacam itu. Memangnya sekolah itu didirikan untuk apa? Supaya nilai siswanya bagus atau supaya masyarakat menjadi cerdas? Sepertinya ini sudah bertentangan dengan yang sebagaimana-mestinya.

Maka dari itu, diperlukan motivasi untuk menghadapi situasi semacam ini. Yang perlu dilakukan ialah membangun diri sendiri. Kita tak boleh hanya menyalahkan lingkungan, kita harus berperan secara mandiri untuk hidup kita sendiri, membangun tembok pertahanan yang kokoh dari pengaruh buruk lingkungan dan membangun semangat ofensif untuk menghadapinya. Contoh sederhananya, saya adalah keturunan Tionghoa. Meskipun mungkin cuma sekitar seperempatnya, itu tak menghalangi beberapa teman-teman baru saya yang memiliki pemikiran-yang-tak-begitu-saya-mengerti untuk menghina saya. Tak ada masalah, acuhkan saja, saya kebalkan telinga ini (meskipun kadang nggak bisa). Saya merasa tidak ada untungnya menyalahkan lingkungan atau menyalahkan ayah saya yang menurunkan darahnya pada saya, yang perlu dilakukan adalah membangun pertahanan diri dan semangat juang yang kuat. Seperti apa contohnya? Misalkan Anda mampu dan menguasai hal A dan hal B, buatlah supaya hal-hal itu sering terjadi dalam lingkungan Anda. Jadi Andalah yang harus mengendalikan lingkungan (sebisanya). Jadi ketika hal A dan B itu terus-menerus muncul, Anda santai saja karena itu hal yang biasa dan tidak masalah bagi Anda, tetapi bagi kawan-kawan Anda yang lain akan merasa kesulitan. Nah, di saat seperti itu ulurkanlah tangan kepada kawan maupun lawan Anda. Saat itu, Anda telah melakukan suatu perubahan!

Begitu pula dalam pendidikan. Jika lingkungan tak menyediakan tempat yang kondusif bagi Anda untuk belajar, carilah lingkungan lain juga untuk mengasah kemampuan Anda, belajarlah secara mandiri. Jadi, sikapilah lingkungan dan keadaan ini dengan bijak. Paradoks, baik dalam matematika, sains, bahkan dalam kehidupan sekalipun sebenarnya ada untuk dipecahkan.


Selengkapnya...

Sabtu, 19 November 2011

Paradoks Ekspansi Balon

Misalkan terdapat suatu balon yang ditiup sehingga berekspansi dengan kelajuan konstan v1, dan seekor semut berjalan sepanjang lingkaran besar pada balon dengan kelajuan konstan v2. Jika posisi awal semut ditandai dengan noktah O’ dan v2<v1, dapatkah semut mengelilingi balon?



Jika diperhatikan sekilas, bila v2<v1 terlihat seberapa jauh semut bergerak, lintasannya akan bertambah lebih panjang pula, dengan demikian semut tak akan dapat mengelilingi balon. Di sini akan saya tunjukkan bahwa berapa pun kelajuan semut, asal tidak nol, ia dapat mengelilingi balon berkali-kali.


Radius balon, R ialah:



Dengan menyatakan panjang lintasan (panjang lingkaran besar balon) dengan K,diperoleh:



Dan jarak yang ditempuh oleh semut



Sudut pusat dari garis hubung titik awal semut – pusat lingkaran – posisi semut kita sebut θ, yang besarnya:



Perubahan sudut pusat ini bergantung terhadap jarak yang ditempuh semut dalams elang waktu tertentu dibagi dengan radius bola saat itu



Untuk menyederhanakan perhitungan, kita ambil R0 = 0, sehingga



Untuk memudahkan kita ambil Δt = 1 s, atau t = 1 s, 2 s, 3 s, dan seterusnya sehingga persamaan di atas menunjukkan sudut pusat yang ditempuh selama satu detik pada waktu t. Dengan demikian dapat dituliskan total sudut pusat yang ditempuh oleh semut dalam waktu t = n ialah:






Atau jika dinyatakan dalam satuan derajat maka:



Perhatikan bahwa deret di atas merupakan deret harmonik yang divergen, sehingga makin besar nilai t sudut yang ditempuh juga akan semakin besar tanpa batas, meskipun kecepatan sudutnya makin kecil. Dengan divergennya nilai θ ini dapat ditarik kesimpulan semut dapat mengelilingi balon berkali-kali.

Hasil ini mungkin cukup membuat bingung, bagaimana mungkin semut bisa menempuh lintasan yang berekspansi lebih cepat daripada laju semut itu sendiri? Jawabannya sederhana, yaitu karena semut sendiri berada pada balon, maka kelajuan ekspansi berpengaruh juga pada si semut, sehingga kecepatan semut relatif terhadap titik O’ = C.v1+v2. Dalam bahasa yang sedikit berbeda, saat lintasan memanjang, bukan hanya lintasan di depan semut saja yang memanjang tetapi lintasan di belakang semut (yang sudah dilalui) juga ssemakin memanjang. Akibatnya, semut seolah-olah “terdorong” ke depan.

Dari hasil ini, jika diterapkan dalam model kosmos dimensi lima, maka kosmos dimensi empat (alam semesta kita) akan mengalami siklus Big Bang – Big Crunch berkali-kali, dengan kata lain semesta kita ini merupakan semesta tertutup.


Selengkapnya...

Mahasiswa Vandalis, Mahasiswa kontra-Revolusioner

Unhas, satu kata itu saya kira sudah cukup untuk menjelaskan judul postingan kali ini, kecuali bagi saudara yang kurang beruntung tidak punya TV dan tak sempat baca koran. Tawuran alias perang zaman batu yang terjadi beberapa hari ini terbilang cukup menjengkelkan bagi mahasiswa teladan macam saya*. Dari kabar yang terdengar, puluhan motor dibakar berderetan seperti sate saja. Mobil dihancurkan, dan bola daging yang terletak di atas leher dilempari batu. Mereka mahasiswa**, tapi saya tak percaya mereka betul-betul layak disebut mahasiswa. Sifat-sifat vandal: benci akan keindahan dan ketertiban terlihat jelas di Unhas. Menghancurkan sarana dan prasarana kampus untuk bersenang-senang. Well, meskipun fakultas saya, FMIPA tak ambil bagian dalam chaos itu, tetap saja beberapa jendela ruangan pecah, beberapa bahkan di ruang kuliah saya saat kuliah tengah berlangsung. Inilah yang saya sebut vandal. Sifat vandal biasanya muncul bagi remaja yang baru puber sebagai efek samping pencarian jati diri, keangkuhan untuk menunjukkan pada dunia luar bahwa dia orang yang kuat dan patut disegani atau malah ditakuti. Ini memang wajar bagi remaja yang beru puber, tapi mahasiswa Unhas mungkin banyak yang pubernya nggak selesai-selesai, terus bertingkah seperti anak-anak.


Lalu, mengapa saya sebut kontra-revolusioner? Seperti kata Bung Karno, revolusi belum selesai. Reformasi pemerintahan yang disuarakan mahasiswa hanyalah jalan kecil dari revolusi. Lantas, dimanakah kekuatan mahasiswa sebagai social control, moral force, dan agent of change? Social control padahal mudah terbawa arus social issue, moral force padahal justru masyarakat yang geleng-geleng kepala melihat tingkah mahasiswa, agent of change -- ini baru benar! Let's change this garden become a jungle!
Tidak akan ada reformasi saat mahasiswa tak mau bersatu, hanya berkutat pada urusan nafsu kekanakannya saja. Mungkin saja isu-isu pemecah ini dibuat oleh kelompok tertentu untuk memecah kekuatan mahasiswa, atau mungkin memang terjadi secara kebetulan namun sengaja dibesarkan oleh pihak tertentu. Sangat mungkin malah. Dan mereka menang, kini mahasiswa (khususnya di Unhas) tak hirau lagi pada tekad kemahasiswaan. Mungkin, sejarah tentang gerakan mahasiswa yang menumbangkan rezim yang berkuasa tak akan terulang lagi. Well, kita lihat saja...


Catatan:
* bohong
** saya juga mahasiswa, Yoko mahasiswa abal-abal, dan Aldy 68% mahasiswa

Selengkapnya...

Selasa, 08 November 2011

Prinsip Kerja Sel Surya

Semikonduktor

Sel surya terbuat dari rangkaian dua atau lebih lapisan semikonduktor yang didukung oleh piranti lain untuk meningkatkan efisiensinya. Berdasarkan konfigurasi semikonduktor yang menyusunnya, secara umum sel surya digolongkan menjadi dua macam yaitu:

1. Tipe p-n junction
Pada tipe ini sel surya terdiri dari dua lapisan semikonduktor yaitu tipe n (sebagai window) dan tipe p (sebagai adsorber). Tebal lapisan window berkisar antara 0,6 – 1 μm sedangkan tebal lapisan adsorber berkisar antara 1 – 2 μm.

2. Tipe p-i-n junction
Pada tipe ini sel surya terdiri dari tiga lapisan semikonduktor yaitu tipe n (sebagai window), tipe I (sebagai buffer) dan tipe p (sebagai adsorber).

Semikonduktor sendiri ialah suatu material yang dapat bersifat sebagai konduktor dan insulator pada kondisi tertentu. Contoh semikonduktor yang paling terkenal ialah silikon. Silikon memiliki empat elektron valensi sehingga agar dapat stabil silikon harus melepas empat elektron terluarnya atau justru menangkap empat elektron. Jadi pada silikon murni, material memiliki kecenderungan yang sama untuk menangkap atau melepas elektron. Semikonduktor semacam ini disebut semikonduktor intrinsik (tipe i).

Jika silikon dicampurkan atau didoping dengan unsur lain maka sifat semikonduktor silikon akan berubah. Semikonduktor yang dibuat dengan menambahkan unsur lain ini disebut semikonduktor ekstrinsik. Jika silikon dicampurkan dengan Boron (golongan III) yang memiliki tiga elektron valensi, elektron valensi dari material menjadi tujuh sehingga agar dapat stabil material cenderung untuk menerima satu elektron alih-alih melepaskan ketujuh elektron valensinya. Karena kekurangan elektron agar dapat stabil inilah (kelebihan hole), semikonduktor jenis ini disebut semikonduktor tipe p. Sebailknya jika silikon digabungkan dengan fosfor (golongan V) yang memiliki lima elektron valensi, material cenderung untuk melepaskan satu elektron agar dapat stabil. Karena kelebihan elektron semikonduktor semacam ini disebut semikonduktor tipe n.

Elektron dalam suatu atom memiliki energi yang berbeda-beda tergantung pada tingkat atau posisi suatu elektron dalam atom. Semakin tinggi energinya, semakin jauh orbitalnya dari inti. Elektron pada tingkat energi yang paling tinggi yang masih terikat oleh inti disebut elektron valensi. Pada jenis material tertentu, sebagian elektronnya tidak terikat pada satu inti atom melainkan bergerak dari satu atom ke atom lain, bergerak dari ujung material ke ujung lainnya. Jika pita energi yang memuat elektron valensi terisi penuh, maka pita ini disebut pita valensi dan pita tertinggi selanjutnya disebut pita konduksi. Jika pita yang memuat elektron valensi tidak terisi penuh, pita ini disebut pita konduksi. Selisih energi terendah dari pita konduksi dengan energi tertinggi dari pita valensi disebut band gap (BG).

Pada logam, pita konduksi dan pita valensinya saling tumpang-tindih (overlaping, BG ≈ 0) sehingga elektron valensinya bebas bergerak dari satu inti ke inti lain namun tetap berada pada material. Elektron yang bebas mengalir inilah yang menyebabkan arus listrik dapat mengalir dan material dengan sifat seperti ini disebut konduktor. Dalam kasus ini, elektron dianggap sebagai “gas elektron” yang disumbangkan oleh atom-atom dalam zat.

Sifat konduktifitas zat bergantung dari band gapnya, semakin tinggi band gap-nya semakin sulit suatu elektron bisa mencapai pita konduksi sehingga sulit untuk menghantarkan panas dan listrik. Untuk semikonduktor band gapnya berkisar antara 1 – 6 eV.  


Energi Fermi
Secara sederhana energi Fermi dapat dikatakan sebagai energi yang paling mungkin yang diperlukan elektron untuk pindah dari satu keadaan ke keadaan lain. Energi Fermi dapat dinyatakan dalam


Terlihat bahwa besarnya energi Fermi bergantung pada jumlah elektron yang dapat dilepaskan, sehingga energi Fermi untuk semikonduktor tipe-n lebih besar (lebih dekat ke pita konduksinya) sedangkan untuk semikonduktor tipe-p energi Ferminya lebih kecil (dekat ke pita valensi).


Prinsip Kerja Sel Surya p-n junction

Prinsip kerja sel surya didasarkan pada penggabungan semikonduktor tipe-p yang kelebihan hole dan semikonduktor tipe-n yang kelebihan elektron. 

1.   Semikonduktor tipe-p dan tipe-n sebelum disambungkan.
            
2.  Ketika kedua jenis semikonduktor ini disambung, terjadi perpindahan elektron dari emikonduktor tipe-n menuju semikonduktor tipe-p dan perpindahan hole dari semikonduktor tipe-p ke semikonduktor tipe-n pada derah sambungan. Perpindahan elektron maupun hole ini hanya sampai pada jarak tertentu dari batas sambungan awal.
3.  Elektron dari semikonduktor n yang bersatu dengan hole pada semikonduktor p yang mengakibatkan jumlah hole pada semikonduktor p akan berkurang. Daerah ini akhirnya berubah menjadi lebih bermuatan positif. Pada saat yang sama. hole dari semikonduktor p bersatu dengan elektron yang ada pada semikonduktor n yang mengakibatkan jumlah elektron di daerah ini berkurang. Daerah ini akhirnya lebih bermuatan positif.
4.  Daerah negatif dan positif ini disebut dengan daerah deplesi (depletion region) ditandai dengan huruf W. Pada daerah deplesi ini terdapat banyak keadaan terisi (hole+elektron). Baik elektron maupun hole yang ada pada daerah deplesi disebut dengan pembawa muatan minoritas (minority charge carriers) karena keberadaannya di jenis semikonduktor yang berbeda.
5.  Perbedaan muatan pada daerah deplesi ini menimbulkan medan listrik internal E dari daerah positif ke daerah negatif pada daerah deplesi yang disebut arus drift. Dengan memperhatikan perpindahan elektron pada arus drift dari arah semikonduktor p ke arah semikonduktor n, sebaliknya perpindahan hole dari arah semikonduktor tipe-n ke arah semikonduktor tipe-p yang mana berlawanan dengan arus yang muncul pada poin 2.
6.  Adanya medan listrik mengakibatkan sambungan p-n berada pada titik setimbang, yakni saat di mana jumlah hole yang berpindah dari semikonduktor p ke n dikompensasi dengan jumlah hole yang tertarik kembali kearah semikonduktor p akibat medan listrik E. Begitu pula dengan jumlah elektron yang berpindah dari smikonduktor n ke p, dikompensasi dengan mengalirnya kembali elektron ke semikonduktor n akibat tarikan medan listrik E. Dengan kata lain, medan listrik E mencegah seluruh elektron dan hole berpindah dari semikonduktor yang satu ke semiikonduktor yang lain. Dengan demikian dalam keadaan ini tidak ada arus dan tegangan yang timbul.

Jadi jika sel durya tidak menerima energi cahaya, tidak ada arus yang dapat dimanfaatkan. Untuk keperluan sel surya, semikonduktor n berada pada lapisan atas sambungan p yang menghadap kearah datangnya cahaya matahari, dan dibuat jauh lebih tipis dari semikonduktor p, sehingga cahaya matahari yang jatuh ke permukaan sel surya dapat terus terserap dan masuk ke daerah deplesi dan semikonduktor p.

Ketika sambungan semikonduktor ini terkena cahaya matahari, elektron dari daerah deplesi (-) memiliki energi untuk naik ke tingkat energi yang lebih tinggi (pita konduksi). Lepasnya elektron ini menyebabkan munculnya hole pada daerah yang ditinggalkan elektron (deplesi), peristiwa ini disebut electron-hole photogeneration. Karena adanya medan listrik E yang menarik hole ke arah semikonduktor tipe-p dan elektron ke arah semikonduktor tipe-n maka terjadi pergerakan elektron dan hole pada tiap semikonduktor. Apabila kedua ujung semikonduktor dihubungkan dengan kabel maka elektron akan mengalir melalui kabel dari semikonduktor tipe-n bertemu dengan hole yang mengalir dari semikonduktor tipe-p yang disebut peristiwa recombinating. Jika sebuah lampu kecil dihubungkan ke kabel, lampu tersebut menyala dikarenakan mendapat arus listrik yang timbul akibat pergerakan elektron.


Masih banyak hal-hal yang berkaitan dengan sel surya, seperti analisis diagram I-V, efisiensi, fill factor, instalasi, dan lain-lain. Namun pembahasan saya cukup sampai pada prinsip kerjanya saja. selebihnya mungkin pada postingan selanjutnya.



Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.