Operator sigma dan integral sama-sama merupakan operator sumasi, bedanya sigma digunakan untuk model diskrit dan integral untukmodel kontinu. Dengan demikian sigma lebih banyak digunakan dalam metode numerik (komputasional) dan integral banyak dijumpai dalam metode analitik.
Semua fungsi kontinu dapat diubah menjadi data diskret, namun data diskret tak dapat diubah menjadi fungsi kontinu dengan pasti. Konsep integral juga berawal dari konsep sumasi sigma, tetapi dengan selang diperkecil hingga mendekati nol (Δx→0).
Kita ambil contoh fungsi sederhana, f(x) = 2x. Jika kita melakukan sumasi untuk x=0 hingga x=5 diperoleh:
Operasi integral menghitung luas daerah segitiga yang dibentuk garis f(x), x=5, dan sumbu-X. Mirip dengan sumasi sigma, namun dalam selang yang sangat kecil.
Perhatikan untuk operator sigma, pada batas x = 0 hingga x = 5, karena bekerja pada ranah diskret, memiliki 'tepi' x = -0,5 dan x = 5,5 (Ingat, jika didiskretkan nilai 4,5<x<5,5 dihitung sama dengan 5). Sedangkan untuk integral, karena bekerja dalam ranah real, maka tepi daerahnya sama dengan batas integrasinya. Dengan demikian, pada operasi integral luas setengah balok terakhir (4,5<x<5,5) yang berada di kanan garis x = 5 tidak akan dihitung, sehingga kita dapatkan hubungan:
atau jika diperumum lagi
Diberi simbol hampir atau sama dengan karena nilainya bisa tidak sama (tapi tetap mendekati) akibat beda luas balok yang lebih dari garis f(x) dan luas balok yang kurang dari garis f(x) mungkin tidak sama (jelasnya hanya akan sama jika persamaannya linear). Jadi, dapat kita hitung luas daerah di bawah kurva dengan sumasi sigma maupun integral
Kita buktikan dengan persamaan kita sebelumnya
Betul kan?
Nah, kasus berikutnya yang cukup penting dalam fisika ialah nilai ln(a!). Aproksimasi yang terkenal untuk itu ialah aproksimasi Stirling, tapi di sini kita akan menggunakan penemuan kita di atas. Ingat salah satu sifat logaritma: log(a×b) = log(a) + log(b) sehingga kita dapatkan:
Dengan demikian, nilai ln(a!) sama dengan luas daerah di bawah kurva f(x) = ln(x) dan garis x = a.
Menggunakan integral parsial ∫ u dv = uv - ∫ v du, diperoleh ∫ ln(x) dx = x ln(x) - x + C, sehingga:
Menurut Teorema empat warna, hanya diperlukan empat warna untuk mewarnai suatu peta/graf planar tanpa ada daerah bersisian (bersinggungan titik tidak dihitung) yang memilii warna yang sama. Beberapa peta dunia hanya menggunakan empat warna untuk mewarnai bagian wilayah negara. Tentu saja teorema ini berlaku untuk semua graf di bidang datar. Silakan mencobanya dengan berbagai macam peta, hasilnya hanya dengan empat warna (atau kurang tentunya) semua peta dapat diwarnai dengan aturan tadi. Berikut point-point untuk membuktikan kebenaran teorema ini.
Mengapa?
• Karena segi dengan sudut yang paling sedikit ialah segitiga, tidak ada segi dua dan segi satu.
• Pada segitiga, tiap rusuk secara langsung berhubungan dengan rusuk-rusuk lainnya, jadi tidak ada yang saling berhadapan atau berselang.
• Semua poligon dapat dibentuk dari segitiga, segi empat minimal dengan dua segitiga, segilima minimal dengan lima segilima, dan seterusnya.
Hubungannya?
• Hanya ada maksimal empat daerah yang SALING berbatasan secara langsung dengan daerah lainnya, seperti model segitiga di bawah ini (perhatikan kesemua daerahnya saling bersisian). Dengan demikian, hanya dibutuhkan empat macam warna untuk mewarnai peta tanpa dua atau lebih daerah yang bersisian memiliki warna yang sama.
Bagaimana dengan bentuk lain?
Bagaimana kalau begini?
• Meskipun ABC segitiga, tetapi dapat disebut segiempat ABCD. Dengan munculnya segiempat, berarti ada rusuk yang saling berhadapan seperti AB dan CD. Artinya, daerah V boleh memiliki warna yang sama dengan daerah III karena tidak bersisian. Demikian pula untuk pola-pola lainnya -- yang rumit sekalipun --, selalu dapat dibuat pola segitiganya.
Teorema Heksagon Pappus berkisah tentang suatu geometri seperti gambar di bawah ini. Jika P1, P2 dan P3 segaris, demikian juga P4, P5 dan P6, maka abc juga pasti segaris.
Yang mengesankan adalah membuktikan teorem ini tidak semudah kelihatannya. Meskipun menggunakan aritmetika dan aljabar sederhana, pembuktian teorema ini sangat ribet. Oleh karena itu, bagi yang berminat membaca silakan download di sini, karena saya malas menulis equationnya dengan Latex. Saya baru bisa membuktikannya dalam geometri Euclid. Apa mungkin berlaku juga dalam bidang lengkung?
Dalam model gravitasi Newton, semua materi saling tarik menarik dengan gaya antara objek M dan m
Perhatikan gambar berikut ini:
M merupakan massa objek benda pertama yang terdistribusi dalam jarak r yang merupakan jarak kedua objek. Tentu saja hanya distribusi massa dalam bola berjejari r yang mempengaruhi benda 2. Potensial yang terkait dengan gaya gravitasi tadi ialah
Jika kita tinjau distribusi massa dengan rapat massa per satuan volum, ρ, didapatkan massa yang berkontribusi dalam medan tersebut ialah M = 4πr3ρ/3 sehingga potensial gravitasinya
dan energi total partikel ialah energi kinetik ditambah energi potensialnya
Dalam ekspansi alam semesta, semua titik bergerak dengan faktor yang sama, seragam ke semua arah. Oleh karena itu, akan lebih mudah bila jarak antara dua objek kita nyatakan menggunakan suatu faktor skala yang bergantung waktu, R(t). Agar lebih jelas, perhatikan gambar berikut.
Misalkan pada alam semesta 1-D terletak titik A dan B dengan jarak pada mulanya ialah r. Akibat pengembangan alam semesta, jarak keduanya menjadi r'. Didapatkan r' = (R'/R0)r0. Jika dipilih suatu koordinat bergerak dengan kecepatan yang sama dengan kecepatan ekspansi, sehingga didapatkan hubungan jarak riil r dan jarak terhadap koordinat bergerak rc diberikan dalam bentuk
koordinat bergerak ini membuat posisi benda konstan terhadap sistem koordinat. Dengan substitusi r ke dalam energi total dan mengingat (rc konstan), maka
Mengalikan kedua ruas dengan 2/mR2rc2 diperoleh
atau
di mana k = -2E/mrc2. Persamaan ini disebut persamaan Friedmann.
Nilai k ini penting untuk mengetahui masa depan alam semesta. jika k < 0, alam semesta akan terus menerus mengembang tanpa batas. Jika k = 0 alam semesta akan terus mengembang dengan kelajuan yang makin melambat, dan jika k > 0, alam semesta akan mengembang hingga radius maksimal, kemudian menciut kembali. Dua yang disebutkan pertama merupakan model terbuka, sedangkan yang terakhir disebut model tertutup.
Jika kita menghitung untuk model k = 0, persamaan Friedmann tadi tereduksi menjadi
Rapat energi ini disebut rapat energi kritis, ρc. Dalam postingan yang lalu telah saya bahas bahwa tetapan Hubble adalah besaran kecepatan per jarak, atau dalam bentuk diferensial dapat ditulis
Dengan demikian, kerapatan massa-energi kritis dapat dituliskan dalam nilai saat ini dari parameter Hubble H0
Substitusi nilai H0 = 75 (km/s)/Mpc = 2,43 . 10-18 s diperoleh
Jadi seandainya nilai k alam semesta ini sama dengan nol, maka rapat energinya sama dengan ρc atau dalam orde 10-26 kg/m3. Dengan kata lain, jika rapat massa alam semesta kurang dari ρc, konsekuensinya alam semesta ini akan terus mengembang tanpa batas. Berdasarkan perhitungan, rapat massa-energi alam semesta dari kontribusi CMBR, neutrino dan graviton hanya sekitar 10% dari rapat kritis. Inilah salah satu faktor yang mendorong ilmuwan untuk mencari keberadaan dark matter dan dark energy yang mungkin menyumbang massa yang besar untuk mencapai nilai rapat kritis.
Adapun faktor skala alam semesta, R untuk k = 0 dapat dihitung dengan:
akhirnya diperoleh
Model seperti ini disebut model jagat raya Einstein-de Sitter yang terus menerus mengembang dengan laju yang menurun. Menggunakan persamaan di atas, dapat dihitung usia alam semesta
dengan demikian, usia alam semesta saat ini dapat diperoleh dengan memasukkan nilai tetapan Hubble saat ini, H0
atau sekitar 8,7 milyar tahun.
Keterangan: dalam mekanika, tanda dot di atas simbol besaran berarti turunan besaran tersebut terhadap waktu.
Pustaka: Purwanto, Agus, Pengantar Kosmologi, ITS Press, Surabaya, 2009
Nilai eigen merupakan nilai karakteristik suatu matriks. Secara sederhana, nilai eigen merupakan nilai yang mempresentasikan suatu matriks dalam perkalian dengan suatu vektor, dapat ditulis sebagai:
di mana \(\mathrm{A}\) suatu matriks persegi \((n,n)\), \(\mathbf{x}\) merupakan vektor \((n,1)\) dengan \(\mathbf{x} \neq \mathbf{0}\), dan \(\lambda\) merupakan nilai eigen (skalar) dari matriks \(\mathrm{A}\). Untuk setiap matriks persegi \(\mathrm{A}\), terdapat pasangan nilai \(\lambda\) dan \(\mathbf{x}\) yang memenuhi jalinan (\ref{def1}). Patut diingat bahwa sebagian matriks real mungkin saja tidak memiliki nilai eigen real. Untuk mendapatkan nilai eigen dari matriks \(\mathrm{A}\), mula-mula kita tulis ulang persamaan (\ref{def1}) ke dalam bentuk:
Untuk mencari nilai \(\lambda\) yang sesuai, terlebih dahulu dihitung determinan dari \((\mathrm{A}-\lambda)\) dengan metode Sarrus (khusus matriks 3x3) atau ekspansi kofaktor. Menggunakan ekspansi kofaktor baris pertama, diperoleh
Polinomial yang didapatkan di atas disebut polinomial karakteristik. Berdasarkan persamaan (\ref{def2}), diketahui jika \(\mathbf{x}\) tidak nol maka \(\det(\mathrm{A}-\lambda)\) haruslah sama dengan \(0\) (dapat dilihat dengan metode Crammer, nilai komponen \(\mathbf{x}\) berupa bentuk tak tentu alih-alih \(0\)). Dengan demikian, diperoleh persamaan
Jelaslah bahwa nilai eigen adalah akar-akar dari polinomial karakteristik. Jika dicari dengan pemfaktoran atau dengan bantuan Matlab, diperoleh \(-\lambda^3+4\lambda^2+4\lambda-16 = (\lambda+2)(-\lambda+2)(\lambda-4)\) sehingga didapatkan ketiga nilai eigen yaitu \(\lambda=2, \lambda=-2\) dan \(\lambda=4\). Tentunya matriks persegi orde-n akan memberikan persamaan karakteristik orde-n pula. Dengan begitu, matriks persegi orde-n memiliki paling banyak n nilai eigen (bisa kurang jika ada akar kembar).
Berikut ini diberikan cara spesial (sebenarnya hanya langkah ringkas) untuk memperoleh polinomial karakteristik matriks 2x2 dan 3x3.
dengan \(M_{ij}\) adalah Minor dari matriks \(\mathrm{A}\).
Vektor Eigen
Vektor eigen \(\mathbf{x}\) merupakan solusi dari persamaan (\ref{def1}) untuk setiap nilai \(\lambda\) yang ada. Memperhatikan persamaan (\ref{def1}), jelaslah bila \(\mathbf{x_1}\) adalah vektor eigen terkait nilai eigen \(\lambda_1\) maka \(k\cdot \mathbf{x_1}\) dengan \(k\) suatu skalar juga merupakan solusinya. Jadi, kita cukup menyatakan vektor eigen dalam bentuk paling sederhana. Misalnya pada matriks \(\mathrm{A}\) tadi mempunyai tiga nilai eigen, vektor eigennya juga ada tiga. Untuk \(\lambda=2\), substitusikan nilai \(\lambda\) ke dalam persamaan (\ref{c1})
SPL di atas dapat diselesaikan dengan metode Gauss atau Gauss-Jordan. Metode Crammer tak memberikan hasil karena SPL (\ref{cv1}) tidak memiliki solusi sejati (determinannya = 0). Jadi kita hanya dapat memperoleh solusi trivialnya dengan menyatakan \(a\), \(b\), dan \(c\) misalkan dalam \(c\). Dengan metode Gauss, matriks pada ruas kiri persamaan (\ref{cv1}) dapat diubah menjadi matriks segitiga melalui operasi baris elementer (OBE) yaitu:
Dapat Anda cek dengan menyulihkan nilai \(\lambda\) dan \(\mathbf{x}\) pasangannya masing-masing, jalinan (\ref{def1}) terpenuhi.
Lampiran:
Script Matlab untuk mencari polinomial karakteristik dan nilai eigen:
% Polinomial Karakteristik dan Nilai Eigen
clc;
clear all;
A=input('Mariks A = ');
clc;
disp('Matriks A =');
disp(A);
dA=det(A);
[ba,ka]=size(A);
syms L;
for j=1:ka
for i=1:ba
C=A-L*eye(ba);
end
end
disp(C);
disp('polinomial karakteristik matriks A=');
disp(det(C));
disp('nilai eigen matriks A=');
disp(eig(A));
Script Matlab untuk merubah matriks 2x2, 3x3, dan 4x4 menjadi matriks segitiga atas:
% Program transformasi matriks metode Gauss (Operasi Baris Elementer)
% untuk matriks persegi 2, 3 dan 4
% @skaga 2010
clc;
clear;
A=input('Mariks A = ');
clc;
disp('Matriks A =');
disp(A);
dA=det(A);
[ba,ka]=size(A);
if ba==2 % matriks 2x2
if (ba==ka)
C=A;
for i=2%O21
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,1)/A(i-1,1));
end
disp(C);
end
disp('determinan A=');
disp(C(1,1)*C(2,2));
else
disp ('Tidak ada penyelesaian');
end
elseif ba==3 % matriks 3x3
if (ba==ka)
C=A;
for i=2%O21
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,1)/A(i-1,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O31
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-2,j)*(-A(i,1)/A(i-2,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O32
A=C;
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,2)/A(i-1,2));
end
disp(C);
end
disp('determinan A=');
disp(C(1,1)*C(2,2)*C(3,3));
else
disp ('Tidak ada penyelesaian');
end
elseif ba==4 % matriks 4x4
if (ba==ka)
C=A;
for i=2%O21
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,1)/A(i-1,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O31
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-2,j)*(-A(i,1)/A(i-2,1));
end
disp(C);
end
for i=4%O41
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-3,j)*(-A(i,1)/A(i-3,1));
end
disp(C);
end
for i=3%O32
A=C;
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,2)/A(i-1,2));
end
disp(C);
end
for i=4%O42
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-2,j)*(-A(i,2)/A(i-2,2));
end
disp(C);
end
for i=4%O43
A=C;
for j=1:ka
C(i,j)=A(i,j)+A(i-1,j)*(-A(i,3)/A(i-1,3));
end
disp(C);
end
disp('determinan matriks A=');
disp(C(1,1)*C(2,2)*C(3,3)*C(4,4));
else
disp ('Tidak ada penyelesaian');
end
end
Pustaka:
Mursita, Danang, Aljabar Linear, Rekayasa Sains, Bandung, 2010
Keterangan: Mmn artinya minor dari elemen matriks baris ke-m kolom ke-n.
Nilai π (dibaca pi, bukan phi) sering dikenal sebagai nisbah antara keliling dan diameter lingkaran. Berapapun besarnya lingkaran, nisbah K/D selalu konstan. Berikut beberapa cara yang bisa digunakan untuk mendapatkan nilai π.
Cara Empiris (Metode Primitif)
Cara primitif ini adalah cara yang paling praktis bagi orang yang malas menghitung sekaligus yang paling ribet bagi orang yang malas bereksperimen. Yang dibutuhkan dalam metode ini ialah beberapa contoh benda lingkaran, benang dan mistar. Cukup dengan mengukur keliling dan diameter lingkaran benda-benda tadi, mencari perbandingan K/D, lalu dirata-ratakan, perkiraan nilai π bisa didapatkan.
Cara Geometri (Metode Archimedes)
Archimedes terilhami oleh poligon, dan beranggapan lingkaran adalah poligon juga, yakni segi-tak hingga beraturan. Ambil sebuah lingkaran berdiameter D (radius r = D/2). Selanjutnya, lingkaran dipecah menjadi n buah segitiga yang sama besar seperti yang diperlihatkan pada gambar.
Perhatikan bahwa θ = 360°/2n = 180°/n dan y = a/2.
Jadi, luas tiap segitiga:
dan luas total segi-n beraturan
Perhatikan lagi agar berlaku perbandingan geometri, maka luas lingkaran haruslah hanya bergantung kepada r, dengan kata lain
Untuk lingkaran (segi-tak hingga beraturan), ambil n = inf. Konstanta inilah yang kita sebut π.
Jika dihitung dengan mengambil pendekatan n = 1.109, didapatkan π = 3,141592653589793..., akurat hingga 15 angka di belakang koma.
Dari rumusan keliling lingkaran di atas, dapat kita turunkan rumusan luas lingkaran. Perhatikan bahwa luas lingkaran adalah jumlahan luas segmen segitiga. Mengingat tinggi tiap segitiga sama, yakni r = D/2 dan total panjang alas segitiga tidak lain ialah keliling lingkaran, diperoleh
Cara Kalkulus
Cara ini menggunakan teorema kalkulus, yaitu luas daerah di bawah kurva f(x) dari a sampai b sama dengan integral tertutup f(x) dari a ke b. Karena kita telah mengetahui rumus luas lingkaran
dan menurut teorema di atas tadi,
Di atas dituliskan L/2, karena luas lingkaran dua kali luas daerah di bawah kurva, yaitu belahan atas dan belahan bawah. Mengingat persamaan lingkaran x2 + y2 = r2, dihasilkan bentuk integral
yang memberikan
Bentuk di atas dapat diselesaikan menggunakan bantuan komputer. Menggunakan Matlab dengan linspace(a,b,n) dan fungsi trapz(x,y), jika diambil n = 1.000.000 didapatkan π = 3,14159265026..., akurat 8 angka di belakang koma. Menurut wikipedia, sampai dengan 50 desimal diperoleh
Perhatian! Semua tulisan pada blog ini merupakan karya intelektual admin baik dengan atau tanpa literatur, kecuali disebutkan lain. Admin berterima kasih jika ada yang bersedia menyebarkan tulisan-tulisan atau unggahan lain di blog ini dengan tetap mencantumkan sumber artikel. Pemuatan ulang di media online mohon untuk diberikan tautan/link sumber. Segala bentuk plagiasi merupakan pelanggaran hak cipta.