Senin, 18 April 2011

Paradoks si Tukang Bohong

Paradoks si tukang bohong atau Paradoks Pembohong (Liar Paradox) adalah salah satu paradoks dalam logika verbal yang paling tua dan terkenal. Banyak paradoks-paradoks lain yang memiliki bentuk yang mirip dengan paradoks ini digolongkan jadi satu kelompok. Salah satu yang paling tua ialah Epimenides paradox. Epimenides, seorang Kreta menyatakan "Semua orang Kreta selalu berkata bohong." Nah, jadi kalimat Epimenides tadi jujur atau bohong? Seandainya kita menjawab Epimenides bohong (argumen 1: kan dia orang Kreta, dan orang Kreta itu pembohong) maka kalimat "Semua orang Kreta selalu berkata bohong" bernilai salah (bohong), berarti orang Kreta bukan pembohong dan ini mematahkan argumen 1 -- jelas terlihat kontradiksi di sini. Pun jika kita menjawab Epimenides jujur (argumen 2: Epimenides menyatakan semua orang Kreta selalu bohong), berarti dia berkata yang sebenarnya (jujur), tapi keadaan ini bertentangan dengan pernyataannya, dia selalu berkata bohong. Jadi, Epimenides itu jujur atau bohong?

Bentuk lain dari paradoks pembohong (meskipun logikanya tidak sama dengan yang pertama) ialah kalimat "Kalimat ini salah", jadi kalimat itu salah atau benar? Sebut "Kalimat ini salah" sebagai A. Jika A salah, berarti A benar karena mengatakan hal yang sama, kalimat ini salah. Sebaliknya jika A benar, berarti "kalimat ini salah" bernilai benar, dengan kata lain A salah. Jika kita menjawab A tidak benar maupun salah akan memberikan keadaan kontradiksi yang sama saja. Jika kita merubah bentuk kalimat A menjadi "Kalimat ini tidak benar," sebut kalimat B (jelas A=B, berarti tidak ada yang berbeda kan?). Jika kalimat B tidak benar, berarti kalimat B bernilai benar karena menyatakan hal yang sesuai, "Kalimat ini tidak benar". Bingung?

Oke, sebagai penutup saya perkenalkan suatu bentuk lain liar paradox yang ditemukan oleh anak umur 11 tahun, Veronique Eldridge-Smith. Paradoks yang dikenal paradoks Pinokio itu menanyakan "Apa yang terjadi jika Pinokio berkata, 'Hidungku akan memanjang'?". Kita tahu Pinokio, anaknya Geppetto, hidungnya akan tumbuh memanjang jika ia berbohong. Jika Pinokio berkata "Hidungku akan memanjang" dan ternyata hidungnya tidak memanjang, berarti Pinokio berbohong, dengan demikian hidungnya akan memanjang. Tetapi jika hidungnya memanjang berarti Pinokio berkata jujur, maka hidungnya tidak semestinya memanjang. Dengan demikian, Pinokio berada pada keadaan hidungnya akan memanjang saat hidungnya tidak memanjang. Hebat!!

Sebagai penutup (kali ini benar-benar penutup), coba pikirkan paradoks yang dikenal sebagai "Crocodile dilemma". Seekor buaya menangkap seorang anak dan berjanji pada ayah anak itu untuk membebaskan sang anak jika sang ayah mengetahui apa yang ia (Si Buaya) akan lakukan. Nah, jika sang ayah berkata "Kau tidak akan mengembalikan anakku," apakah yang akan terjadi?

Baca juga:

Epimenides Berbohong!
Barber Paradox
Paradoks Gayus
Paradoks Curry


Selengkapnya...

Contoh Soal Mengenai Volum Limas Terpancung Miring

Tanpa saya duga sebelumnya, volum limas terpancung miring menjadi entri yang paling sering dibaca di blog saya, jadi sebagai admin yang baik hati, tidak sombong, rajin menabung, dan buang sampah pada tempatnya, maka saya memberikan sebuah contoh soal untuk volume limas terpancung miring (limas segi empat). Andaikan diberikan suatu limas dengan alas persegi seperti pada gambar di bawah ini:


diketahui:
AB = BC = s0 = 10 cm
EF = FG = s1
IJ = JK = s2
OR = t = 20 cm
OP = t0 = 10 cm
PQ = t1 = 5 cm
QR = t2 = 5 cm

Pertanyaannya ialah berapa volum limas terpancung miring ABCD.EJKH? Dengan mudah kita dapatkan volum bangun ABCD.EJKH sama dengan volum limas terpancung ABCD.EFGH ditambah volum limas terpancung miring EFGH.JK.

Mengingat s0, t0, t1, dan t2 telah diketahui, kita cari terlebih dulu s1 dan s2 menggunakan perbandingan segitiga.









Jadi didapatkan s1 = 5 cm dan s2 = 2,5 cm .

Volum limas terpancung ABCD.EFGH:





Volum limas terpancung miring EFGH.JK:





Jadi volum totalnya, VABCD.EJKH



Baca juga:
Volum kerucut terpancung
Volum limas terpancung
Volum limas/kerucut terpancung miring

Selengkapnya...

Minggu, 10 April 2011

Cermin dan Lensa : Fokus = 1/2 Pusat Kelengkungan?

          Oke, bagi Anda para pelajar, mungkin Anda diajarkan oleh guru fisika Anda bahwa sinar datang sejajar sumbu utama pada cermin atau lensa cekung/cembung difokuskan di titik fokus, yaitu pada setengah pusat kelengkungan (pusat kelengkungan ialah pusat bola jika cermin diperbesar sudut ruangnya). Ternyata yang terjadi sebenarnya tidaklah demikian, tidak ada mekanisme yang menyebabkan seluruh sinar terfokus pada setengah pusat kelengkungan. Mari kita tinjau, ambil sampel yang mudah, cermin cekung dan sinar sejajar sumbu utama.



          Sinar datang dari C sejajar sumbu utama. Karena , dan mengingat hukum pemantulan sinar maka . Jadi untuk θ tidak sama dengan nol, bayangan tidak tepat di titik fokus. Bayangan difokuskan dekat titik fokus hanya jika sudut θ kecil, yaitu jika cahaya datang dekat dengan sumbu tegak lensa (PO) sehingga , jadi θα.









          Kita coba hitung persamaannya menggunakan aturan cosinus.







Gunakan lagi aturan sinus pada segitiga PfX.





Kita selesaikan,





          Jadi jelas untuk θ<< (cosθ ≈ 1), sudut αθ, atau bayangan jatuh di sekitar fokus (P/2), sedangkan jika θ >>, α menjadi lebih kecil daripada θ. Oleh karena itu, pada cermin atau lensa cekung/cembung selalu digunakan busur yang sempit, karena cermin atau lensa dengan busur yang besar (apalagi kalau sampai setengah bola) tidak akan berguna karena bayangan tidak akan terfokus dengan baik. Peristiwa ini disebut aberasi sferis.


aberasi sferis, sumber gambar: http://www.astro.virginia.edu


          Perhatikan grafik di bawah ini. Dengan memasukkan persamaan terakhir ke dalam Matlab, dapat kita plot grafik yang menyatakan nisbah α dan θ (ungu) dan garis α = θ (hijau) sebagai pembanding. Dengan mudah kita lihat bahwa αθ hanya pada θ < 0,2 radian atau sekitar 10°. Oleh karena itu sudut pusat cermin atau lensa (dari pusat ke pinggir) tidak pernah lebih dari 10°.

Selengkapnya...

Sabtu, 09 April 2011

Paradoks Gibb

Dalam termodinamika statistik, dikenal statistik Maxwell-Boltzmann yaitu statistik bagi partikel-partikel terbedakan (meskipun memiliki massa dan muatan yang sama). Statistik ini memberikan distribusi partikel yang tidak saling berinteraksi dan dapat diberikan dalam bobot statistik,

\begin{align} W = N!\prod_{j}^{ }\frac{g_j^{N_j}}{N_j!} \label{Wmb} \end{align}

dengan fungsi statistik \(g_j = N_j e^{-(\alpha + \beta \epsilon)}\). Menggunakan aproksimasi stirling, \(\ln (x!) \approx x \ln x - x\), diperoleh

\begin{align} \ln W = \sum_j \left (N_j \ln g_j - N_j \ln N_j + N_j \right ) \label{lnW} \end{align}

Selanjutnya, entropi sistem, \(S\) dirumuskan sebagai

\begin{align} S = -\left ( \frac{\partial F}{\partial T} \right )_V \label{S0} \end{align}

di mana energi bebas Helmholtz \(F\) didefinisikan

\begin{align} F=-NkT\ln(Z) \label{F0} \end{align}

dan fungsi partisi Boltzmann, Z

\begin{align} Z=\frac{V(2 \pi mkT)^{3/2}}{h^3} \label{Z0} \end{align}

Dengan menyulihkan persamaan (\ref{Z0}), (\ref{F0}), ke dalam persamaan (\ref{S0}), diperoleh entropi sistem tertutup:

\begin{align} S &= Nk\left \{ \ln \left [ \frac{V(2 \pi mkT)^{3/2}}{h^3}\right ] + \frac{3}{2}\right \} \label{S2} \\
&= k \ln W \label{SW} \end{align}

Nah, andaikan dua buah sistem identik (jenis gas identik, suhu identik, volum dan jumlah partikel identik) maka entropi pada kedua sistem itu adalah sama, \(S_1 = S_2 = S\). Seandainya kedua sistem tertutup tadi berdekatan dan hanya dipisahkan oleh suatu sekat, berapakah entropi totalnya jika sekat dilepaskan? Sebelumnya kita definisikan dulu besaran ekstrinsif dan besaran intrinsif. Besaran ekstrinsif meningkat dengan faktor yang sama dengan pertambahan ukuran sistem, sedangkan besaran intrinsif tidak berubah. Contohnya memasukkan 5 liter air bersuhu 80°C kemudian menambahkan lagi 5 liter air bersuhu sama, maka suhu campuran tetap 80°C. Jadi dapat kita simpulkan bahwa volum (\(V\)), jumlah partikel (\(N\)) dan energi (\(U\)) merupakan besaran ekstrinsif, sedangkan suhu (\(T\)), massa molekul (\(m\)), dan tekanan (\(p\)) merupakan besaran intrinsif. Jadi, jelas bahwa entropi sistem merupakan besaran ekstrinsif.

Setelah sekat dilepaskan, entropi sistem campuran, \(S'\) haruslah sama dengan \(2S\), atau \(\Delta S = S' - S_0 = S' - 2S = 0\). Menggunakan persamaan (\ref{S2}), kita coba hitung perubahan entropi sistem (ingat \(V' = 2V\) dan \(N' = 2N\)).

\begin{align} \Delta S &= S'-2S \nonumber \\
&= (2N)k\left \{ \ln \left [ \frac{(2V)(2 \pi mkT)^{3/2}}{h^3}\right ] +\frac{3}{2}\right \}-2\left \{ Nk\left \{ \ln \left [ \frac{V(2 \pi mkT)^{3/2}}{h^3}\right ] + \frac{3}{2}\right \} \right \} \nonumber \\
&= 2Nk\: \ln(2) \label{DeltaS1} \end{align}

Ternyata persamaan entropi ini tidak cocok digunakan untuk sistem gas yang identik, ataukah ada yang salah? Pada sistem gas yang tidak identik, pertambahan entropi disebabkan adanya entropi baru akibat pencampuran dua jenis gas sehingga jika sekat kembali dipasang, tiap-tiap molekul gas tidak mungkin terpisah kembali seperti keadaan semula, tetapi jika kedua gas identik tentunya tidak akan ada perbedaan. Jadi dari mana kelebihan entropi sebesar \(2Nk \ln(2)\) itu? Kontradiksi inilah yang dikenal sebagai paradoks Gibb.

Perhatikan lagi jika kedua gas identik maka partikel kedua jenis gas menjadi tidak terbedakan, sehingga dalam statistiknya, penempatan {A,B} dianggap sama dengan {B,A}. Dengan kata lain, pada partikel tidak terbedakan penempatan molekul memenuhi aturan kombinasi, bukan permutasi. Coba buka kembali buku matematika Anda, ternyata:

\begin{align} \frac{_nP_r}{_nC_r}=r! \label{koreksi} \end{align}

Dengan menyulihkan faktor koreksi (\ref{koreksi}) ke dalam distribusi statistik Maxwell-Boltzmann (\ref(Wmb}), diperoleh statistik untuk gas identik.

\begin{align} W=\prod_{j}^{ }\frac{g_j^{N_j}}{N_j!} \label{Wsk} \end{align}

Distribusi (\ref{Wsk}) dikenal sebagai distribusi semi-klasik. Sekarang, kita coba turunkan distribusi (\ref{Wsk}) untuk mencari persamaan entropinya.

\begin{align} \ln W = \sum_j \left [ N_j \ln\left (\frac{g_j}{N_j} \right ) + N_j \right ] \label{lnWsk} \end{align}

substitusi nilai \(g_j = N_j e^{-(\alpha + \beta \epsilon)}\), \(\sum_j \epsilon_j N_j = U\) serta pengali Lagrange \(A = e^\alpha\) dan \(\beta = -\frac{1}{kT}\) ke dalam (\ref{lnWsk}).

\begin{align} \ln W &= \sum_j \left [N_j \ln\left ( e^{-(\alpha+\beta \epsilon_j)} \right ) + N_j \right ] \nonumber \\
&= \sum_j \left [-\alpha N_j-\beta \epsilon_j N_j + N_j \right ] \nonumber \\
&= -N \ln A + \frac{U}{kT} + N \nonumber \end{align}

Karena \(Z=N/A\), maka

\begin{align} \ln W = N \ln\, \frac{Z}{N}+\frac{U}{kT}+N_j \label{lnWsk1} \end{align}

Entropi sistem, \(S\)

\begin{align} S &= k \ln W_{maks} \\
&= \frac{U}{T}+Nk\left (\ln\frac{Z}{N}+1 \right ) \label{Ssk} \end{align}

Energi bebas Helmholtz, \(F\)

\begin{align} F &= U-TS \nonumber \\
&= U-\left ( U+NkT\left ( \ln\frac{Z}{N}+1 \right ) \right ) \nonumber \\
&= -NkT\left ( \ln\frac{Z}{N}+1 \right ) \label{Fsk} \end{align}

Sekarang, persamaan entropi untuk gas semi-klasik dapat kita selesaikan. Sekali lagi, menyulihkan persamaan (\ref{Fsk}) dan (\ref{Z0}) ke dalam persamaan (\ref{S0}), diperoleh

\begin{align} S &= -\left (\frac{\partial F}{\partial T} \right )_V \nonumber \\
&= -\left (\frac{\partial \left ( -NKT\left ( \ln\frac{Z}{N}+1 \right ) \right )}{\partial T} \right )_V \nonumber \\
&= \left (\frac{\partial \left ( NkT \ln(V(2\pi mkT)^{3/2}/h^3)+NkT \right )}{\partial T} \right )_V \nonumber \\
&= \left ( Nk \ln\left (\frac{V(2\pi mkT)^{3/2}}{Nh^3} \right )+NkT\left ( \frac{3}{2}\cdot \frac{1}{T} \right )+Nk \right ) \nonumber \\
&= Nk\left \{ \ln\left [\frac{V(2\pi mkT)^{3/2}}{Nh^3} \right ]+\frac{5}{2} \right \} \label{Ssk1} \end{align}

Inilah persamaan entropi baru kita. Kita coba ulangi lagi perhitungan selisih entropi dari persamaan (\ref{Ssk1}).

\begin{align} \Delta S &= S'-2S \nonumber \\
&= (2N)k\left \{ \ln\left [\frac{(2V)(2\pi mkT)^{3/2}}{(2N)h^3} \right ]+\frac{5}{2} \right \}-2\left \{ Nk\left \{ \ln\left [\frac{V(2\pi mkT)^{3/2}}{Nh^3} \right ]+\frac{5}{2} \right \} \right \} \nonumber \\
\Delta S &= 0 \end{align}

Ternyata hasilnya sesuai, paradoks Gibb terselesaikan.



Selengkapnya...

Selasa, 05 April 2011

Panas Jenis Zat Padat

Menurut teori Dulong-Petit, panas jenis zat padat ialah konstan. Berdasarkan teori termodinamika, zat padat tersusun atas partikel-partikel yang berlaku sebagai osilator harmonik. Total energi internal partikel yang berosilasi dalam tiga derajat kebebasan memenuhi.


sehingga panas jenis zat padat memenuhi



Ternyata, panas jenis zat hanya konstan pada suhu tinggi. Pada suhu mendekati nol, nilai \(C_V\) semakin kecil hingga menuju nol pada suhu nol mutlak.

Mengikuti Planck, Einstein berasumsi suatu zat padat dapat digambarkan seperti osilator harmonis yang nilainya hanya bisa diskret, \(E = Nh\nu\). Dalam model Einstein, jika semua osilator itu memiliki frekuensi \((\nu)\) yang sama, fungsi partisi dan energi dalam osilator-osilator itu memenuhi:





Karena tiap molekul dalam zat dapat bergerak dalam tiga arah sumbu (tiga derajat kebebasan) maka tiap molekul dianggap sebagai tiga osilator. Mengalikan persamaan di atas dengan tiga, didapatkan


sehingga panas jenisnya







dengan substitusi \(\theta_E=h \nu/k\) dan \(Nk=R\) didapatkan:



Grafiknya dapat digambarkan menggunakan Matlab, berikut skripnya:

% Perhitungan Panas Jenis Zat Padat
% @skaga, 2011
clear;
clc;
t=input('suhu Einstein (theta) = ');
b=input('batas atas = ');
a=input('batas bawah = ');
n=1000;
T=linspace(a,b,n);
C=((t./T).^2).*(exp(t./T))./((exp(t./T)-1).^2);
plot(T,C);
xlabel('temperatur'),ylabel('Cv (kali 3R)');
title('Kurva Panas Jenis Zat Padat (Cv)')

Dengan memasukkan \(\theta_E=1\) (suhu dalam satuan \(\theta_E\), nilai \(\theta_E\) untuk tembaga dan aluminium berkisar 260 K - 270 K) serta rentang suhu antara 0 sampai 3, diperoleh grafik sebagai berikut:



Rumusan Einstein ini bersesuaian dengan pengamatan eksperimen, meskipun terdapat perbedaan saat T mendekati nol, prediksi Einstein menghasilkan kurva yang menukik terlalu tajam. Model Einstein ini kemudian direvisi oleh Debye.


Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.