Selasa, 09 Agustus 2011

Nilai Eigen dan Vektor Eigen

Nilai eigen merupakan nilai karakteristik suatu matriks. Secara sederhana, nilai eigen merupakan nilai yang mempresentasikan suatu matriks dalam perkalian dengan suatu vektor, dapat ditulis sebagai:

\begin{align} \mathrm{A} \mathbf{x} = \lambda \mathbf{x} \label{def1} \end{align}

di mana \(\mathrm{A}\) suatu matriks persegi \((n,n)\), \(\mathbf{x}\) merupakan vektor \((n,1)\) dengan \(\mathbf{x} \neq \mathbf{0}\), dan \(\lambda\) merupakan nilai eigen (skalar) dari matriks \(\mathrm{A}\). Untuk setiap matriks persegi \(\mathrm{A}\), terdapat pasangan nilai \(\lambda\) dan \(\mathbf{x}\) yang memenuhi jalinan (\ref{def1}). Patut diingat bahwa sebagian matriks real mungkin saja tidak memiliki nilai eigen real. Untuk mendapatkan nilai eigen dari matriks \(\mathrm{A}\), mula-mula kita tulis ulang persamaan (\ref{def1}) ke dalam bentuk:

\begin{align} \mathrm{A} \mathbf{x} - \lambda \mathbf{x} &= \mathbf{0} \nonumber \\
(\mathrm{A} - \lambda) \mathbf{x} &= \mathbf{0} \label{def2} \\
\end{align}

dengan \(\mathbf{0}\) adalah vektor-0 (vektor yang semua komponennya bernilai 0).

Sebagai contoh, misalkan diberikan \(\mathrm{A}\) matriks 3x3 dan vektor \(\mathbf{x}\)

\begin{align} \mathrm{A}=\begin{pmatrix}-8&21&-9\\-14 & 31 & -13\\ -22 & 45 & -19 \end{pmatrix} \mathrm{dan \; }\textbf{x}=\begin{pmatrix} a\\ b\\ c \end{pmatrix} \label{contoh} \end{align}

Berdasarkan persamaan (\ref{def2}), dapat dituliskan

\begin{align} \begin{pmatrix} -8-\lambda & 21 & -9\\ -14 & 31-\lambda & -13\\ -22 & 45 & -19-\lambda \end{pmatrix} \begin{pmatrix} a\\ b\\ c \end{pmatrix} = \mathbf{0} \label{c1} \end{align}

Untuk mencari nilai \(\lambda\) yang sesuai, terlebih dahulu dihitung determinan dari \((\mathrm{A}-\lambda)\) dengan metode Sarrus (khusus matriks 3x3) atau ekspansi kofaktor. Menggunakan ekspansi kofaktor baris pertama, diperoleh

\begin{align} \det(\mathrm{A}-\lambda) &= (-8-\lambda)\begin{vmatrix} 31-\lambda & -13\\ 45 & -19-\lambda \end{vmatrix}-(21)\begin{vmatrix} -14 & -13\\ -22 & -19-\lambda \end{vmatrix}+(-9)\begin{vmatrix} -14 & 31-\lambda\\ -22 & 45 \end{vmatrix} \nonumber \\
&= -\lambda^3+4\lambda^2+4\lambda-16 \nonumber \\
\end{align}

Polinomial yang didapatkan di atas disebut polinomial karakteristik. Berdasarkan persamaan (\ref{def2}), diketahui jika \(\mathbf{x}\) tidak nol maka \(\det(\mathrm{A}-\lambda)\) haruslah sama dengan \(0\) (dapat dilihat dengan metode Crammer, nilai komponen \(\mathbf{x}\) berupa bentuk tak tentu alih-alih \(0\)). Dengan demikian, diperoleh persamaan

\begin{align} 0 = -\lambda^3+4\lambda^2+4\lambda-16 \label{c2} \end{align}

Jelaslah bahwa nilai eigen adalah akar-akar dari polinomial karakteristik. Jika dicari dengan pemfaktoran atau dengan bantuan Matlab, diperoleh \(-\lambda^3+4\lambda^2+4\lambda-16 = (\lambda+2)(-\lambda+2)(\lambda-4)\) sehingga didapatkan ketiga nilai eigen yaitu \(\lambda=2, \lambda=-2\) dan \(\lambda=4\). Tentunya matriks persegi orde-n akan memberikan persamaan karakteristik orde-n pula. Dengan begitu, matriks persegi orde-n memiliki paling banyak n nilai eigen (bisa kurang jika ada akar kembar).

Berikut ini diberikan cara spesial (sebenarnya hanya langkah ringkas) untuk memperoleh polinomial karakteristik matriks 2x2 dan 3x3.

☺ matriks 2x2: \(\det(\mathrm{A}) - \lambda\cdot \mathrm{trace}(\mathrm{A}) + \lambda^2\)
☺ matriks 3x3: \(\det(\mathrm{A}) - \lambda \cdot (M_{11}+M_{22}+M_{33}) + \lambda^2 \cdot \mathrm{trace}(\mathrm{A}) - \lambda^3\)
dengan \(M_{ij}\) adalah Minor dari matriks \(\mathrm{A}\).


Vektor Eigen

Vektor eigen \(\mathbf{x}\) merupakan solusi dari persamaan (\ref{def1}) untuk setiap nilai \(\lambda\) yang ada. Memperhatikan persamaan (\ref{def1}), jelaslah bila \(\mathbf{x_1}\) adalah vektor eigen terkait nilai eigen \(\lambda_1\) maka \(k\cdot \mathbf{x_1}\) dengan \(k\) suatu skalar juga merupakan solusinya. Jadi, kita cukup menyatakan vektor eigen dalam bentuk paling sederhana. Misalnya pada matriks \(\mathrm{A}\) tadi mempunyai tiga nilai eigen, vektor eigennya juga ada tiga. Untuk \(\lambda=2\), substitusikan nilai \(\lambda\) ke dalam persamaan (\ref{c1})

\begin{align} \begin{pmatrix} -8-(2) & 21 & -9\\ -14 & 31-(2) & -13\\ -22 & 45 & -19-(2) \end{pmatrix} \begin{pmatrix} a\\ b\\ c \end{pmatrix} &= \begin{pmatrix} 0\\ 0\\ 0 \end{pmatrix} \nonumber \\
\begin{pmatrix} -10 & 21 & -9\\ -14 & 29 & -13\\ -22 & 45 & -21 \end{pmatrix} \begin{pmatrix} a\\ b\\ c \end{pmatrix} &= \begin{pmatrix} 0\\ 0\\ 0 \end{pmatrix} \label{cv1} \\
\end{align}

SPL di atas dapat diselesaikan dengan metode Gauss atau Gauss-Jordan. Metode Crammer tak memberikan hasil karena SPL (\ref{cv1}) tidak memiliki solusi sejati (determinannya = 0). Jadi kita hanya dapat memperoleh solusi trivialnya dengan menyatakan \(a\), \(b\), dan \(c\) misalkan dalam \(c\). Dengan metode Gauss, matriks pada ruas kiri persamaan (\ref{cv1}) dapat diubah menjadi matriks segitiga melalui operasi baris elementer (OBE) yaitu:

\begin{align} \begin{pmatrix} -10 & 21 & -9\\ -14 & 29 & -13\\ -22 & 45 & -21 \end{pmatrix} O_{21}(-14/10) = \begin{pmatrix} -10 & 21 & -9\\ 0 & -\frac{4}{10} & -\frac{4}{10}\\ -22 & 45 & -21 \end{pmatrix} O_{31}(-22/10) = \begin{pmatrix} -10 & 21 & -9\\ 0 & -\frac{4}{10} & -\frac{4}{10}\\ 0 & -\frac{12}{10} & -\frac{12}{10} \end{pmatrix} O_{32}(-3) = \begin{pmatrix} -10 & 21 & -9\\ 0 & -\frac{4}{10} & -\frac{4}{10}\\ 0 & 0 & 0 \end{pmatrix} \nonumber \end{align}

Dengan demikian, persamaan (\ref{cv1}) dapat ditulis ulang menjadi:

\begin{align} \begin{pmatrix} -10 & 21 & -9\\ 0 & -0,4 & -0,4\\ 0 & 0 & 0 \end{pmatrix} \begin{pmatrix} a\\ b\\ c \end{pmatrix}=\begin{pmatrix} 0\\ 0\\ 0 \end{pmatrix} \label{cv2} \end{align}

jika \(a, b, c\) kita nyatakan dalam \(c\), diperoleh

\begin{align} -0,4b - 0,4c &= 0 \nonumber \\
-10a + 21b - 9c &= 0 \nonumber \\
\end{align}

Dari kedua persamaan di atas diperoleh \(b=-c\) dan \(a=-3c\). Jadi vektor eigen untuk \(\lambda=2\) ialah

\begin{align} \mathbf{x}_1=\begin{pmatrix} -3c\\ -c\\ c \end{pmatrix}=\begin{pmatrix} -3\\ -1\\ 1 \end{pmatrix} \nonumber \\
\end{align}

Dengan cara serupa, untuk \(\lambda=-2\), jika ditelusuri diperoleh

\begin{align} \mathbf{x}_2=\begin{pmatrix} \frac{1}{4}c\\ \frac{1}{2}c\\ c \end{pmatrix}=\begin{pmatrix} 1\\ 2\\ 4 \end{pmatrix} \nonumber \\
\end{align}

dan untuk \(\lambda=4\),

\begin{align} \mathbf{x}_3=\begin{pmatrix} c\\ c\\ c \end{pmatrix}=\begin{pmatrix} 1\\ 1\\ 1 \end{pmatrix} \nonumber \\
\end{align}

Dapat Anda cek dengan menyulihkan nilai \(\lambda\) dan \(\mathbf{x}\) pasangannya masing-masing, jalinan (\ref{def1}) terpenuhi.




Lampiran:

Script Matlab untuk mencari polinomial karakteristik dan nilai eigen:
% Polinomial Karakteristik dan Nilai Eigen
clc;
clear all;
A=input('Mariks A = ');
clc;
disp('Matriks A =');
disp(A);
dA=det(A);
[ba,ka]=size(A);
syms L;
for j=1:ka
for i=1:ba
C=A-L*eye(ba);
end
end
disp(C);
disp('polinomial karakteristik matriks A=');
disp(det(C));
disp('nilai eigen matriks A=');
disp(eig(A));

Script Matlab untuk merubah matriks 2x2, 3x3, dan 4x4 menjadi matriks segitiga atas:
% Program transformasi matriks metode Gauss (Operasi Baris Elementer)
% untuk matriks persegi 2, 3 dan 4
% @skaga 2010
clc;
clear;
A=input('Mariks A = ');
clc;
disp('Matriks A =');
disp(A);
dA=det(A);
[ba,ka]=size(A);
if ba==2 % matriks 2x2
if (ba==ka)
C=A;
for i=2%O21
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,1)/A(i-1,1));
end
disp(C);
end
disp('determinan A=');
disp(C(1,1)*C(2,2));
else
disp ('Tidak ada penyelesaian');
end
elseif ba==3 % matriks 3x3
if (ba==ka)
C=A;
for i=2%O21
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,1)/A(i-1,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O31
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-2,j)*(-A(i,1)/A(i-2,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O32
A=C;
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,2)/A(i-1,2));
end
disp(C);
end
disp('determinan A=');
disp(C(1,1)*C(2,2)*C(3,3));
else
disp ('Tidak ada penyelesaian');
end
elseif ba==4 % matriks 4x4
if (ba==ka)
C=A;
for i=2%O21
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,1)/A(i-1,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O31
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-2,j)*(-A(i,1)/A(i-2,1));
end
disp(C);
end
for i=4%O41
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-3,j)*(-A(i,1)/A(i-3,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O32
A=C;
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,2)/A(i-1,2));
end
disp(C);
end
for i=4%O42
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-2,j)*(-A(i,2)/A(i-2,2));
end
disp(C);
end
for i=4%O43
A=C;
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,3)/A(i-1,3));
end
disp(C);
end
disp('determinan matriks A=');
disp(C(1,1)*C(2,2)*C(3,3)*C(4,4));
else
disp ('Tidak ada penyelesaian');
end
end



Pustaka:

Mursita, Danang, Aljabar Linear, Rekayasa Sains, Bandung, 2010
Keterangan: Mmn artinya minor dari elemen matriks baris ke-m kolom ke-n.
Selengkapnya...

Menghitung nilai π

Nilai π (dibaca pi, bukan phi) sering dikenal sebagai nisbah antara keliling dan diameter lingkaran. Berapapun besarnya lingkaran, nisbah K/D selalu konstan. Berikut beberapa cara yang bisa digunakan untuk mendapatkan nilai π.


Cara Empiris (Metode Primitif)

Cara primitif ini adalah cara yang paling praktis bagi orang yang malas menghitung sekaligus yang paling ribet bagi orang yang malas bereksperimen. Yang dibutuhkan dalam metode ini ialah beberapa contoh benda lingkaran, benang dan mistar. Cukup dengan mengukur keliling dan diameter lingkaran benda-benda tadi, mencari perbandingan K/D, lalu dirata-ratakan, perkiraan nilai π bisa didapatkan.


Cara Geometri (Metode Archimedes)

Archimedes terilhami oleh poligon, dan beranggapan lingkaran adalah poligon juga, yakni segi-tak hingga beraturan. Ambil sebuah lingkaran berdiameter D (radius r = D/2). Selanjutnya, lingkaran dipecah menjadi n buah segitiga yang sama besar seperti yang diperlihatkan pada gambar.

Perhatikan bahwa θ = 360°/2n = 180°/n dan y = a/2.





Jadi, luas tiap segitiga:



dan luas total segi-n beraturan



Perhatikan lagi agar berlaku perbandingan geometri, maka luas lingkaran haruslah hanya bergantung kepada r, dengan kata lain

Untuk lingkaran (segi-tak hingga beraturan), ambil n = inf. Konstanta inilah yang kita sebut π.

Jika dihitung dengan mengambil pendekatan n = 1.109, didapatkan π = 3,141592653589793..., akurat hingga 15 angka di belakang koma.

Dari rumusan keliling lingkaran di atas, dapat kita turunkan rumusan luas lingkaran. Perhatikan bahwa luas lingkaran adalah jumlahan luas segmen segitiga. Mengingat tinggi tiap segitiga sama, yakni r = D/2 dan total panjang alas segitiga tidak lain ialah keliling lingkaran, diperoleh





Cara Kalkulus

Cara ini menggunakan teorema kalkulus, yaitu luas daerah di bawah kurva f(x) dari a sampai b sama dengan integral tertutup f(x) dari a ke b. Karena kita telah mengetahui rumus luas lingkaran

dan menurut teorema di atas tadi,

Di atas dituliskan L/2, karena luas lingkaran dua kali luas daerah di bawah kurva, yaitu belahan atas dan belahan bawah. Mengingat persamaan lingkaran x2 + y2 = r2, dihasilkan bentuk integral

yang memberikan

Bentuk di atas dapat diselesaikan menggunakan bantuan komputer. Menggunakan Matlab dengan linspace(a,b,n) dan fungsi trapz(x,y), jika diambil n = 1.000.000 didapatkan π = 3,14159265026..., akurat 8 angka di belakang koma. Menurut wikipedia, sampai dengan 50 desimal diperoleh

π = 3.14159 26535 89793 23846 26433 83279 50288 41971 69399 37510...

Kalau mau lebih teliti, berikut ini nilai π hingga 10.000 digit. Selengkapnya...

Kamis, 04 Agustus 2011

Penyelesaian PDP orde-2 dengan Separasi Variabel

Persamaan Diferensial Parsial (PDP) merupakan oknum yang hampir selalu hadir dalam pelajaran fisika tingkat lanjut, karena banyak fungsi-fungsi di alam yang muncul dalam bentuk seperti itu. Bentuk umum PDP orde-2 ialah:

dengan a, h, b, f, g, e merupakan konstanta. Jika ruas kanannya sama dengan nol, maka persamaannya homogen, begitu pula sebaliknya jika tidak sama dengan nol maka persamaannya tak homogen.

PDP dapat diklasifikasikan dalam tiga jenis, yaitu

  1. tipe eliptik, jika ab - h2 > 0;
  2. tipe parabolik, jika ab - h2 = 0; dan
  3. tipe hiperbolik, jika ab - h2 < 0.

Contoh:

  1. Persamaan gelombang 1 dimensi

    ab - h2 = -1/v2 < 0 (tipe hiperbolik)

  2. Persamaan Laplace 2 dimensi

    ab - h2=1 > 0 (tipe eliptik)

  3. Persamaan konduksi 1 dimensi

    ab - h2 = 0 (tipe parabolik)

Salah satu metode favorit untuk menyelesaikan PDP ialah dengan menggunakan metode pemisahan (separasi) variabel. Metode lain ialah menggunakan transformasi. Pada postingan kali ini akan dibahas penyelesaian PDP orde-2 menggunakan metode separasi variabel.

Dalam postingan kali ini, akan dijabarkan solusi umum persamaan gelombang 1 dimensi,

di mana U(x,t) ialah fungsi gelombang. Separasi variabel ialah memecah fungsi U menjadi fungsi-fungsi yang memuat satu variabel saja (tiap fungsi),lalu dipisahkan dalam ruas persamaan. Mengingat dalam fungsi U terdapat dua variabel, x dan t, maka fungsi U dipecah menjadi dua fungsi.

sehingga:

Mengingat sifat turunan komposit (u.v)'' = u" v + 2 u' v' + u v", diperoleh:


Nilai k di sini merupakan konstanta yang dapat kita tentukan kemudian, dan v2 saya letakkan di ruas kiri (di kanan juga nggak apa). Mengingat persamaan umum gelombang U(x,t) = sin(kx - ωt), atau X(x) = sin(kx) dan T(t) = sin(-ωt), dengan mengambil salah satu ruas persamaan di atas (saya ambil ruas kanan) didapatkan:



jadi diperoleh , dengan kata lain k = -ω2. akhirnya kita dapatkan:



Solusi umum untuk PDP orde-2:

1. untuk k = 0

Jelas hanya persamaan linear yang turunan ke-2-nya 0, maka solusinya:



2. untuk k > 0;



3. untuk k < 0;

Untuk kasus untuk k < 0, langsung kita substitusikan k = -ω2.


Mengingat U(x,t) = X(x) T(t), didapatkan solusi umumnya

Dalam suatu problem fisika, tertadapat syarat-syarat batas yang menyebabkan tiap kasus memiliki solusi yang unik. Contohnya akan saya posting lain kali.

catatan: bedakan k tetapan gelombang dan k konstanta biasa ^^.

Selengkapnya...

Sabtu, 09 Juli 2011

Pembuktian Teorema Pascal

          Perhatikan gambar di samping. Menurut Teorema Pascal, untuk sembarang segi enam tali busur, titik XYZ terletak dalam satu garis lurus dan saat ini kita akan membuktikannya. Pertama-tama kita buktikan terlebih dahulu jumlah sudut yang berselang satu sudut pada segi enam tali busur (semisal A + C + E atau B + D + F) selalu sama dengan 360°. Dengan teorema segiempat tali busur diketahui dua sudut yang berhadapan jumlahnya 180°, dengan demikian:
 
B + AFC = 180°
D + CFE = 180°

Didapatkan B + AFC + D + CFE = B + D + F = 360°. Demikian pula jika mengambil pasangan A-C-E. Jadi telah dibuktikan

A+C+E = B+D+F = 360°   .... (1)
 

Perhatikan segi empat CDEY (gambar atas), karena segi empat, jumlah sudutnya harus 360°.
y + (180° - E) + (360° - D) + (180° - C) = 360°
y = 360° – (180° - E) – (360° - D) – (180° - C)
y = C + D + E – 360°

ingat A + C + E = 360°, atau C + E = 360° - A, jadi:
y = (360° - A) + D - 360°
y = D – A    .... (2)


Berikutnya, perhatikan segitiga EYZ, diperoleh:
(180° - E) + (y + y’) + z’ = 180°
y’ = E – y – z’    .... (3)

Berikutnya lagi, perhatikan segitiga CYX, diperoleh:
(180° – C) + (y + y”) + x’ = 180°
y” = C – x’ – y   .... (4)

Setelah itu perhatikan segitiga XDZ, diperoleh:
x’ + z’ + D = 180°
x’ + z’ = 180° – D
-(x’ + z’) = D – 180°   .... (5)

          Nah, sekarang persenjataan telah lengkap, mari kita buktikan. Menurut Teorema Pascal, ketiga titik perpotongan dari perpanjangan rusuk segi enam tali busur yang saling berhadapan (titik X, Y dan Z) jika dihubungkan akan membentuk satu garis lurus. Bagaimana cara membuktikannya? Jika y’ + y + y” = 180°, maka jelas terbukti XYZ segaris.
Anggap y’ + y + y” = θ

Ingat persamaan (3) dan (4)
(E – y – z’) + y + (C – x’ – y) = θ
E + C – y – z’ – x’ = θ

Ingat persamaan (2) dan (5)
E + C – y – (x’ + z’) = θ
E + C – (D – A) + (D – 180°) = θ
E + C + A – 180° = θ

Ingat persamaan (1)
A + C + E = 360°
360° - 180° = θ
θ = 180°

Terbukti θ = y’ + y + y” = 180°, dengan demikian XYZ segaris.

          Tidak hanya sampai di situ, teorema Pascal juga berlaku pada geometri proyeksi, dengan kata lain teorema Pascal juga berlaku pada elips dan proyeksi lingkaran lainnya. Coba Anda lihat gambar di atas secara menyerong sampai lingkaran O terlihat elips (lebih baik melihat dengan satu mata). Garis XYZ tetap terlihat segaris. Jadi terbukti teorema Pascal juga berlaku pada geometri proyeksi.
Selengkapnya...

Alat Ukur Berat dan Massa: Apa Bedanya?


          Kerancuan mengenai alat ukur berat (bobot) dan alat ukur massa sama halnya dengan kerancuan mengenai berat dan massa. Saat ditanya berapa beratmu? Nyaris semua orang menjawab sekian kilogram, padahal kilogram adalah satuan massa. Tentu saja tidak perlu bertanya berapa massamu atau menjawab sekian Newton (kedengarannya kan aneh). Tidak perlu pula memprotes mereka yang keliru bicara, karena mungkin mereka paham hanya saja terbiasa berbahasa dengan “lazim”.

          Oke, kita mulai ke topik, apa bedanya alat ukur berat dan massa? Setahu saya alat ukur berat disebut timbangan dan alat ukur massa disebut neraca, tetapi neraca pegas merupakan alat ukur berat dan timbangan gantung (dan beberapa timbangan lainnya, seperti timbangan bebek) merupakan alat ukur massa, jadi sekali lagi tidak perlu meributkan segi bahasa. 

          Pertama kita definisikan dulu apa itu massa. Massa adalah kadar kuantitas zat dalam suatu benda, yang juga merupakan kemampuan benda untuk mempertahankan keadaannya. Adapun berat merupakan gaya, yang tidak lain perkalian antara massa dan percepatan, dalam hal berat percepatan yang dimaksud adalah percepatan gravitasi. Jadi kita telah ketahui


Berat (w) = massa (m) × percepatan gravitasi (g)

Nah, alat ukur berat semisal neraca pegas, bekerja berdasarkan prinsip elastisitas bahan. Bahan elastis jika diberikan tegangan (σ)

σ = F/A

di mans F gaya tarik dan A luas penampang bahan, akan menghasilkan regangan (e)

e = ΔL/L

Nilai e ini bersifat linear selama bahan berada dalam keadaan deformasi elastis. Dari kedua besaran di atas kita dapatkan suatu tetapan yang disebut modulus elastis atau modulus Young,

Y = tegangan/regangan = σ/e

Atau

F/A = Y×ΔL/L

Tetapan Y ini merupakan sifat fisis dari bahan, sedangkan luas penampang (A) dan panjang bahan (L) merupakan besaran morfologis dari bahan, sehingga untuk suatu bahan tertentu (penampang dan panjangnya) kita dapatkan:

F/ΔL = AY/L = konstan

Nilai AY/L inilah yang disebut tetapan gaya, k, yang pada pegas disebut tetapan Hooke. Jadi pada neraca pegas (di mana F = w) terdapat hubungan:

ΔL = w / k
ΔL = m . g / k

          Pembacaan dilakukan dengan mengukur besarnya perubahan panjang pegas (ΔL). Jadi dengan ΔL, berat dan massa bisa ditentukan. Namun kita hanya bisa mengandalkan neraca pegas untuk mengukur massa jika kita cukup yakin berada di permukaan Bumi. Jika tidak? Misalkan jika suatu benda bermassa m ditimbang di suatu tempat dengan percepatan gravitasi 2g, maka pengukurannya:

ΔL’ = m . 2g / k = 2ΔL

Akibatnya pada pembacaan benda tadi memiliki massa 2m, yang sudah tentu salah karena massa bersifat konstan. Jadi, bagaimana kita mengukur massa? Jawabannya dengan instrumen sederhana seperti neraca Ohauss, neraca dua lengan (yang untuk timbang emas itu), neraca gantung, bahkan jungkat-jungkit bisa digunakan. Instrumen pengukur massa didasarkan pada konsep torka (atau torsi atau momen gaya). Jika suatu benda diberikan gaya sebesar F sejauh l dari porosnya, maka benda tadi akan menderita torka sebesar

Τ = l F sin θ

          Prinsipnya, pada instrumen pengukur massa kita membandingkan torka yang bekerja pada lengan beban (lb) yang ingin diketahui dan torka yang bekerja pada lengan satunya lagi (lengan kuasa, lk) yang telah diketahui. Jika telah terjadi keseimbangan, berarti torka yang bekerja pada kedua lengan sama dan dengan koreksi dan faktor pengali yang telah dibuat dari pabrik, massa benda dapat dihitung.

          Jika beban memberikan gaya berat mb.g, θ = 90o dan faktor konstanta dari pabrik c , maka saat terjadi keseimbangan

lb . mb . g = lk . mk. g . c

karena lb, mk dan c kita anggap konstan, maka:

mb = lk . C

di mana C = mk.c/lb. Pengukuran dilakukan dengan membaca panjang lengan kuasa. Jadi di manapun benda bermassa mb ditimbang (misal pada tempat dengan percepatan gravitasi 2g), nilai lk akan sama mengingat tidak ada lagi nilai g dalam persamaan, atau kerennya (atau ribetnya) dapat ditulis:

lb . mb . 2g = lk . mk. 2g . c   =   lb . mb . g = lk . mk. g . c

          Jadi, jika menggunakan neraca torka, di sini, di Bulan, di Mars, atau di angkasa luar (asalkan percepatan gravitasinya tidak nol), massa benda yang terbaca akan tetap sama.`
Selengkapnya...
Related Posts Plugin for WordPress, Blogger...


Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.