Sabtu, 09 Juni 2018

Kekedapan Optik: Mengapa Kaca Transparan?

Barangkali Anda pernah bertanya-tanya, mengapa sebagian benda transparan dan sebagian lainnya tidak. Suatu benda tampak transparan bila benda itu meneruskan sebagian besar radiasi yang diterimanya. Sebaliknya, benda disebut keruh atau kedap cahaya bila menyerap sebagian besar, kalau tidak semua, cahaya yang diterimanya. Tentunya sangat mudah mengamati bahwa semakin tebal suatu benda/medium maka semakin sedikit pula cahaya yang diteruskannya. Namun, jelas ada sifat intrinsik material terkait masalah tranparansi atau kekedapan; berbagai macam material dengan ketebalan yang sama dapat memiliki kekedapan optis yang berbeda-beda. Balok kaca setebal 10 cm bahkan jauh lebih transparan daripada kertas setebal 0,1 mm. Apakah ini semata-mata dipengaruhi oleh kerapatan molekul material? Tapi kaca jelas memiliki kerapatan massa lebih besar daripada kayu. Marmer dan berlian juga memiliki kerapatan lebih besar daripada aluminium. Jadi, mekanisme apa yang menyebabkan sebagian material lebih transparan dibandingkan sebagian lainnya? Mari kita bahas perlahan-lahan.

Kristal quartz.
Sumber: http://crystalhealingindonesia.com/index.php?route=pavblog/blog&id=28

Pelemahan Intensitas

Jika suatu radiasi merambat dalam medium, partikel dalam medium dapat menyerap atau menghamburkan radiasi tadi. Akibatnya, intensitas radiasi semakin melemah seiring panjang lintasan yang ditempuh dalam medium. Patut diingat bahwa pelemahan intensitas ini berbeda dari efek pemancaran divergen; berkas radiasi paralel pun akan terlemahkan bila merambat dalam medium. Fenomena pelemahan semacam ini sebenarnya tidak hanya terjadi pada radiasi, namun juga pada sembarang gelombang atau rambatan energi. Dengan menamakan \(I_0\) adalah intensitas sumber (sebelum melewati medium) dan \(I(s)\) intensitas yang diteruskan pada jarak \(s\), pelemahan intensitas secara umum dapat dinyatakan dalam fungsi eksponensial menurun,

\begin{align} I(s)=I_0 e^{-\tau(s)}=I_0 e^{-s/l}=I_0 e^{-Ks} \label{I} \end{align}

Dengan \(s\) adalah jarak tempuh dalam medium, \(\tau\) adalah ketebalan optis (optical depth) medium pada arah perambatan, \(l\) adalah mean free path foton (jarak rata-rata yang ditempuh foton sebelum berinteraksi dengan partikel dalam material), dan \(K=1/l\) adalah koefisien pelemahan (extinction coefficien atau attenuation coefficient, sering pula disimbolkan dengan \(α\), \(A\) atau \(\mu\)).

Semakin kecil mean free path foton (semakin besar koefisien pelemahan) dibandingkan dengan jarak tempuh, semakin sedikit foton yang dapat menembus medium sehingga medium akan nampak kedap cahaya (opaque). Sebaliknya, semakin besar mean free path foton dibandingkan jarak tempuh maka medium akan tampak semakin transparan.

Bila cahaya merambat melalui medium, sebagian foton berinteraksi dengan partikel dalam medium (diserap atau dihamburkan). Hal ini menyebabkan intensitas cahaya berkurang seiring jarak tempuh radiasi, s.

Besarnya koefisien pelemahan bergantung terhadap jenis medium (komposisi kimia), temperatur, dan kerapatan medium perambatan. Semakin rapat molekul-molekul medium, semakin sering pula foton berinteraksi dengan medium sehingga koefisien pelemahannya pun semakin besar. Rasio antara koefisien pelemahan dengan kerapatan massa material/medium disebut kekedapan (opacity). Untuk material dengan kerapatan massa seragam, \(\rho\) dapat dituliskan

\begin{align} \kappa = \frac{K}{\rho} = \frac{1}{\rho l} \label{kappa} \end{align}

Dengan demikian, persamaan (\ref{I}) dapat pula ditulis sebagai,

\begin{align} I(s) = I_0 e^{-\kappa \rho s} \label{I2} \end{align}

Umumnya, intensitas radiasi pada tiap panjang gelombang tidak seragam (seperti halnya spektrum pancaran benda hitam). Besarnya mean free path foton atau koefisien pelemahan dalam suatu material juga berbeda-beda untuk tiap panjang gelombang. Oleh karena itu, besarnya pelemahan dapat dihitung secara spesifik berdasarkan panjang gelombang atau frekuensi cahaya. Bila kerapatan dan kekedapan medium juga tidak seragam, besar intensitas spesifik untuk panjang gelombang \(\lambda\) yang diteruskan pada jarak \(s\) dapat ditulis secara umum sebagai,

\begin{align} I_\lambda(s) = I_{\lambda 0} e^{-\int K_\lambda ds} = I_{\lambda 0} e^{-\int \kappa_\lambda \rho ds} \label{I3} \end{align}

dengan \(K_\lambda\) dan \(\kappa_\lambda\) masing-masing adalah koefisien pelemahan dan kekedapan spesifik pada panjang gelombang \(\lambda\). Nilai \(\kappa_\lambda\) (atau \(\kappa\) secara umum) ini bergantung pada jenis material dan nilainya dipengaruhi oleh satu atau beberapa mekanisme yang akan dijelaskan kemudian.


Sumber Penyerapan

Sebelumnya telah disebutkan tidak semua foton yang merambat melalui material diteruskan melalui elemen jarak tertentu. Sebagian foton-foton dengan panjang gelombang tertentu itu diserap atau dihamburkan oleh atom dalam materi, yang mana dapat dinyatakan dalam kekedapan, \(\kappa_\lambda\). Penyerapan dan hamburan foton itu dapat diklasifikasikan setidaknya dalam empat kategori, yaitu:

  1. Penyerapan terikat-terikat (bound-bound adsorbtion)
    Yang dimaksud penyerapan terikat-terikat adalah penyerapan foton dalam proses eksitasi elektron. Mekanisme ini dinamakan demikian karena elektron yang menyerap foton hanya berpindah ke tingkat energi yang lebih tinggi namun tetap terikat oleh inti. Koefisien kekedapan penyerapan terikat-terikat sangat bervariasi, bergantung pada keadaan eksitasi yang terjadi. Penyerapan terikat-terikat signifikan pada suhu \(T \leq 10^6\) K.
  2. Penyerapan terikat-lepas (bound-free adsorbtion)
    Yang dimaksud penyerapan terikat-lepas adalah penyerapan foton dalam proses ionisasi. Mekanisme ini dinamakan demikian karena elektron yang menyerap foton terlepas dari tarikan inti atom. Penyerapan terikat-lepas memiliki profil kekedapan \(\bar{\kappa} \propto \rho T^{-7/2}\).
  3. Penyerapan lepas-lepas (free-free adsorbtion)
    Yang termasuk dalam penyebaran lepas-lepas antara lain adalah efek Compton, bremm-strahlung, atau synchrotron. Elektron bebas tidak dapat menyerap foton dalam keadaan bebas karena hal itu melanggar kekekalan energi dan momentum. Namun, jika elektron berada dalam pengaruh medan listrik (semisal dari ion di dekatnya), penyerapan dapat terjadi akibat pasangan elektromagnetik antara elektron dan ion.
  4. Hamburan (scattering)
    Terdapat dua macam mekanisme hamburan yang berperan dalam kekedapan material yaitu hamburan Thomson dan Rayleigh. Gelombang elektromagnetik yang merambat di dekat partikel bermuatan akan dibelokkan ke arah lain. Fenomena hamburan merupakan penyebab dominan pelemahan intensitas pada medium gas.

Penyerapan Terikat-terikat

Sifat transparansi/kekedapan material yang diamati dalam kehidupan sehari-hari sebagian besar dipengaruhi oleh penyerapan terikat-terikat dalam daerah visual spektrum elektromagnetik. Dalam proses eksitasi elektron, elektron hanya dapat menyerap foton dengan energi yang tepat sama dengan selisih energi keadaan foton mula-mula dengan keadaan-keadaan energi yang lebih tinggi yang dibolehkan. Perbedaan tingkat energi ini disebut energy gap. Untuk tinjauan suatu atom yang terisolir, eksitasi elektron dari kulit \(n_0\) ke kulit \(n' \gt n_0\), diperlukan energi sebesar

\begin{align} \Delta E = E_{n'}-E_{n_0} = -\frac{e^2 Z^2}{8\pi\epsilon_0 a_0} \left( \frac{1}{n'^2} - \frac{1}{n_0^2} \right) \label{E} \end{align}

dengan \(e\) muatan elementer, \(Z\) nomor atom, \(\epsilon_0\) emitivitas vakum, dan \(a_0\) radius Bohr. Dalam kasus material yang tersusun atas molekul dan campuran, perhitungannya menjadi lebih kompleks. Namun mekanisme yang terjadi pada dasarnya sama. Berdasarkan teori kuantum cahaya, energi foton berkaitan secara langsung dengan frekuensi (\(\nu\)) atau panjang gelombang (\(\lambda\)) radiasinya,

\begin{align} \epsilon = h \nu = \frac{hc}{\lambda} \label{epsilon} \end{align}

dengan \(h\) tetapan Planck. Jika panjang gelombang gelombang cahaya sesuai dengan salah satu energy gap material, sebagian fotonnya dapat diserap. Semakin banyak foton yang diserap (terkait dengan kerapatan dan ketebalan material), material itu akan semakin kedap cahaya pada panjang gelombang terkait. Adapun foton dengan energi lebih rendah daripada energy gap terendah (\(\epsilon \lt E_{\mathrm{min}}\)) praktis tak dapat diserap. Dengan demikian, radiasi pada panjang gelombang terkait diteruskan saja melewati material (kecuali mengalami mekanisme hamburan). Semakin banyak radiasi dalam daerah visual yang dilewatkan oleh material maka material itu akan nampak semakin transparan. Dari syarat di atas, jelaslah bahwa radiasi dengan energi yang sangat rendah (panjang gelombangnya sangat besar) maupun sangat tinggi (panjang gelombangnya sangat pendek) memiliki kemungkinan diserap lebih kecil dalam penyerapan terikat–terikat.

Sebagian material yang kita kenal tidak sepenuhnya kedap cahaya dan tidak sepenuhnya transparan. Hal ini dikarenakan tidak semua cahaya diserap oleh material meskipun panjang gelombangnya dapat diserap. Berdasarkan persamaan (\ref{I}), semakin besar nilai \(I_0\) dan semakin kecil nilai \(s\) maka semakin banyak intensitas yang diteruskan. Dengan memperbesar intensitas sumber, benda yang sangat keruh sekalipun dapat saja melewatkan sedikit cahaya. Misalnya bila Anda menempelkan cahaya flash kamera pada telapak tangan Anda, sebagian cahaya dapat diteruskan pada permukaan di baliknya. Demikian pula, semakin tipis suatu material maka material itu akan tampak semakin transparan.

Pada sebagian material seperti kaca murni, energy gap terendahnya sangat tinggi, lebih tinggi daripada cahaya ungu. Oleh karena itu, nyaris semua cahaya pada daerah visual diteruskan. Kaca murni juga tidak banyak menghamburkan radiasi dalam daerah visual (proporsi yang dihamburkan juga nyaris seragam ). Tentunya, kaca dapat ditambahkan dengan suatu pengotor dalam proses pembuatannya untuk menghasilkan kaca berwarna. Pengotor ini berperan menghamburkan radiasi pada panjang gelombang tertentu (warna yang diinginkan) dan melewatkan/menyerap radiasi pada panjang gelombang lainnya.


3 komentar:

  1. Permisi bang, kalau untuk menampilkan persamaan matematika di blog itu gimana ya bang? Mohon pencerahannya

    BalasHapus
    Balasan
    1. Bisa pakai MathJax atau Latex Codecogs, Bang.
      Bisa dicek di sini:
      https://paradoks77.blogspot.com/2011/12/script-html-yang-wajib-diketahui-para.html
      http://docs.mathjax.org/en/latest/misc/platforms.html
      MathJax untuk pakai blogger:
      http://holdenweb.blogspot.com/2011/11/blogging-mathematics.html

      Hapus
    2. @Anon: Sudah saya buatkan artikel yang lebih detail di sini:
      https://paradoks77.blogspot.com/2018/06/tutorial-mathjax-untuk-blogger.html

      Hapus

Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.